38. Bentuk Janji

139 18 14
                                    

Gagal. Semua gagal.

Semua yang terjadi, lebih buruk dari sebelumnya. Setelah Jihoon dan kedua belah pihak agensi memutuskan memberi konfirmasi, suasana lebih kacau dari sebelumnya. Kedua saham perusahaan turun drastis. Pengikut dan penggemar Seventeen juga kian menurun setiap harinya. Tiada hari tanpa komentar negatif.

Meski sudah banyak mengusahakan kegiatan positif untuk memperbaiki keadaan, rasanya pertentangan atas hubungan Jihoon dan Jira lebih ditentang orang-orang di dunia ini. Seakan..

Ada seseorang yang sengaja menunggu mereka menyerah.

Karena kondisi yang tidak juga membaik, Jihoon kembali berada di dalam ruangan CEO Han. Tidak lupa bersama dengan Seungcheol untuk membahas soal kelangsungan grup mereka. Jihoon tidak kunjung mengeluarkan opininya selama CEO Han bicara.

Bagaimana dia bisa berpikir mengenai saham, reputasi, popularitas dan hal-hal lain, jika dirinya hanya memikirkan Jira? Gadis itu. Gadis yang selalu dia tunggu-tunggu untuk menyebutkan namanya. Walau saat ini, gadis itu memanggilnya dengan teriakan dan geraman.

Senyuman kala dia mendengar kabar Jira terasa hambar, terutama saat mengingat kabar terakhir mengenai gadis itu. Pandangan Jihoon menjadi kabur. Hwang Li berkata sekarang Jira sudah sampai di mana tahap puncak dari depresi. Dia mengabarinya melalui Soonyoung. Hwang Li tidak berani mengatakan langsung padanya dengan kondiri kritis Jira saat ini terpaksa diikat.

Kepala Jihoon berdenyut. Dia mencengkram kepalanya sendiri. Membuat khawatir orang-orang yang ada bersamanya saat ini. Seungcheol dan CEO Han terkejut mendapati Jihoon yang tiba-tiba mengerang.

"Woozi-ya, kau kenapa?" Guncangkan Seungcheol. Jihoon hanya menggeleng. Menenangkan diri beberapa saat sampai dirinya bisa mengontrol tekanannya kembali. Menatap Seungcheol dan CEO Han bergantian dengan senyuman tipis.

"Gwaenchana. Aku baik-baik saja. Lanjutkan saja." Katanya. Kembali seperti semula dengan pikiran kosong. Memang seharusnya dia tidak terus membayangkan kekasihnya itu. Jira pasti sedang berjuang untuk menyembuhkan dirinya. Jihoon yakin, Jira berusaha untuk sembuh.

Sampai kapan pun itu, Jihoon akan menunggu. Dia ingin mendengar gadis itu mengatakan namanya dengan lantang. Bukan hanya terucap saat dia tertidur. Sedangkan ketika Jihoon datang atau memunculkan diri, dia justru diusir. Jihoon siap menunggu hingga Jira bisa menyebutkan namanya dengan senyuman milik gadis itu lagi.

"Woozi-ya.." Panggil Seungcheol lagi. Sudah kesekian kalinya, pria itu memanggil Jihoon. Namun saat lengannya disenggol, Jihoon baru menyedarkan diri untuk membalasnya dengan deheman.

"Biar saya ulangi." Kata CEO. Berusaha sabar dan mengerti dengan guncangan yang dirasakan artisnya. Tapi belum CEO bicara, Jihoon sudah mengatakan jawabannya.

"Aku setuju."

"Memangnya kau tau apa yang kita bicarakan dari tadi?" Ucap Seungcheol. Sedikit dengan nada tinggi.

Jihoon menggeleng. Matanya menunjukkan sorot tanpa harapan. Tidak ada lagi tatapan Jihoon yang biasanya Seungcheol lihat pada teman seperjuangannya selama training itu.

"Semakin aku membantah, semua akan makin buruk. Yang sudah kalian rencanakan, pastinya sudah diperhitungkan dengan baik untuk kita semua. Jika aku membantah, sama saja aku memperkeruh apa yang sudah ku perbuat." Kata Jihoon. Tanpa semangat. Hanya bisa menunduk dan tidak berani menatap dua orang yang paling banyak menerima masalahnya selama ini.

"Lebih baik saya katakan dulu sebelum kau mengambil keputusan." Ucapan CEO kembali dipotong oleh Jihoon.

"Kenapa kalian masih tidak percaya dengan keputusanku? Di saat saya membantah, kalian terus menyudutkan saya untuk melakukan hal sesuai keinginan kalian. Tapi setelah saya mengikuti kalian, kalian justru tidak percaya dengan itu. Kalian ini maunya apa?" Jihoon merasa kepalanya ingin pecah sekarang juga.

MelodyWhere stories live. Discover now