Maaf Mama, Aku Memilih Bunda

3.3K 314 16
                                    

#Tentang_Erick

Part 10

Selama liburan mau masuk SMA, aku benar-benar merasa kesepian. Entah kenapa aku antara ada dan tiada di hadapan Mama. Tak ada lagi makanan enak seperti dulu, semua waktu dan pikiran Mama fokus ke Richard, adikku.

B juga pagi sudah pergi, pulang Malam, tapi bersyukur mereka baik-baik saja. Tak ada pertengkaran hanya tak ada lagi canda yang terdengar. Melihat Mama yang sedikit kelelahan, aku hanya berusaha memahami.

Seperti pagi itu, Mama menyuruhku sarapan dengan sereal, bahkan menyiapkan stok mie instan. Aku seperti dejavu dengan masa kecil dulu, aku menjadi gendut karena tidak atur pola makan, dan banyak makan yang cepat saji.

Selama liburan, untuk mengurangi jenuh, aku sesekali minta ikut ke restoran B, di sana aku belajar beberapa menu. Aku mulai bisa bikin pancake sendiri, juga lihat koki di dapur masak macam-macam. Tapi aku tidak diijinkan Papa untuk belajar masak, kalau tau aku di restorannya B, Papa suka marah.

"Rick ... lebih baik kamu main ke bengkel, main gitar atau apa terserah jangan main di dapur!" teriak Papa waktu itu. Jadi kalau aku main ke restoran milik B, tidak pernah cerita. Bunda pun sepertinya tidak suka aku dekat dengan B.

Ada anak buah B anak kuliahan yang sedang praktek, biasanya kami sering cerita. Dia agak aneh untuk jadi seorang cowok menurutku. Terkadang kulihat tangannya terlalu gemulai untuk memotong atau mengupas.

Memori tentang Om Egi tiba-tiba muncul, aku pun mulai menghindar, masih trauma dengan laki-laki yang tidak normal atau berlaku tidak seperti layaknya pria dewasa. Mungkin dia sadar kalau aku mulai menjauh darinya, hari itu dia meminta bertemu sepulang kerja.

"Ada apa, Har?" tanyaku, walau dia anak kuliah, aku selalu panggil namanya, seperti yang dia minta.

"Kamu jijik ya lihat aku?"

"Bukan jijik, hanya aku punya kenangan buruk dengan lelaki penyuka sesama jenis," jawabku mencoba jujur.

Dia pun tiba-tiba menangis, cerita kalau merasa beban juga tahu itu dosa, tapi tidak bisa mencegah rasa yang di hatinya. Kata Har, dia dari kecil hidup dengan Ibu dan tiga kakak perempuannya. Jangan tanya bapaknya yang tiap hari hanya bisa memukul sang Ibu, ketiga kakaknya yang tak pernah menganggap dia selayaknya anak laki-laki. Semua itu menjadi penyebab Har jadi sedikit gemulai.

"Tapi aku dulu normal, Rick. Aku menyukai perempuan bukan laki-laki," katanya. Hanya saat itu dia ditolak dan dikatain banci, karena sudah tiga kali ditolak membuatnya berubah. Tidak ada sosok lelaki yang jadi panutannya, dididik dengan cara perempuan, ditolak perempuan membuat Har lebih menyukai laki-laki.

Aku tidak mau tahu dan mual mendengar ceritanya, cepat-cepat pamit dan mulai saat itu aku benar-benat tidak pernah ke restoran milik B. Masih takut lihat Har. Sampai akhirnya aku masuk di salah satu SMA yang bagus, dibelikan sepeda motor sama Papa, tiap bulan juga dikirim uang jajan. B juga tiap bulan memberi uang jajan yang lumayan banyak. Sekarang aku jadi anak SMA yang sedikit bergaya dan punya uang, benar-benar bisa sombong.

Tiga bulan jadi anak SMA, Mama pun sudah mulai kerja, sedang Richad diasuh baby sitter. Alasannya jenuh, padahal adikku masih bayi, tapi Mama seakan tidak peduli. B pun tidak bisa mencegah keinginan Mama, padahal secara keuangan B cukup melimpah, usahanya berkembang pesat.

Mama tetap memaksa mau kerja, akhirnya B pun memberikan ijin. Aku tau ini pasti ada yang salah, karena Mama sudah lama tidak kerja, tiba-tiba memaksa. Sampai semester genap semuanya terjawab.

Rupanya B habis ditipu partnernya di restoran, dan Mama divonis dengan kanker. Berita itu tentu saja membuatku sangat syok, sudah B bangkrut, Mama divonis sakit, sudah stadium empat.

Maaf Mama, Aku Memilih BundaWhere stories live. Discover now