02 [Abimanyu]

8 1 0
                                    

"Chantik."

Icha membeku di tempatnya. Sungguh, ia merindukan nama itu. Icha bahkan sudah lupa kapan terakhir kali ia mendengar nama itu. Hingga seseorang itu memanggilnya kembali. Membawa sejuta rindu dan kenangan tersendiri bagi Icha.

"Chantik, lo mau kemana?"

Icha menarik napas lalu menghembuskannya dengan cepat. Secepat ia merubah ekspresi wajahnya.

"Udah gue bilang jangan manggil pake nama itu," ujar Icha kesal. Lebih tepatnya, pura-pura kesal.

Laki-laki itu tertawa kecil sembari menghampiri Icha. "Kenapa sih? Nama lo bagus kok."

"Muka gue yang nggak bagus!" ketus Icha.

Icha tersentak saat kakinya tak sengaja terantuk batu. Ia mengaduh seraya meringis pelan. Icha memutuskan untuk duduk sebentar di kursi panjang depan perpus. Ia mengelus pelan jari-jari kakinya. Padahal, ia melindungi kaki mungilnya dengan kaos kaki yang dibalut sepatu, tapi rasa sakitnya tetap terasa.

Icha mendengus pelan saat teringat sekilas kejadian tadi. Ternyata, itu hanya angannya saja, alias dia yang telah membuat kejadian itu dalam ingatannya. Padahal, hal itu tidak pernah terjadi. Jangankan kenal, tahu nama Icha saja tidak.

Icha tertawa kecil. Lama-lama, ia bisa gila kalau tiap melamun selalu membayangkan kejadian-kejadian yang membuatnya senang, tapi hanya bersifat semu dan sementara saja.

Setelah jari-jari kakinya tidak sakit, Icha berdiri dan melanjutkan langkahnya menuju UKS yang letaknya di sebelah kantin.

Saat memasuki area kantin, Icha memelankan langkahnya. Matanya ia gunakan untuk mencari keberadaan seseorang yang terkadang di kantin meskipun jam pelajaran berlangsung. Namun nihil. Seseorang itu tidak ada. Icha hanya bisa menghembuskan napas dengan kecewa. Ia pun bergegas masuk ke UKS dan memilih salah satu bilik yang berada di pojok. Icha menyelimuti tubuhnya dan menghadap dinding. Tangannya beberapa kali menuliskan sebuah nama di dinding hingga akhirnya ia tertidur.

Icha tidak tahu saja, bahwa seseorang yang tadi ia cari muncul bersama beberapa temannya saat ia menutup pintu UKS.

•~•~•

Namanya Abimanyu Prasetya. Panggilannya Abi. Kelas tiga SMA, namun tingkahnya masih seperti anak kelas tiga SD. Sifatnya yang ramah dan humoris membuatnya mempunyai banyak teman, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan. Bahkan, yang laki-laki setengah perempuan pun ia jadikan teman, walau lebih banyak ia bully sih. Hehehe...

Sebenarnya, Abi masih kelas dua SMA. Entah setan apa yang merasukinya saat itu, hingga ia berhasil masuk kelas akselerasi dan berada di kelas yang sama dengan kakak kelas.

Setidaknya, Abi bersyukur karena waktunya untuk sekolah hanya dua tahun. Setelah lulus, ia bisa berhenti untuk istirahat sejenak selama setahun, baru kemudian melanjutkan perjuangan untuk mencapai cita-citanya. Itulah alasannya mengapa ia sangat ingin masuk kelas akselerasi.

"Woi, Bi!" panggil seorang lelaki dengan rambut cepak.

"Oi! Mana jajan gue?" balas Abi.

Lelaki bernama Risal itu menghampiri Abi dan duduk di depannya. Ia kemudian memberikan sekresek jajan yang baru saja ia beli dari supermarket samping sekolah. Risal bisa keluar karena ia disuruh salah satu guru yang mengajar kelasnya untuk memfotocopy soal untuk latihan UN. Kebetulan, alat fotocopy sekolah sedang rusak, sehingga sebagai ketua kelas, Risal-lah yang disuruh dengan imbalan ia diperbolehkan istirahat sebentar di kantin.

"Makasih," ujar Abi dengan senyum merekah. Seperti bocah yang baru dibelikan mainan, seperti itulah kira-kira ekspresi Abi saat ini.

"Nih, ambil aja, jangan sok sungkan deh." Abi membuka jajannya lebar-lebar dan menawarkannya pada teman-temannya.

"Siapa juga yang sungkan. Kita tuh nunggu lo buka bungkusnya, biar kita tinggal makan," sahut Hendra seraya mengambil beberapa keripik kentang yang ia taruh di tangannya.

"Dasar nggak tahu malu," cibir Abi.

Mereka tertawa. Terkadang, sifat Abi seperti bocah, terkadang pula ucapannya yang pedas keluar. Jika kedua sifat Abi itu muncul secara bersamaan, sungguh menjadi hiburan tersendiri bagi yang lain. Memang umur tidak bisa berbohong. Jika saja Abi bersekolah sesuai umurnya, seharusnya Abi sekarang masih duduk di kelas satu SMA. Meskipun demikian, semua temannya menerimanya dengan baik walau umur mereka terpaut satu atau dua tahun.

Abi pun tak melupakan sopan santunnya meskipun ia sekelas bersama kakak kelas. Ia tahu sejauh mana ia bercanda agar tidak melukai hati mereka.

"By the way, yang jadi perwakilan kelas kita buat acara putra-putri sekolah nanti lo, Bi?" tanya Risal.

Sebagai jawaban, Abi hanya mengangguk. Ia memang tidak berniat untuk menolak tawaran itu sejak awal. Menurutnya, kapan lagi bersanding dengan perempuan secantik Rere?

Ah iya, seharusnya ia berterima kasih pada Hendra yang secara spontan mengusulkan namanya untuk perwakilan kelas. Awalnya, Abi memang tidak tahu jika pasangannya adalah Rere. Tapi, setelah tahu, semangatnya untuk ikut jadi dua kali lipat. Siapa tahu, ia bisa menggaet kakak kelas tercantik itu kan?

Abi tersenyum malu saat mengingat latihannya dengan Rere kemarin lusa. Perempuan itu terlihat sangat percaya diri walau penampilannya saat itu sedang kucel karena selesai pelajaran olahraga. Tanpa malu, ia mengajari Abi cara berjalan, memberi hormat, dan hal lainnya yang diperlukan.

Sungguh kenangan manis yang akan selalu Abi ingat.

"Senyum mulu dari tadi. Sal, gue takut temen lo kesambet nih," celetuk Riko yang sedari tadi diam. Melihat Abi senyum-senyum sendiri dengan mata yang entah menatap siapa membuatnya ngeri sendiri.

Sementara Risal hanya tertawa pelan sambil melempari Riko dengan kulit kacang. Ia lalu berdiri dan pamit, "Gue duluan, udah disuruh masuk sama Pak Bos."

Pak Bos adalah panggilan Risal untuk semua guru laki-laki. Sedangkan untuk guru perempuan, ia akan memanggil mereka dengan sebutan 'Bu Cantik".

"Bi, lo nggak kesambet kan?" Riko menoel pipi Abi, berharap temannya itu sadar.

Sementara Hendra menggelengkan kepalanya. "Bukan gitu caranya. Sini, biar gue tunjukin. Lo minggir."

Hendra mengambil posisi di depan Abi dan dengan santainya ia menampar pipi Abi hingga menimbulkan suara yang cukup keras.

"Aaaww!!!" seru Abi sebelum ia berlari mengejar Hendra untuk membalas perlakuan tidak adil yang ia terima.

•~•~•

Hai semua...!

Gimana pendapat kalian di part 2 ini?

Part-part awal masih perkenalan ya, jadi belum ada konfliknya.

Jangan bosen buat nungguin cerita ini ya :)

Jangan sungkan juga buat ninggalin jejak kalian, aku makasih banget kalau kalian mau baca cerita ini dan beri apresiasi kalian. Thanks;)

See you in part 3 :)

CHANTIKWhere stories live. Discover now