Maaf Mama, Aku Memilih Bunda

3.4K 200 1
                                    

Sekali lagi kulirik, wajah Mama tampak merah padam menahan amarah. Sementara Tante Farah tampak biasa saja, dia pun pamit pulang.

"Erick, Tante sudah simpan nomer Papa dan Mama kamu juga nomer Tante, ya. Jangan lupa pesan kami, jangan sampai terlambat sholat juga jangan begadang."

Sementara aku mengiyakan dan mencium tangan Tante Farah, Mama membuang muka saat mau diajak bersalaman. Aku melihatnya lucu, persis seperti Rere dan Ariel kalau sedang marahan.

Setelah Tante Farah pergi, Mama langsung mengajakku ke dapur. Mengeluarkan belanjaan,ada sedikit rasa haru melihat Mama membeli banyak belanjaan demi aku. Kami memotong buah sama-sama untuk bikin salad, lanjut bikin stik tempe, Mama juga memasak soto ayam kesukaanku. Setelah sholat ashar kulihat Mama sedang menelpon, sepertinya Om Arya yang bicara.

Selesai bicara di telepone, Mama berubah jadi sedikit pendiam. Saat membuat cake cokelat pun tak seceria saat masak tadi. Selesai aku sholat maghrib semua masakan sudah siap, tapi wajah Mama masih terlihat murung. Dapur tampak berantakan.

Karena aku tidak dibiasakan ataupun diajarkan masak, tapi bisa bantu cuci piring, dengan santai mencuci alat-alat bekas masak. Tapi entah kenapa Mama malah marah, katanya nanti aku jadi banci. Waktu kujawab Om Arya juga memasak, toh Mama tetap suka. Mama malah makin kesal, entah apa yang salah, malam itu aku lalui dengan sangat membosankan.

Setelah sholat isya dan makan, Mama masuk ke kamar, sepertinya menangis. Sendirian nonton tv sangat membosankan, bahkan aku tidak bisa main-main game. Arrgghhg ... rasanya sangat menyebalkan, akhirnya aku ketuk pintu kamar Mama.

"Ada apa?" tanya Mama, tampak matanya bengkak, seperti habis menangis.

"Mama lupa ya kalau ada aku di sini. Sudah 2 jam ada di kamar, kalau Mama tidak mau diganggu, besok antar Erick pulang ke Papa," kataku dengan ketus. Langsung ke kamar. Mama menahan pundakku.

"Erick ... bukan begitu, maafkan Mama. Tapi hari ini Mama benar-benar lalui dengan berat. Besok Mama janji kita akan bersenang-senang, oke!" Selesai bicara, Mama mencium keningku dan kembali masuk ke kamar. Ah, kadang dunia orang dewasa begitu menyebalkan dan sangat rumit.

Akhirnya aku pun memilih masuk kamar, tinggal dengan Mama sungguh tidak menyenangkan. Di kulkas ada salad ada cake, masakan kesukaanku semua ada, sayang rasanya tak lagi sama seperti dulu.
Iseng aku telepon Tante Farah sayang nomernya sibuk. Mungkin sedang bicara dengan Papa, karena nomernya juga sibuk.

Tidak tau mau lakukan apa, bingung sendirian, aku merasa asing dengan mamaku sendiri. Mau main game hapenya jelek, akhirnya aku mencoba hubungi Rere. Sudah jam sembilan malam, kalau di tempat Rere pasti sudah jam sepuluh.

[Kamu sudah tidur,Re?]

[Belum, ada apa? Tumben telepon jam segini]

Cek pulsa ternyata isinya banyak, aku pun telepon Rere, kami bercerita seru tentang kawan barunya. Sampai akhirnya waktu kuceritakan kalau sekarang ada di tempat Mama dan sendirian, Rere menangis.

Katanya dia rindu Bunda juga ayahnya. Tak ada yang sayang dengannya, bahkan neneknya pun sibuk kesana kemari dengan teman-temannya. Terkadang pulang sekolah tidak ada makanan. Sering hanya ada mi instan, kalau tidak ya dikasih uang buat beli jajan.

"Rick, kenapa orang dewasa begitu egois, saat mereka jatuh cinta atau kecewa, kenapa tak pernah memikirkan anak-anaknya," kata Rere, tangisnya terdengar memilukan. Tanpa sadar aku pun menangis, beruntung masih ada Papa dan Tante Farah. Ah, besok aku akan bilang Papa supaya mengangkat Rere jadi adikku, biar dia tidak sedih lagi.

Kami bicara sampai pulsakù habis, sudah jam sepuluh malam, Mama masih di kamarnya. Akhirnya kumatikan semua lampu dan pergi tidur. Paginya aku terlambat bangun, lupa nyalakan alarm.

Maaf Mama, Aku Memilih BundaWhere stories live. Discover now