2. Cita-Cita VS Takdir

7.5K 420 3
                                    

Happy Reading

Alfian POV

5 tahun yang lalu adalah tahun terberat bagiku. Fine, memang tahun itu aku diterima di Universitas impianku, tetapi yang membuatku galau yaitu program studi alias jurusan yang mungkin menjadi jodohku eaaaa.

Dari masa SMA aku nggak pernah membayangkan bakal menempuh pendidikan jurusan tersebut. Aku benar-benar tidak mempunyai dasar ilmu tentang jurusan itu.

Accounting alias Akuntansi.

Ya itulah program studi yang bakal aku jalani selama empat tahun menempuh pendidikan di Universitas ini.

Aku lulusan salah satu SMA favorit di kota asalku, kota Surakarta atau lebih akrabnya kota Solo. Aku berasal dari jurusan IPA saat SMA, namun jodoh jurusan kuliah malah di IPS. Ya harus diterima dengan ikhlas dong daripada mengulang tahun depan bikin ribet aja.

Jujur aku memang bermimpi bisa kuliah di salah satu Universitas Negeri Favorit di kota Pelajar. Awalnya aku ingin masuk program studi Teknik Geologi. Dari SMP aku memang sudah menggemari mata pelajaran geografi. Mimpiku yang jelas nggak jauh-jauh dari geografi, maka dari  itu di SMA aku bertekad mengambil mata pelajaran lintas jurusan  geografi.

"Manusia boleh berencana, namun Allah yang menentukan takdir". Itulah kata-kata Bapak dan Ibu untuk mengembalikan semangat ku. Hari itu pengumuman SBMPTN dan aku dinyatakan tidak lolos masuk Teknik Geologi. Aku benar-benar kecewa terlebih dengan diriku sendiri. Semuanya hancur, impian yang ku bangun dari SMP hancur tak bersisa.

"Masih ada jalur mandiri dek, coba aja. Dan kamu kan tes SBMPTN nya saintek-soshum. Coba aja lagi atau nggak pilih jurusan dari soshum" saran dari kakak ku tersayang, Ari Putra Hendrawan. 

"Entahlah mas, aku bingung mau milih jurusan apalagi". Aku benar-benar putus asa.

“Pilih jurusan Akuntansi aja. Prospek kerjanya bagus. Buktinya Ara sekarang kerja di bank yang berkualitas” bujuk Mas Ari.

“Aku tuh beda Mas sama Mbak Ara. Akuntansi memang cita-citanya, sedangkan aku sama sekali nggak pernah minat dengan pelajaran yang berbau ekonomi”.

“Heiii.... kalau kamu kesusahan saat mengerjakan tugas, kan kamu bisa tanya sama Ara”. Modus mu Mas haduhhh.

“Iyaaa biar kamu sekalian modus gitu kan?” dan seketika kami berdua tergelak bersama-sama.

Setelah pergolakan batin selama berjam-jam, akhirnya aku memutuskan untuk membuka website Universitas tersebut dan mendaftar jalur mandiri. Aku memilih beberapa jurusan yang diantaranya Akuntansi. Itu hanya agar Mas Ari nggak ngomel lagi denganku.

5 hari berlalu, hari ini pengumuman jalur mandiri tersebut. Sebenarnya aku sudah malas dan benar-benar pasrah. Biarlah Mas Ari yang membuka pengumuman itu.

“Wowwww it’s amazing. Broo kamu lolos. Gilaa ini keajaiban tau nggak” heboh Mas Ari setelah beberapa menit berkutat dengan laptopnya.

“Arii.....nggak perlu teriak-teriak. Ini di rumah bukan di hutan. Ada apa sih?”omel Ibu yang sedang memasak di dapur.

“Ibu Anita, ini lho anak ibu lolos jalur mandiri Universitas impiannya” jelas Mas Ari.

“Oh ya? Selamat ya Al. Jurusan apa nak?”

“Accounting Bu alias Akuntansi. Itu jurusan dengan prospek kerja terluas”. Semangat Mas Ari yang masih berapi-api.

“Harus banget aku ambil Mas? Kalau nanti aku benar-benar nggak bisa gimana? Kalau ternyata aku salah jurusan gimana? Kan sayang uang Bapak sama Ibu” aku yang tak tahan segera mengutarakan unek-unekku.

Cintaku Seorang Akuntan [TERBIT]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz