42. Jarak dan Waktu

119 19 2
                                    

Piring-piring di letakan perlahan pada raknya. Eomma bertugas membersihkan piring makan mereka, sedangkan Jira mengelapnya satu-persatu. Selama kegiatan bersih-bersih mereka, Jira membuka pertanyaan.

"Eomma, tadi pagi aku mencari baterai untuk kotak musikku. Kebetulan dia baterai biasa. Aku cari-cari di lemari, tapi tidak ketemu. Eomma masih ada persediaan baterai?"

Wanita itu terlihat mengingat-ingat letakknya. "Sepertinya yang terakhir sudah dipakai. Nanti kita beli lagi ya. Sekalian kau bawa uang hasil jualan koran."

Jira tersenyum sambil menunjukkan hormat prajurit. Tidak lama dia tertawa sendiri. Eomma melihat ada sedikit perubahan suasana hati Jira. Gadis itu terlihat lebih senang.

"Apa ada yang terjadi tadi pagi?"

"Terlihat ya?" Jira menyentuh pipinya sendiri. Memang terasa panas sejak tadi, tapi Jira tidak tau kalau sampai merah. Walau begitu, Jira tidak merasa malu jika bersama dengan eomma. Dia memang sudah sering tertangkap basah oleh eomma. Rasanya tidak pernah bisa menutupi apa-apa.

"Ada yang membuatmu bahagia?" Tanyanya dengan suara lembut. Piring terakhir sudah selesai dicuci. Tinggal Jira yang menyelesaikan tugasnya, sedangkan eomma sedang melepas sarung tangan cuci yang dikenakannya.

Jira menjawab dengan semangat sambil menyelesaikan tugasnya. "Saat aku mencari baterai, aku menemukan satu lemari penuh bingkai foto. Aku melihat seorang anak laki-laki, apa itu anak eomma?"

Wajah eomma terlihat terkejut. Dengan ragu, eomma berkata, "Apa kau ingat sesuatu?"

Jira menggeleng. "Apa aku dan dia sebelumnya punya hubungan? Atau kami sebenarnya pasangan? Namanya Woozi?" Jira menanyakan banyak hal.

"Kau selesaikan dulu ya. Ada yang mau eomma tunjukkan padamu." Lalu eomma pamit menuju ruang tengah. Mengambil sesuatu di laci lemari yang lain. Jira segera menyelesaikan tugasnya dan pergi menyusul eomma.

Di sofa itu, eomma terlihat memangku sebuah buku dan beberapa majalah yang menunjukkan banyak orang. Seventeen. "Jadi Woozi ini sungguh idol? Kenapa eomma tidak mengatakannya padaku kemarin kalau anak eomma salah satu dari member Seventeen? Pantas aku merasa familiar dengan wajahnya."

"Maja. Ini anak eomma. Woozi itu nama panggungnya. Nama aslinya Lee Jihoon. Di sini ada profilnya." Eomma memberikan salah satu majalah yang memperlihatkan profil penuh seorang Woozi atau Lee Jihoon. Jira merasa lebih nyaman menyebutnya Jihoon. Terasa lebih akrab. Tapi bolehkah dia akrab dengan orang yang tidak dia ingat?

Jira membaca sedikit beberapa hal mengenai Jihoon. Dari tanggal lahir, bagian apa di dalam grup itu dan berapa lama dia menjadi trainer. "Anak eomma hebat." Puji Jira. Itu yang pertama kali Jira katakan untuk menggambarkan Jihoon.

Mereka seumuran, tapi Jihoon sudah memiliki karir yang secemerlang ini. Bahkan kemarin berhasil menjual album dalam jumlah terbaik. Belum lagi, Jira baru tau jika Jihoon lah yang membuat lagu-lagu itu. Rasa kagumnya semakin menjadi. Senyumnya pun mengembang setiap menatap foto Jihoon yang seakan tersenyum ke arahnya.

"Kalian ini sebenarnya sepasang kekasih." Jira tersentak bersamaan dengan sentuhan eomma pada tangannya.

"Jinjja?" Eomma mengangguk yakin.

"Ada hal yang terjadi sampai kau ada di sini dan tidak ingat apa pun tentangnya. Eomma tidak bisa mengatakannya. Eomma takut, kau jadi sakit kepala karena memaksa mengingat. Jihoon juga mengharapkan kau mengingat semuanya secara natural."

Jira menunduk bersalah. Dia tiba-tiba membayangkan perasaan pria itu. Jika memang mereka pasangan kekasih, bukankah ini tidak adil untuk Jihoon? Dia tidak mengingatnya, bahkan melupakannya. Sedangkan Jihoon masih memperhatikannya. Sampai sedetail ini pun diperhatikan.

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang