Maaf Mama, Aku Memilih Bunda

3.9K 189 1
                                    

Maaf Mama, Aku Memilih Bunda

Part 2

Dengan rasa berat, aku pergi. Ini untuk pertama kalinya jauh dari Papa. Mungkin aku cengeng, tapi kata Tante Farah, anak laki- laki harus belajar mandiri. Melihat senyuman Mama yang seperti dulu, akhirnya kaki ini pun melangkah, masuk ke mobil dan ikuti keinginan Mama.

"Kita singgah makan dulu ya, Rick?" kata Mama. Padahal kami belum ada separuh perjalanan. Berhenti di sebuah restoran lumayan bagus, dan besar. Agak masuk, tidak di jalan besar, ada kolam, pemandangan lainnya juga bagus. Banyak mainan anak-anak, tapi aku sudah kelas lima SD, tidak mungkin mau mainan.

Aku hanya memegang ponsel, memainkan game offline yang diijinkan Papa untuk kudownload. Walaupun kadang iseng, sesekali main yang online, tapi aku tidak kecanduan. Papa dan Tante Farah benar-benar mengalihkan pikiranku dari ponsel. Dari ikut karate, badminton, renang. Main musik pun ikut... tapi Papa membebaskan aku yang memilih.

"Halo, Erick. Kenalkan saya Om Aryadhika. Mau panggil Om Arya, atau Om Dhika terserah kamu," sapa lelaki tinggi besar dan atletis. Wajahnya sangat tampan, persis cowok-cowok dari band Korea. Sangat beda dengan Papa yang gondrong, berewokan dan tak sixpack.

Kata Mama, Om Arya adalah pemilik restoran. Lulusan sekolah Amrik, ramah pastinya. Aku ditawarin mau makan apa, melihat aksinya di dapur dan berkali-kali menatap Mama, seperti Papa kalau melihat ke Tante Farah. Tiba-tiba aku merasakan mual. Ingat kisah Rere yang ikut neneknya, karena Ayahnya punya Bunda baru, begitu pun bundanya punya Ayah baru. Akhirnya Rere ikut sang Nenek.

Apa hal itu juga akan terjadi padaku? Nanti aku akan ikut siapa? Keluarga Mama semua sibuk, orang-orang pekerja kantoran semua. Keluarga Papa, hanya ada Mbah Uti yang sudah tua di kampung, semua kakaknya Papa ada di rantau. Apa iya aku akan dititipkan?

"Erick ... kamu kenapa?" tanya Mama, sedikit mengagetkanku.

"Apa Mama akan tinggal dengan Om Arya? Seperti Papa juga akan tinggal dengan Tante Farah? Nanti Erick ikut siapa? Dititipkan? Atau masuk asrama?" tanyaku. Membuat  Mama yang gantian  kaget, mendengar pertanyaanku.

"Kenapa kamu tanya begitu? Ada apa?"

"Ingat Rere, dia dititipkan di neneknya, si Ariel dimasukkan asrama. Apa Erick juga akan dititipkan?"

Mama tidak menjawab apa-apa, hanya memelukku erat. Baru kali ini melihat Mama menangis, entah menyesal atau apa pun itu, aku tidak tahu. Hanya Om Arya yang tampak gelisah. Akhirnya mengajakku bicara .

"Hei, Rick. Boleh Om bicara?"

"Ya, kenapa, Om?"

"Apa Papa kamu perlakukan kamu dengan baik?"

Aku hanya diam tak menjawab, selanjutnya hanya kudengar celotehannya, tentang rumah tangga bahagia versi mereka berdua. Bahwa nanti mereka akan menikah, dan aku akan tinggal bersama mereka. Oh, tidak! Aku tidak mau mendengar rencana gila ini.

"Mama, ayo kita pulang?" ajakku. Mama hanya tersenyum, bilang sabar. Sekitar satu jam kami menunggu, akhirnya Mama mengajak pulang. Berkali-kali kulihat Mama dan Om Arya ciuman, entah sembunyi-sembunyi, atau sekedar kecupan kening. Ada rasa kesal karena seakan Mama menganggap aku tak ada.

Jam enam sore, akhirnya tiba di apartemen Mama, bagus dan terkesan mewah. Selesai mandi aku sholat maghrib. Sepanjang perjalanan tadi, tiap aku minta singgah untuk sholat, Mama tidak pernah ikut turun. Entah kenapa Mama beda dengan Tante Farah, yang selalu mengingatkan waktu sholat.

"Erick ... Erick!" Suara Mama memanggilku, ah, padahal aku lelah sekali ingin tidur.

"Erick ... bangun, Nak." Ah, suara Mama begitu berisik, dengan berat aku membuka mata. Tampak Mama jongkok di depanku, oh ... rupanya aku ketiduran.

Maaf Mama, Aku Memilih BundaWhere stories live. Discover now