14. Idol

214 22 5
                                    

Pipi Jira tidak hentinya tertarik membentuk senyuman. Ucapan yang Jihoon tuturkan tidak pernah hilang dari pikirannya. Keindahan setiap kata Jihoon sungguh membuatnya bahagia.

Jihoon memang pria yang unik. Setiap kata dan sikap yang dia tunjukkan selalu saja memiliki arti yang berbeda. Dia boleh terlihat dingin dan cuek pada sekitarnya, namun kata-kata yang ada dipikirannya selalu saja memberikan Jira kenyamanan.

Jira jadi ingin mendengarnya lagi. Tapi sayang, orangnya lagi menghindari. Katanya sih malu. Menggemaskan bukan?

"Pemandangan luar lagi indah dengan lampu-lampu. Lihatlah." Katanya. Pipinya mulai memerah. Jira bisa menebak jika dia sedang menahan gugup dari tatapannya yang tidak beralih sedikit pun.

"Kau membuat konsentrasiku terpecah-pecah." Kata Jihoon lagi. Dia menarik nafas dan menghembuskannya cukup kuat. Mengibaskan tangannya sesaat demi menghilangkan rasa panas yang hinggap di seluruh wajahnya.

Jira pun tak kuasa menahan tawa. Jika dia seperti ini, siapa pun tidak akan bosan memandanginya. Pantas saja penggemarnya selalu gemas dengan tingkah-tingkahnya.

"Sejak jadi idol, kau berubah ya." Kata Jira. Mencari acak dari semua yang ada di pikirannya. Rasanya tidak nyaman jika Jihoon selalu canggung begini. Memang waktu yang mereka lalui selama terpisah jarak cukup lama. Tapi hubungan mereka lebih lama daripada jarak yang memisahkan mereka selama ini.

"Apa yang berubah? Aku tetaplah aku."

"Tapi sikapmu sedikit berubah."

Jihoon bergeming. "Apa perubahannya?"

Jira ikutan bergeming. Dikatakan berubah, Jira sendiri bingung dengan apa yang dikatakan berbeda itu. Tapi memang jika dirasakan Jihoon sedikit berbeda. Perasaan tidak akan pernah menipu bukan?

"Sepertinya cuek dan sikap dinginmu berkurang."

Tidak butuh waktu lama untuk Jihoon memberikan jawaban. "Selama jadi idol, sikap itu kan harus berkurang. Nanti banyak penggemar yang tidak suka dan akhirnya nama grup jadi buruk akibat ulah satu orang."

Jira merasa masih kurang dengan jawabannya. "Tapi kamu juga lebih sweet."

"Apa aku salah jika sweet untuk kekasihku sendiri?" Jihoon menyunjingkan senyumnya. Melirik sesaat melihat Jira dan membuat Jira menatap lurus ke depan. Sengatan yang Jihoon berikan dari sekilas tatap mampu membuat jantungnya berdetak tidak karuan kembali. 

Beberapa saat ketika Jira menenangkan dirinya dalam kediaman, tangan Jihoon bergerak menyentuh kepalanya. Pria itu mengusap-usap rambutnya tanpa berniat ingin mengacaknya seperti biasa. Jira dapat merasakan kebahagiaan yang Jihoon berikan dari usapan itu walau dirinya tidak melihat wajah Jihoon.

Apakah tersenyum atau justru datar?

Tapi usapan ini membuatnya nyaman. Jantung yang tadinya berpacu pun seketika normal karena kenyamanan yang Jihoon berikan. Jihoon kembali membuktikan dirinya jika dia pria yang mampu mengendalikan segala tempo jantung Jira.

Setelah dirasa Jira sudah cukup tenang. Tangan Jihoon berpindah mencari telapak tangannya. Tidak perlu melihat, tangan Jihoon mendarat tepat menggenggam tangan kecil Jira. Dia menyatuhkan setiap ruas jarinya untuk bertautan dengan jari-jari mungil Jira.

"Seberubah apapun diriku, seaneh apapun kelihatannya, aku ingin jadi yang terbaik untukmu. Sikap yang katamu manis, sweet atau menggemaskan sekalipun, mungkin orang-orang bisa melihatnya. Tapi yang merasakan hanya dirimu. Aku hanya akan membiarkanmu merasakan ketulusanku ini."

Jira memamerkan senyumnya tanpa canggung pada Jihoon dan berkata, "Gomawoyo."

Seketika tangan Jihoon basah saat Jira mengatakan itu. Kening Jira mengerut. Dia langsung melepaskan genggaman tangan Jihoon dan hendak melihat telapak tangan pria itu. Namun si pemilik tangan justru menarik tangannya untuk kembali memegang setir kemudi.

MelodyWhere stories live. Discover now