01 [Ajakan Reta]

16 2 1
                                    

Nama lengkapnya Chantika Annisa. Saat kecil, ia dipanggil Chantik. Sesuai dengan wajahnya yang saat itu memang cantik serta menggemaskan.

Namun, saat beranjak remaja, Chantik tidak ingin dipanggil dengan nama itu. Ia lebih suka dipanggil Icha. Menurutnya, sekarang ia sudah tidak cantik lagi seperti namanya. Ia hanyalah seorang gadis buruk rupa. Jika pada dongeng-dongeng, gadis buruk rupa akan berubah menjadi cantik saat bertemu dengan cinta sejatinya. Tapi, untuk kasus Icha, sepertinya tidak. Boro-boro cinta sejati, teman lelaki saja Icha tak punya. Lagipula, siapa juga yang mau berteman dengan gadis buruk rupa sepertinya?

Untungnya, Icha masih punya keluarga yang sangat menyayanginya serta sahabat karib yang masih setia menemaninya hingga kini. Walaupun, jauh di lubuk hatinya, ia juga ingin setidaknya memiliki satu saja teman laki-laki.

"Cha?"

Panggilan itu menyadarkan lamunan Icha. Hah, bahkan Icha tak sadar kalau ia barusan melamun. Seperti sudah kegiatan rutin baginya untuk melamun ketika diam saja.

"Kenapa, Re?" tanya Icha sembari mengaduk minumannya dengan sedotan. Saat ini, ia dan Reta sedang berada di kantin untuk menikmati segarnya es jeruk di kala matahari sedang teriknya.

"Minggu depan kan ada acara putra-putri sekolah, nonton yuk?" ajak Reta semangat.

Berbanding terbalik dengan Icha yang sebenarnya malas untuk menghadiri acara semacam itu. "Males ah, nggak wajib juga kan," tolaknya.

Wajah Reta seketika merengut. "Yah, Cha, ayolah, masa gue sendirian ke sana," bujuknya sambil menggoyang-goyangkan lengan Icha.

Tentu saja Icha risih diperlakukan seperti itu. Namun, bukan Icha namanya kalau tidak keras kepala. "Nggak mau, Re, itu kan hari Minggu. Hari di mana gue bisa menikmati hidup di rumah. Mumpung lagi nggak ada kerja kelompok nih."

Bibir Reta semakin maju. Ia sudah mengajak Icha sebanyak tiga kali, dan ini yang keempat tapi dia tetap menolak juga. Entah pakai cara apa yang mempan untuk membujuk Icha.

Hingga seorang cowok melintas di depannya. Reta seketika menyunggingkan senyumnya. Ia tahu, apa yang bisa membuat Icha mau menemaninya.

"Kenapa senyum-senyum, Re?" tanya Icha.

Bukannya menjawab, Reta malah balik bertanya. "Lo tau Abi nggak?"

Mendengar nama itu, Icha memutar bola matanya dengan malas. Siapa juga yang tidak tau Abi? Icha jamin, satu sekolah—atau bahkan para guru pun tau siapa itu Abi. Huh, tanpa Reta bilang pun Icha tau kalau sahabatnya itu memanfaatkan kakak kelas mereka agar Icha mau menemaninya.

"Lo mau bilang kalo Abi jadi peserta untuk acara itu?" Icha tertawa sebentar. "Gue udah tau kali. Udahlah, nggak bakal mempan bujuk dan rayuan lo kali ini." Icha mengibaskan tangannya.

Bahu Reta melorot. Kalau dengan Abi saja Icha tak mempan, ia harus pakai cara apa lagi?

•~•~•

Icha tau alasan mengapa Reta ingin sekali melihat acara itu. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kali ini, Fian, gebetan Reta mewakili kelasnya sebagai peserta putra-putri sekolah bersama Dian, teman satu ekskul Reta. Kalau Reta datang sendirian, ia merasa malu seandainya bertemu dengan Fian. Ia tidak ingin terlihat antusias dengan acara ini. Kalau dengan Icha, setidaknya Reta bisa membuat alasan kalau Icha yang memaksanya untuk nonton. Padahal sebaliknya.

Bisa dibilang, Reta termasuk tipe cewek yang jual mahal. Ia ingin tahu, sejauh mana cowok bernama Fian itu memperjuangkan cintanya.

Hmm... Icha geleng-geleng sendiri saat mendengar alasan itu pada ajakan pertama yang Reta tawarkan. Sebenarnya, ia juga ingin menghadiri acara itu. Apalagi setelah tahu Abi menjadi peserta. Tapi, ia juga ingin menikmati hari liburnya dengan tenang. Karena jarang-jarang para guru tidak memberikan tugas kelompok.

"Cha," panggil Reta dengan berbisik.

"Apa sih?!" balas Icha dengan berbisik juga.

Saat ini, mereka sedang mengikuti pelajaran di kelas. Dan Reta masih saja berusaha agar Icha mau menemaninya.

"Temenin gue dong. Please... Ya?"

Icha memejamkan matanya sejenak sambil mengambil napas untuk menenangkan dirinya. Ia tidak tahu jika sang guru melihatnya.

"Icha, kamu sakit?" tanya Pak Andika.

Icha terkejut saat namanya disebut. Matanya langsung terbuka. "Ke—kenapa, Pak?" tanyanya panik.

"Kalau kamu sakit, mending di UKS saja. Istirahat," jawab Pak Andika.

Sakit? Sakit darimana coba? Gue sehat bugar gini juga, batin Icha heran. Baru saja ia ingin mengatakan bahwa ia sehat, bibirnya kembali terkatup. Sepertinya, ini adalah kesempatannya untuk terhindar dari pertanyaan Reta. Lagipula, pelajaran Pak Andika tinggal setengah jam lagi. Lalu pulang.

"Iya, Pak. Saya meriang kayaknya. Kalau gitu, saya izin ke UKS. Terima kasih, Pak," ujar Icha.

Ia pun keluar dari kelas. Dengan santai, Icha berjalan menuju UKS yang terletak di gedung sekolah bagian belakang.

Hingga sebuah suara menghentikan langkahnya. Suara yang selalu memanggil namanya.

"Chantik."

•~•~•

Hai semuanya!!! Ini cerita keempat aku ya setelah My Boyfriend is My Brother, SANDRA, dan LAPUNASHA.

Cerita ini aku ikutin lomba yang diadain Benito Publisher. Bakal aku update seminggu dua kali di hari Jumat dan Minggu.

Semoga kalian suka dengan cerita ini dan jangan sungkan buat beri jejak kalian berupa bintang dan serangkaian kata mengenai cerita ini ya! :)

Sampai bertemu di hari Jumat nanti.

Tertanda,
laelaalmaghfiroh

CHANTIKWhere stories live. Discover now