07 [Namanya Bukan Chantik]

4 2 0
                                    

Dua hari berlalu sejak insiden jatuhnya Icha di acara putra-putri sekolah. Untung saja, tidak banyak teman kelasnya yang datang saat itu. Jadi, Icha bisa sedikit bernapas lega. Ia juga berterima kasih pada mereka yang tidak memotretnya saat jatuh dan menyebarluaskannya.

Rencananya, hari ini Icha akan mengembalikan celana milik Abi. Ia memilih untuk menunggunya di depan kelas, karena Abi memang selalu melewatinya.

Namun sepertinya, hari ini bukanlah hari di mana Abi harus lewat di depan kelasnya. Sampai jam istirahat selesai, ia belum juga bertemu dengan cowok itu.

Dengan kecewa, Icha kembali ke kelas dan menyimpan celana itu di dalam tas.

Saat pulang sekolah, Icha kembali menunggu Abi di pos satpam. Ia mengamati wajah tiap murid satu per satu. Namun, tidak satu pun dari mereka yang memiliki wajah seperti Abi.

Icha menghela napas. Dengan lesu, ia menghampiri Reta yang sudah menunggunya di parkiran.

Apakah Abi menghindarinya? Lalu, untuk apa cowok itu membantunya kalau ujung-ujungnya menghilang?

Baru juga Icha merasakan kebahagian karena ternyata Abi masih mengingatnya, tapi ia harus merasakan kecewa karena cowok itu tidak dapat ia temukan hingga hari terakhir di sekolah sebelum hari Minggu datang.

~•~•~
(Abi ada lomba sains di luar kota. Dia karantina di sana sampai lomba.)

Seminggu setelahnya, di hari Senin yang selalu cerah, Icha kembali menjadi petugas upacara, tepatnya sebagai pengiring pengibar bendera. Sambil menunggu tugasnya, Icha selalu menyempatkan diri untuk mencari keberadaan Abi, karena cowok itu selalu berdiri di depan. Hal itu sudah ia lakukan sejak kali pertama menjadi petugas upacara.

Namun, pencariaannya kali ini tidak membawa hasil apapun. Icha tidak bisa menemukan keberadaan Abi. Bahkan, hingga pembacaan doa selesai pun, ia tidak melihat tanda-tanda ada Abi.

"Tes tes 1 2 3. Perhatian anak-anak, mohon untuk kembali berdiri di barisan kalian. Sebentar lagi, saya akan memberikan pengumuman penting."

Suara milik Pak Adnan selaku kepala sekolah mengundang keluhan dari seluruh siswa yang akan kembali ke kelas. Meskipun begitu, mereka tetap mematuhi perintahnya untuk kembali berbaris.

Sedangkan untuk para petugas upacara? Mereka diberi hak istimewa untuk membubarkan diri, walau sebagian dari mereka memilih untuk duduk dan mendengar pengumuman apa yang akan diberikan, salah satunya adalah Icha.

"Baiklah, saya selaku kepala sekolah di sini tentu merasa bangga pada kalian yang selalu membawa nama baik sekolah kita dengan memenangkan berbagai perlombaan. Kali ini, perwakilan sekolah kita, yaitu Rafi, Azka, dan Abi yang telah mengikuti olimpiade SAINS tingkat nasional berhasil mendapatkan juara dua. Tepuk tangan untuk mereka!"

Sontak, suasana hening di lapangan tergantikan oleh riuh para siswa-siswa yang bertepuk tangan sambil melontarkan ucapan selamat dan juga siulan.

"Untuk nama yang saya panggil tadi diharap untuk maju ke depan dan menerima penghargaan."

"Sal," panggil Icha pada Salsa, teman satu ekskulnya yang menjadi pembaca doa.

"Hm," balas Salsa.

"Siapa aja tadi namanya?" tanya Icha. Bukan apa-apa, hanya saja ia takut salah dengar.

"Rafi, Azka sama Abi," jawab Salsa.

"Abi?" ulang Icha.

"Iya Abi."

Abi? Abi yang itu? Abi yang akan ia temui? Abi yang kemarin menolongnya? Abi yang meminjamkan celana padanya? Abi yang—

CHANTIKDonde viven las historias. Descúbrelo ahora