12 [Rasa Itu Kembali Lagi]

1 0 0
                                    

"Ya ampun, Cha, masih marah sama gue aja sih. Udah tiga hari ini loh lo diemin gue," ujar Reta.

Setelah memenuhi ajakan makan Abi yang berjalan dengan tidak mulus, Icha langsung mendatangi rumah Reta. Ia memarahi gadis itu habis-habisan. Memang sih, ada untungnya juga Reta berbuat seperti itu. Namun, jika dibiarkan, pasti Reta akan mengulanginya lagi di kemudian hari.

"Cha, ngomong dong," rengek Reta sambil menggoyangkan lengan Icha berkali-kali.

Sebenarnya, Icha tidak tahu ia harus bereaksi apa untuk saat ini. Antara kasihan dan juga ingin tertawa melihat ekspresi Reta.

"Lo kenapa lagi sih, Cha? Udah bagus juga kalian deket lagi setelah berapa tahun terpisahkan, tapi lo malah sedih gini. Kenapa? Cerita dong biar gue tahu, jangan manyun-manyun mulu."

Icha termenung sebentar. Ingatannya kembali memutar kejadian tiga hari lalu, yang dalam sekejap membuat rasa bahagianya jatuh ke dasar jurang hingga membuatnya sulit untuk menemukan rasa itu lagi.

"Dia udah punya pacar, Re," ucap Icha dengan tatapan lurus. "Cantik."

Reta tak terkejut, tentu saja. Sebenarnya, ia tahu kalau Abi sudah punya pacar. Hanya saja, ia tidak sanggup melihat ekspresi sedih dari Icha saat mengetahui hal itu. Meskipun ia yakin kalau Icha lambat laun akan mengetahuinya.

"Lo juga cantik, Cha," ujar Reta. "Nggak semua cewek harus cantik. Daripada wajah yang cantik, mending punya hati yang cantik. Kayak lo."

Di saat-saat seperti inilah, kata-kata bijak bak mutiara Reta keluar. Jika biasanya Icha mempan pada kalimat semacam itu, tapi sepertinya tidak untuk kali ini.

"Tapi tetep aja, Re, di real life itu lebih mentingin fisik daripada hati. Mau hati gue secantik Kak Rere gitu, kalo wajah gue kayak gini ya percuma."

Hmm, Icha insecure mode on. Kalau begini, sama seperti saat Icha galau, apapun yang Reta katakan tidak akan didengar olehnya.

Namun, kali ini Reta tidak akan membiarkan rasa insecure menguasai diri Icha lagi. Sudah cukup ia membiarkan Icha sendirian dalam kegalauan, tapi kalau untuk insecure,  Reta rasa ia perlu bertindak. Jika dibiarkan, selamanya Icha akan merasa rendah diri dan bisa saja menimbulkan suatu gangguan mental pada dirinya.

Reta menggeleng. Membayangkannya saja sudah membuat Reta ngeri. Menghadapi Icha yang insecure saja sudah sulit, apalagi jika ditambah dengan penyakit mental lainnya. Bisa-bisa ia tertular hanya gara-gara terlalu peduli pada gadis ini.

Ah, mengapa pula ia dulu memilih untuk berteman dengan gadis ini. Rasa kasihan bercampur peduli memang tidak bisa pilih-pilih. Sekarang, ia sudah terjebak dengan gadis ini dan malah semakin menyayanginya.

"Cha," panggil Reta.

"Hm."

"Jujur, ya, gue udah gemeeeesss banget sama insecure lo itu. Emang kenapa sih kalo lo jelek, item, kurus? Di luar sana—tanpa lo tahu, pasti ada cewek yang punya fisik sama kaya lo gini. Tapi, gue yakin kalo mereka lebih percaya diri daripada lo. Seenggaknya, mereka nggak selalu mandang rendah diri sendiri. Itu malah bikin jiwa lo tambah sakit tau, Cha."

Selain kata-kata bijak bak mutiara, Reta juga ahli dalam hal sindir-menyindir. Tak tanggung-tanggung, ia akan langsung mengutarakan semua yang menjadi unek-uneknya jika ia tak tahan.

Mendengar itu, tentu saja membuat Icha menjadi semakin sedih. Ia menundukkan kepalanya, memikirkan setiap kata yang keluar dari bibir Reta, yang sialnya semua perkataan itu benar. Icha ingin marah, tapi untuk alasan apa?

"Kok lo lebih galak dari gue sih, kan gue yang lagi marah," ujar Icha pelan.

Reta mendengus kesal. Kali ini, biarkan dirinya yang ngambek. "Bodo amat. Gue pusing ngurusin marah lo yang selalu karena insecure. Terserah lo mau maafin gue atau nggak, yang jelas gue udah minta maaf. Bosen gue bujuk lo terus, udah tiga hari juga. Udah sana, jalan sendiri sana, pokoknya gue ngambek hari ini."

Dengan muka ditekuk dan bibir sedikit manyun, Reta berjalan menuju kantin sendirian. Jangan lupakan hentakan kaki serta kedua tangan yang bersedekap. Bukannya marah, Icha malah tertawa melihatnya. Reta yang marah dan kesal adalah Reta yang menggemaskan baginya.

Tak mau sendirian ke kantin, Icha segera bangkit dan mengejar Reta.

"Iihh... Reta, jangan marah dong." Kali ini, gantian Icha yang merengek pada Reta sambil menarik lengan Reta beberapa kali.

Meskipun dalam keadaan kesal dan marah, Reta tetap melanjutkan langkahnya dengan Icha yang bergelayutan di lengannya dan senyum tak jelas dari bibirnya.

***

Mungkin dari kalian ada yg tahu 'rasa' yg dimaksud pada judul itu rasa seperti apa ya😁

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 22, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

CHANTIKWhere stories live. Discover now