4. Alfian si Anti-mainstream

5.1K 353 4
                                    

Happy Reading

Di tempat lain, Alfian yang tengah memeriksa laporan keuangan mingguan dikagetkan oleh seorang sahabatnya dari divisi sebelah.

"Woyyy ngelamun aja Mas bro, ngapain sih sok-sok galau gitu. Nggak pantes elah seorang Alfian Putra Hendrawan galau hahaa," seru Arga. Ya, dia sahabat Alfian.

"Apaan sih nggak galau aku. Cuma kepikiran aja gimana jadinya nanti kalau aku kerja bareng cewek itu. Huffttt"

"Cewek itu? Siapa? Tunggu........jangan bilang kamu ketemu sama mantan gebetanmu itu, ahh siapa namanya lupa aku". Arga adalah saksi betapa seorang Alfian bisa galau berminggu-minggu gara-gara cewek gebetannya tidak jadi satu kampus dengannya. Padahal Alfian tahu kalau cewek itu mempunyai mimpi yang sama dengannya yaitu masuk Universitas favorit di Kota Pelajar itu.

"Rani," jawab Alfian dengan begitu lemas.

"Demi apa? Dia lamar pekerjaan di sini?" heboh Arga yang hanya dibalas anggukan oleh Alfian.

"Terus kalau udah ketemu, kenapa masih galau? Dia udah punya pacar? Atau malah suami?". Arga benar-benar mematahkan semangat Alfian huftt.

"Kalau suami sih kayaknya belum, di jari manisnya aja belum ada cincin. Kalau pacar entahlah, aku nggak tahu".

"Wow kamu memperhatikan dia sampai sedetail itu ya? hahahahaha".

Sepertinya aku salah curhat ke Arga, malah dibully kan jadinya (gerutu Alfian di dalam hati).

"Permisi Pak, rapat untuk menyeleksi calon pegawai baru akan dilaksanakan 30 menit lagi," kata sekretaris Alfian  yang tiba-tiba muncul.

"Oke," jawab Alfian sambil membereskan mejanya.

Saat di ruang meeting, Alfian benar-benar berusaha untuk fokus dengan apa yang dibahas. Badannya memang sediki kurang sehat, namun ini tanggungjawabnya. Setelah meeting satu jam akhirnya terpilih 10 pegawai baru dari puluhan pelamar kerja yang melakukan interview. Pegawai tersebut akan dibagi ke seluruh divisi sesuai dengan kemampuannya.

*****

Alfian POV

Tubuhku kali ini tak dapat diajak kompromi lagi. Setelah meeting dengan kepala divisi, aku segera ijin untuk pulang terlebih dahulu. Motor pun aku tinggal di bank, karena aku tidak ingin kecelakaan kalau mengendara dengan kondisi tubuh seperti ini. Ya, aku memang lebih suka menggunakan motor karena jarak tempat kerja dan rumah tidak terlalu jauh, juga biar bisa menghemat BBM (hemat adalah pemikiran khas anak akuntansi hahaha).

"Lohh Mas Al, kok mukanya pucat banget? Sakit ya?" tanya satpam saat aku sedang menunggu taksi online di depan pintu masuk.

"Iya Pak, paling cuma kelelahan. Saya titip motor ya Pak, takutnya kalau nekad malah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan," jawab Alfian dengan ramah.

Informasi aja, aku di bank terkenal dengan sikap santai dan ramahnya. Jadi kalian nggak akan menemukan sikap laki-laki sok dingin seperti di novel-novel romance yang setia menemani Mbak Ara saat sedang longgar.

Kenapa aku tahu kalau kakak iparku itu suka banget dengan novel?

Ya karena aku sering menginap di rumah Mas Ari. Keponakan ku yang belum genap berusia satu tahun itulah yang menjadi alasan setiap aku menginap di sana. Siapa sih yang nggak tahan nguyel-nguyel pipi gembul baby Rayhan, anak Mas Ari dan Mbak Ara.

Selang 5 menit akhirnya taksi online yang ku pesan datang dan langsung meluncur ke rumah orang tua ku. Sebenarnya aku sudah mempunyai rumah sendiri tepat di sebelah rumah Mas Ari. Tetapi belum ku tempati karena masih dalam proses renovasi.

Sesampainya di rumah, aku langsung disuguhi pemandangan yang bisa dibilang membuatku iri. Bapak dan Ibu sedang bercengkrama di teras rumah sambil berpelukan. Ya Allah Pak Bu, sadar nggak sih anakmu ini belum punya pendamping lho kalian malah asik bermesraan.

"Assalamualaikum pengantin baru......" salamku dengan suara serak menahan pening kepala.

"Waalaikumsalam. Kamu tuh ya ngatain orang sembarangan. Mendingan kamu tuh segera cari pasangan biar bisa dibilang pengantin baru," goda Bapakku yang jarang bicara tetapi sekali bicara langsung menancap di lubuk hati paling dalam.

"Ya habis kalian itu mesra-mesraan jangan di depan orang jomblo dong. Terus kalau masalah pasangan, Alfian udah otw kok, Bapak sama Ibu doakan aja si cewek ini masih single," jawabku lantas berlalu dari pasangan mesra ini.

Tanpa mengganti pakaian, aku langsung merebahkan tubuhku di kasur kesayanganku. Tak lama mataku terpejam dan alam mimpi mulai menjemputku.

Aku terbangun kala mendengar adzan Maghrib. Ternyata aku tertidur 2 jam lebih. Segera ku berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan bergegas ke masjid dekat rumah.

Sepulangnya dari masjid, rumahku mendadak ramai karena ada satu anak kecil yang menggemparkan seluruh orang di rumah. Siapa lagi kalau bukan anaknya Mas Ari yang tengah menjadi primadona di kelurgaku.

Setelah bercengkrama dan makan malam, akhirnya aku undur diri untuk istirahat karena memang aku masih butuh tenaga ekstra untuk penyambutan pegawai baru besok. Satu yang menjadi semangatku untuk sembuh yaitu Maharani Ardhiyanti Putri.

Ngomong-ngomong soal Rani, aku belum mengabarinya kalau besok dia bisa langsung kerja. Ku ambil hp dan mendial nomor Rani. Duhh kenapa jantung ini berdebar masa sih aku sakit jantung padahal nggak ada keturunan penyakit itu hufft.

Panggilan pertama....tidak diangkat

Panggilan kedua......tidak diangkat

Kemana sih ini orang nggak tahu apa jantungku berdetak lebih cepat.

Tiba-tiba......

"Hallo, ini siapa ya?"

"Ehmm ini aku Alfian. Benar ini dengan Rani? Maharani yang tadi interview di bank?" basa-basi dulu lah.

"Oh Pak Alfian, iya ini saya Rani yang tadi interview. Ada apa ya Pak?"

"Saya mau memberi kabar kalau besok kamu ke kantor ya, jam 7 pagi, pakaian formal". Oke, profesional dulu sebelum menuju ke yang lebih pribadi hahahaha.

"Baik Pak, saya akan datang tepat waktu".

"Aku percaya kok kamu nggak akan telat dan mengecewakanku. Btw besok aku tagih janjimu tadi

"Janji? Janji apa ya?"

"Yang katanya mau makan siang bareng kalau ketemu lagi"

"Oh itu, iya besok kalau Pak Alfian ada waktu luang, kita makan siang bareng"

Yesss umpan ku termakan yuhuuuuu

"Nggak keberatan kan kalau di luar kantor panggilnya Mas aja. Kayak dulu gitu"

"Ehmm yaudah boleh Pak ehh maksud saya Mas. Tetapi kalau di kantor besok saya tetap memanggil Pak lho ya"

"Iya terserah kamu, pelan-pelan saja nanti jadi terbiasa"

Tak terasa aku dan Rani ngobrol 2 jam dan itu benar-benar membuatku senang. Dia sudah tak menggunakan kata "saya" melainkan mengganti "aku". Jangan harap kalian menemukan kata "lo-gue", karena tidak pas aja dikatakan oleh orang Solo yang terkenal lemah lembutnya.

Banyak obrolan kami yang terdominasi oleh suaraku tetapi nggak masalah asal dia nggak memutuskan panggilan sepihak aja.

Bahagia itu memang sederhana. Orang yang kita anggap tidak pernah tercapai, nyatanya kini menjadi pendengar keluh kesahku. Sungguh nikmat mana lagi yang akan kau dustakan.

****

Cintaku Seorang Akuntan [TERBIT]Where stories live. Discover now