Maaf Mama, Aku Memilih Bunda

3.2K 166 0
                                    

Part 4

Sampai lantai bawah, Tante Farah sudah menunggu. Tapi katanya tidak ikut pulang, karena masih dua hari lagi kegiatannya. Papa yang datang menggunakan mobil sewaan pun bergegas memasukkan tas milikku. Tampak wajah Papa terlihat marah sekali, baru ini melihatnya.

Setelah berbicara sebentar dengan Tante Farah, kami pun sudah siap jalan. Tiba-tiba Mama sudah ada di belakang kami, dengan manis yang mengerikan, Mama menghampiri Tante Farah.

"Dasar perempuan jalang! Suka ya sudah membuat anakku membenci ibunya!" teriak Mama sambil menarik jilbab Tante. Tentu saja kami semua kaget. Seketika kami jadi tontonan.

"Astaghfirullah ... Mbak Sonya, Istighfar Mbak ...," kata Tante berusaha membetulkan letak jilbabnya. Sementara Papa langsung menampar pipi Mama.

Tentu saja Mama kaget, setahuku dulu semarah apapun Papa tidak akan pernah menampar apalagi melakukan tindak kekerasan. Papa hanya akan memukul tembok atau pintu rumah kalau marah.

"Kamu ...!" teriak Mama kaget menatap Papa, dan pandangan Mama beralih ke Tante Farah. Spontan mendekati Tante dan bersikap mau memukul, tapi Papa lebih sigap menahan tangan Mama.

"Sonya! Aku peringatkan ya, kita sudah bukan suami istri, kamu yang pergi meninggalkan aku dan Erick. Putusan sidang sudah jelas dia ada dalam pengasuhanmu. Tapi lihat dua tahun ... bahkan kamu tidak peduli dengannya!" Suara Papa terdengar terengah-engah menahan amarahnya.

"Sekarang ... dengan lagak keibuan, kamu memaki Farah, Ibu seperti apa kamu! Menjauh dari kami, atau aku lapor polisi!" teriak Papa. Kami jadi tontonan banyak orang, tapi Papa tidak peduli.

"Siapa yang jalang! Perempuan bersuami yang selingkuh dan pergi tinggalkan suaminya yang miskin dan anaknya yang gemuk tak terawat! Atau gadis baik-baik yang mendukung orang brengsek ini untuk bangkit jadi manusia, dan menyayangi anak yang bukan darah dagingnya!"

Mama tak menjawab tapi langsung berbalik kembali ke apartemennya. Mungkin malu karena jadi tontonan banyak orang juga ini adalah lingkungan rumahnya.

Aku tiba-tiba merasakan ada yang hilang saat Mama pergi tanpa melihat ke arahku. Selama ini terkadang begitu rindu ingin memeluk Mama, tapi berkali-kali kudapati rasa sayang itu tak ada dalam dirinya.
Kami pun pergi, meninggalkan Mama yang tak peduli, dan calon Mama yang tampak khawatir denganku.

Sepanjang perjalanan Papa hanya diam, kami berhenti saat mau sholat dan makan. Selesai sholat Papa tiba-tiba memeluk dan meminta maaf. Aku pun menangis, rasanya segala rasa yang tertahan berapa hari ini pecah dan tumpah.

"Erick ... maafkan Papa, ya. Kamu dari kecil harus merasakan akibat dari keegoisan Papa dan Mama," tangis Papa. Dalam masjid kami berdua menangis dan berharap Allah benar-benar mendengar doa kami, agar bahagia itu tidak pergi.

Selesai sholat dan makan, kami melanjutkan perjalanan. Kali ini kami bisa bercerita dan tertawa, waktu aku ceritakan tentang Rere, Papa janji akan mencari tahu.
Ah, rasanya senang membayangkan Rere akan jadi adikku.

Sesampai di rumah aku masuk kamar dan merasakan kehangatan sebuah tempat tinggal, sambil berbaring aku jadi ingat Mama. Pasti sedih karena hidup sendirian.
Tiba-tiba ponselku berdering, dari Mama.

"Assalamuallaikum, ada apa, Ma?"

"Maafin Mama ya, janji tidak akan lagi menyakiti kamu. Mama minta maaf sudah jadi Ibu yang jahat buat kamu, bilang ke Papa sama Tante Farah, Mama menyesal."

"Iya Ma, Erick juga minta maaf, sudaha buat Mama sedih. Maaf tidak bisa temani Mama bertemu keluarga Om Arya," jawabku sedikit merasa bersalah. Tapi aku tak mau ikuti kebohongan Mama.

Maaf Mama, Aku Memilih BundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang