BAGIAN 5

12.1K 584 10
                                    

Pada akhirnya, hidupku memang berbalut luka yang entah kenapa selalu saja terasa sama.
Aku bahkan sempat berpikir, apa bahagia terlalu suci untukku sampai saat ini?

🥀🥀🥀🥀🥀

“Maf ya, Pentry. Arjuna memang begitu anaknya. tetapi dia baik kok sebenarnya,” ucap Rama dengan senyum tipis dengan wajah penuh penyesalan.

Pentry yang ada di dekat Rama hanya mengangguk pelan. Dia mencoba mengerti dan memaklumi apa yang dilakukan Rama. Lagi pula ketika di dalam, pemuda tersebut sudah melindunginya.

“Kamu belum pernah masuk ke sana?” tanya Rama mencoba memecahkan keheningan di dalam mobilnya. Namun, lagi-lagi hanya anggukan yang di terimanya dari Pentry, membuat Rama mengulum senyum dengan gelengan pelan.

Rama terkekeh kecil dan menatap Pentry lekat. “Kamu memang jarang berbicara, Pentry?” ujar Rama dengan tatapan menyelidik. Pasalnya, dia memang jarang melihat Pentry berbicara dengan tema satu kampusnya.

Pentry menatap ke arah Rama dan mengulas senyum. “Terkadang saja,” jawab Pentry singkat.

“Oh iya? Jadi, apa yang membuatmu mau berbicara dengan seseorang? Aku rasa aku akan melakukannya untuk membuatmu berbicara kepadaku. Bagaimana?”

Pentry lagi-lagi hanya tersenyum krcil dan menatap jalanan. Dia mengabaikan ucapan Rama yang sempat mengusik perasaannya. Namun, lagi-lagi dia teringat dengan seseorang yang melarangnya untuk memiliki teman dengan jenis kelain berbeda.

Jangan mau berteman dengannya, Pentry, jangan. Nanti kamu kena masalah lagi, batin Pentry dengan jemari meremas pelan tas yang sudah diletakan di pangkuan.

Rama yang sejak awal tidak mendapat respon baik hanya diam. Meski sesekali mataya melirik ke arah Pentry yang tidak mau menatap ke arahnya sama sekali, menimbulkan rasa penasaran yang kian membuncah.

Rama menghela napas perlahan dan  menepikan mobilnya di pinggir jalan, membuat Pentry yang saat itu tengah melafalkan doa menatap ke arah Rama dengan pandangan bingung.

“Kenapa berhenti?” tanya Pentry dengan raut wajah takut. Dia takut jika nantinya Rama akan mengajak ke salah satu tempat aneh yang menjadi tempat berkumpulnya Rama selama ini.

Rama menatap ke arah Pentry dan tersenyum lembut. “Aku mau makan dulu, Pentry. Memangnya kamu gak lapar?” jawab Rama sembari menunjuk ke arah pedagang ketoprak pinggir jalan.

Pentry yang melihat Rama hendak membuka pintu segera menghentikannya cepat, matanya menatap ke arah pria tersebut dengan perasaan yang sudah bercampur aduk.

“Rama, bisa kita pulang ke rumah secepatnya? Sekarang sudah hampir pukul delapan dan aku harus pulang,” ucap Pentry dengan tatapan memohon.

“Hanya sebentar, Pentry,” ujar Rama meminta pengertian.

Pentry yang mendengar menarik napas perlahan dan mengembuskannya pelan. “Aku akan pulang sendiri saja, Rama. Aku juga tidak memintamu untuk mengantarku. Terima kasih untuk kali ini.”

Rama yang mendengar menghela napas keras dan menatap Pentry lekat. “Baiklah. Aku akan mengantarmu sekarang, Pentry. Jadi, jangan turun dari sini.”

Pentry yang awalnya sudah berniat membuka pintu menatap ke arah Rama dengan tatapan lekat. dia hanya diam dan kembali menatap jalanan yang mulai menggelap. Sampai perasaan berkecambuk yang mulai merasuki hatinya.

Aku harap semua akan baik-baik saja, batin Pentry penuh permohonan.

🍁🍁🍁🍁🍁

Lima belas menit perjalanan hingga pada akhira Rama menghentikan mobil di depan rumah sederhana. Matanya menatap rumah dengan cat kuning yang ada di sebelahnya. Pentry menatap ke arah Rama dan tersenyum tipis.

“Terima kasih sudah mengantar dan maaf aku tidak bisa menawarimu mampir, Rama,” ucap Pentry dengan ekspresi cemas.

“Tidak masalah, Pentry. Lagi pula aku juga sudah mau pulang,” jawab Rama dengan tatapan lekat

Penty hanya menganggukdan segera turun dri mobil. Matanya menatap mobil yang ada di depan rumahnya sampai tidak lagi terlihat. Helaan napas terdengar frustasi ketika matanya menatap rumah yang menjadi tempatnya singgah.

“Aku harap tidak ada yang melihat,” ucap Pentry yang langsung melangkah melewati halaman rumahnya. Dia takut jika neneknya mengetahui.

Pentry menatap rumah yang terlihat tenang, sampai pintu rumahnya terbuka, menampilkan wanita dengan wajah yang mulai mengerut menatapnya tajam. Seketika, Pentry terdiam dan menghentikan langkahnya.

“Bagus. Jam segini baru pulang sama cowok pakai mobil. Bagus, Pentry!” teriak wanita di hadapannya dan langsung melangkah mendekat.

Plaakk..

Pentry tersentak ketika sebuah tamparan mendarat di pipi mulusnya. Matanya menatap Endang-neneknya dengan air mata menggenang.

“Dari mana kamu, hah? Dibayar berapa kamu sampai pulang larut?” bentak Endang menunjukan wajah tidak suka.

“Pentry gak melakukan itu, Nek. Pentry hanya menumpang sampai rumah,” jelas Pentry dengan air mata mengalir.

“Dasar pembohong. Kamu sama saja seperti mama kamu. Wanita murahan! Kamu gak seharusnya ada di rumah ini!” Endang menatap petry dengan tatapan penuh kebencian.

Pentry hanya diam ketika menerima pukulan dari neneknya secar betubi. Dia hanya bisa menyingkir, tetapi neneknya tetap saja mengejar tanpa henti.

“Nenek, sakit, Nek, berhenti,” ucap Pentry penuh permohonaan.

Pentry menahan rasa sakit karena ulah neneknya. Sampai sebuah tangan menarik dan mendekapnya erat. Matanya menatap wanita yang sudah menjadi tameng untuknya selama ini.

“Ma, sudah, Ma. Pentry baru saja pulang dan Mama sudah menyiksanya. Berhenti menyakiti anakku, Ma,” teriak Audi dengan air mata berlinang.

Endang menghentikan gerakannya dan menatap kedua wanita yang tengah berpelukan dengan rahang mengeras. “Kalian berdua memang pembawa sial!”

Audi hanya diam ketika Endang memakinya. Matanya hanya menatap mama mertua yang sudah pergi meninggalkan mereka. Perlahan, tangannya mengelus pelan pucak kepala anaknya dan menatap Pentry lembut.

“Kamu baik-baik saja, sayang?” tanya Audi dengan tatapan lembut.

Pentry menghapus air matanya dan tersenyum tipis. “Tidak apa, Ma. Lagi pula nenek pukulnya tidak keras,” jawab Pentry berbohong. Dia tidak mau jika mamanya menjadi cemas.

Audi yang mendengar mengulum senyum dan mengangguk pelan. “Kita masuk ke dalam, ya. Mama yakin kamu belum makan. Lain kali jangan pulang malam lagi ya, sayang.”

Pentry mengangguk dan terseyum tipis. “Iya, Ma. Maaf karena Pentry terlambat.”

Audi mengangguk mengerti dan melangkah masuk bersama dengan anaknya. Mencoba memasuki rumah yang terasa seperti neraka untuknya.

🍁🍁🍁🍁🍁

Hallo sayang-sayang Kim. Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan like, comment. Tambahkan ke perpustakaan kalian juga ya sayangkuh. Mau lebih dekat dan selalu tahu info cerita dan juga upate cerita Kim? Kalian bisa follow instagram Kim di @kimm.meili ya sayangkuh. See you next chapter dan jangan bosan terus mengikuti kisah mereka.

Salam sayang dari Kim baby 😘😘

My Secret WifeWhere stories live. Discover now