BAGIAN 44

7.1K 392 0
                                    

Apa sejak dulu cinta memang serumit ini? Kenapa rasanya aku tidak pernah mengerti semuanya?

Arjuna

🥀🥀🥀🥀

Pentry menatap Arjuna yang ada di dekatnya lekat. Matanya mengamati pria yang sejak tadi hanya bungkam dan tidak menatapnya sama sekali. Membuat keningnya berkerut bingung. Pasalnya, dia merasa hubungannya dan Arjuna baik-baik saja. Namun, saat ini dia merasa ada hal berbeda dengan suaminya, membuat perasaannya semakin tidak tenang.

“Jun,” panggil Pentry pelan. Matanya masih tetap mengamati Arjuna yang tidak berekspresi apapun.

Arjuna hanya bergumam menanggapi panggilan dari wanita di dekatnya. Dia tidak berniat membuka mulut dan hanya fokus dengan jalanan. Mengatur perasaan aneh yang tiba-tiba saja menyerang.

“Kamu marah denganku?” tanya Pentry dengan suara lirih. Mengamati wajah menakutkan yang membuatnya sedikit takut.

“Marah kenapa?” Arjuna malah balik bertanya. Namun, matanya tidak menatap Pentry sama sekali. Tangannya sibuk mengemudi dan menatap jalanan lekat.

“Aku juga tidak tahu. Hanya saja, aku merasa sikap kamu berbeda dengan pagi tadi. Sekarang kamu terlihat pendiam dan dingin seperti dulu,” jawab Pentry lirih.

Arjuna hanya diam. Dia tidak menghiraukan Pentry sama sekali. Hatinya masih terasa kacau. Apa aku harus menanyakan mengenai rencananya pergi?, batin Arjuna merasa tidak tenang.

Suasana di dalam mobil menjadi sepi. Tidak ada suara dari keduanya. Hanya ada suara musik pop yang diputar sepanjang perjalanan. Hingga sebuah deheman keras mulai terdengar, membuat Pentry menatap ke arah Arjuna bingung.

Dia kenapa?, batin Pentry.

“Berapa usia kandunganmu saat ini, Pentry?” tanya Arjuna meragu.

“Tujuh bulan. Kenapa?” ucap Pentry dengan tatapan polos.

“Hanya menanyakan saja. Berarti sebentar lagi dia akan segera lahir,” ujar Arjuna memecah keheningan.

Pentry yang ditanya hanya bergumam kecil. Matanya menatap ke arah perut yang sudah membuncit dan mengelus pelan. Rasanya sakit ketika sebuah kebahagiaan yang datang menjadi sumber perpisahannya dengan sang suami.

Itu artinya, hanya dua bulan lagi aku bersama denganmu, batin Pentry dengan perasaan pilu.

“Aku rasa dia akan mirip denganmu nantinya,” kata Arjuna berbasa-basi.

Tetapi aku berharap dia mirip denganmu, Jun. Setidaknya aku bisa menatapnya untuk mengenangmu, batin Pentry sembari menahan air mata.

“Apa kamu senang dia akan lahir?” tanya Arjuna pelan. Kali ini, matanya memandang ke arah wanita tersebut dan menghentikan mobil.

Pentry yang ditanya diam. Apa dia senang? Jika pertanyaan Arjuna mengenai kelahiran anaknya, tentu saja jawabannya iya. Dia sangat senang dan bersyukur memiliki seorang anak dan dia berharap anaknya sehat. Namun, jika pertanyaan Arjuna mengenai hubungan yang akan terpisah saat bayinya lahir, jawabannya adalah tidak. Hal yang membuat Pentry memilih diam dan tidak berniat menjawab.

“Pentry,” panggil Arjuna pelan. “Apa kamu bahagia dengan kelahirannya?” ulangnya pelan.

Pentry menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Dia mulai mengangguk mengiyakan dan mengulas senyum tipis. “Tentu saja aku suka dengan kelahirannya, Arjuna. Dia anakku dan aku harap dia dapat lahir dengan sehat. Aku juga ingin membesarkannya dan memberikan kebahagiaan,” jelas Pentry dengan penuh keceriaan.

Arjuna kembali diam. Rasanya tidak rela mendengar pernyataan Pentry. Bahkan, tangannya sudah meremas kemudi erat. Mencoba meredam sakit yang tanpa disadari datang. “Itu artinya sebentar lagi kamu akan pergi?” tanya Arjuna lirih.

Pentry mengangguk pelan dan menunduk sedih. “Iya,” jawabnya lirih.

Suasana kembali sunyi. Bahkan, hiruk pikuk kendaraan di sekitarnya tidak terdengar sama sekali. Semua sibuk dengan pemikiran masing-masing. Tidak ada yang membuka percakapan. Hingga akhirnya, Arjuna menghela napas kasar dan menatap Pentry lekat.

“Aku janji denganmu, Arjuna. Aku akan menjelaskan semuanya dengan Selvi sebelum aku pergi. Aku akan membuatnya yakin bahwa memang hanya dia yang kamu cintai,” sela Pentry dengan senyum tipis. Mencoba menguatkan perasaan yang semakin merapuh.

Apa kamu suka dengan itu? Apa aku terlalu membuatmu sengsara, batin Arjuna. Dia mengurungkan niatnya untuk mengatakan sesuatu dan memilih diam. Matanya kembali menatap jalanan dan kembali melajukan mobil.

Pentry menatap ke arah kaca di dekatnya dan membelakangi Arjuna. Perlahan, air matanya mulai menetes pelan. Namun, dengan cekatan jemarinya segera menghapus air mata tersebut. Mengembuskan napas pelan dan menekan rasa sakit yang dirasakan.

Setidaknya hanya itu yang dapat aku lakukan, batin Pentry dengan perasaan sedih.
_____

“Kamu baru saja bertemu dengan Pentry?”

Rama yang mendengar mendongakan kepala dan menatap Hani lekat. Dia mengangguk pelan dan mengulas senyum tipis. “Kenapa kamu ada di sini?”

“Aku mencarimu,” jawab Hani pelan. Dia segera duduk dan mengambil buku tebal dan memberikannya kepada pemuda tersebut. “Ini buku yang kamu butuhkan. Aku menemukannya di perpustakaan dan meminjam. Hanya ada tiga di sana dan aku menemukannya satu,” lanjut Hani pelan.

“Terima kasih,” ucap Rama dengan senyum kecil. Rasanya tidak memiliki semangat sama sekali.

Hani yang melihat tersenyum kecil. “Kamu memikirkan sesuatu?” tanya Hani. Matanya masih menatap lekat ke arah Rama yang kembali diam.

Rama menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Aku mau menanyakan sesuatu denganmu boleh?” Rama menatap ke arah Hani lekat. Hingga sebuah anggukan kecil terlihat dari arah gadis tersebut.

“Kenapa seorang wanita tidak pernah mengatakan kalau dia menyukai seseorang? Padahal kalau dia mengatakan semua isi hatinya, itu akan lebih baik. Namun, banyak sekali orang yang enggan mengatakan apa perasaannya dan memilih diam,” lanjut Rama dengan penuh antusias.

Hani yang mendengar terkekeh kecil. Rasanya dia seperti mendapat pertanyaan untuk hatinya sendiri. Membuatnya semakin terkekeh kecil. Perlahan, dia mulai mengatur perasaannya. Setelah dirasa sudah siap, dia segera menatap ke arah Rama dan menatap serius.

“Kamu tahu, Rama. Seorang wanita memilih diam dan menyembunyikan perasaan karena banyak faktor, salah satunya karena dia takut pria yang dicintainya akan pergi saat dia jujur. Dia takut akan kehilangan orang tersebut. Itu sebabnya dia memilih diam dan memendam semuanya,” jelas Hani dengan pandangan mengawang. Mencoba mengingat bagaimana pearasaannya dengan Rama.

“Kalian mahluk Tuhan paling aneh. Padahal bilang saja juga tidak masalah, kan? Dari pada menerka-nerka rasa seseorang yang jelas dia tidak akan tahu,” celetuk Rama dengan tawa kecil.

“Karena kami takut kalau orang yang dicintai akan pergi. Kamu tahu? Bahkan dengan melihat seseorang yang dicintai bahagia, dia akan mencoba bahagia. Kamu tahu? Itu kenyataan dan bukan omong kosong semata,” sahut Hani masih menatap Rama lekat.

Rama yang tertawa menghentikan tawa. Merubah duduknya menjadi menatap Hani sepenuhnya. “Sepertinya kamu tahu banyak mengenai itu. Apa kamu cukup berpengalaman?” tanya Rama sembari mengulas senyum manis.

“Tentu saja,” jawab Hani bersemangat. “Aku bahkan sudah sangat lama menjadi seseorang yang mencintai dalam diam.”

“Iyakah? Apa aku mengenalnya?” Rama menatap Hani penuh semangat.

“Sangat,” jawab Hani lirih.

“Sangat?” ulang Rama dengan wajah berpikir. Mengingat siapa saja yang dekat dengan Hani dan dirinya.

“Iya karena orang yang selama ini aku cintai dalam diam adalah kamu,” putus Hani dengan tatapan sendu. Dia sudah siap dengan apa yang akan Rama lakukan. Termasuk kehilangan pemuda tersebut.
_____

My Secret WifeWhere stories live. Discover now