MRBB|33

3K 104 7
                                    

"Kamu pasti Erland' kan?" tanya pria yang kini berdiri tepat di hadapan Erland. Sontak dahi Erland berkerut ketika menatapnya.

"Iya, saya Erland. Maaf anda siapa?" tanya Erland bingung. Pasalnya ia belum pernah bertemu dengan pria ini, tapi rasanya dia tidak asing bagi Erland.

"Perkenalkan, saya Wijaya. Saya adalah kolega bisnis papa kamu."

"Oh," respons Erland.

Mendengar respons dari pemuda di depannya ini membuat Wijaya tersenyum tipis. Ternyata benar Erland adalah tipikal pemuda yang cuek dan terkesan tidak peduli. Persis seperti apa yang ia dengar dari Bima selama ini.

"Bisa bicara sebentar?" tanya Wijaya.

Mata Erland memicing, bukankah pria ini sudah berbicara sejak tadi? Tapi, meskipun bingung, Erland akhirnya mengangguk juga.

"Bisakah kita mencari tempat lain? Maksud saya, tidak enak jika mengobrol di sini."

Erland mengangguk setuju, dia pun mengikuti langkah Wijaya menyusuri koridor rumah sakit.

"Apakah kamu masih sekolah?" tanya Wijaya memulai percakapan ketika keduanya sudah duduk di kursi tunggu rumah sakit.

Erland mengangguk.

"Sekolah di mana?"

"SMA Andalas," jawab Erland singkat, ia tidak ingin berbasa-basi dengan orang yang baru saja dikenalnya ini.

"Benarkah? Kalau begitu kamu pasti kenal dengan anak saya."

Erland mengalihkan tatapan dari yang tadinya menatap lurus ke depan kini menatap Wijaya. "Siapa?"

"Rassya. Rassya Wijaya Putra. Kenal?"

Erland tersentak, jika Om Wijaya adalah papanya Rassya, itu berarti beliau juga adalah papanya Nada?

"Apa kamu kenal sama anak Om?" Wijaya mengulangi pertanyaannya.

"Iya."

Wijaya tersenyum, "Baguslah."

Tidak ada percakapan setelah itu, sejenak suasana di antara mereka menjadi hening. Akan tetapi, itu tidak bertahan lama karena Erland ingat tujuan awalnya mengapa ia ada di sini. "Apakah anda hanya ingin membicarakan soal ini?"

"Tentu saja tidak, Erland. Ada sesuatu yang penting yang ingin Om sampaikan sama kamu."

Erland mengangkat sebelah alisnya, ia menunggu kalimat apa yang akan dikatakan oleh Wijaya.

"Ini tentang papa kamu."

"Tentang papa?"

"Iya. Saya memang tau banyak hal tentang Bima, karena saya dan dia sudah bersahabat sejak lama. Bima juga sering menceritakan tentang kamu Erland. Bima selalu mengatakan bahwa dia bangga punya anak seperti kamu." Wijaya memberi jeda pada kalimatnya. "Kamu tau, kamu adalah satu-satunya hal yang paling berharga di hidup Bima, dia selalu mengusahakan yang terbaik untuk kamu."

Oh tuhan, sekarang apa lagi ini?

Pikiran Erland kembali berkecamuk, banyak hal berkelebat di pikirannya saat ini. Dalam hatinya yang terdalam Erland merasa senang karena setidaknya Bima masih peduli padanya. Tapi, semua itu ditutupi dengan rasa kecewanya pada Bima selama ini. Dia membenci kenyataan bahwa Bima sama sekali tidak pernah ada untuknya.

"Dan satu lagi, selama ini ada banyak hal yang Bima sembunyikan dari kamu, dia tidak ingin kamu merasa terbebani karenanya. Apa sebelumnya kamu tau kalau selama ini papa kamu punya riwayat penyakit gagal ginjal?"

Tidak. Erland tidak pernah tau soal itu. Erland menggeleng sebagai jawaban.

"Saya sudah menduganya karena saya tau hubungan kamu dan papa kamu memang tidak terlalu baik. Tapi percayalah Erland, papa kamu sama sekali tidak pernah ingin menyakiti kamu, hanya keadaanlah yang menuntutnya bersikap seperti itu. Dia hanya tidak ingin menjadi beban untuk kamu."

My Romantis Bad Boy [Lengkap] (tapi Masih Revisi)✅Where stories live. Discover now