BAGIAN 48

7.2K 390 7
                                    

Jika kamu tidak ingin bersama, jangan buat aku merasa seolah kamu begitu mengharapkanku

🥀🥀🥀🥀🥀

“Apa yang mau kamu katakan, Rama?” tanya Hani sembari menghentikan langkah. Matanya menatap ke arah Rama yang tengah berdiri di depannya dengan pandanga lekat. Mengamati punggung yang sejak tadi tidak berbalik menatapnya.

Rama menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Mencoba menenangkan perasaan yang tidak karuan. Bahkan dia sampai tidak bisa tidur dengan nyenyak karena ulah Hani yang menyatakan perasaan tanpa pemberitahuan. Pikirannya terus melayang membayangkan wajah penuh luka yang gadis tersebut tunjukan.

Rama mulai membalik badan dan menatap Hani lekat. Mulutnya masih tetap bungkam. Menghadirkan sunyi diantara keduanya. Hani sendiri hanya diam, menanti apa yang akan dikatakan pemuda di depannya.

Satu menit.

Dua menit.

Lima menit.

Hani yang merasa kesal dengan kediaman Rama mulai menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Sebenarnya apa yang ingin kamu katakan, Rama? Aku tidak ada waktu untuk saling tatap dan diam seperti ini,” ucap Hani mulai memecah keheningan.

Rama masih saja diam. Matanya asyik mengqmati Hani yang terlihat kesal di depannya. Hingga dia melihat gerakan Hani yang siap meninggalkannya, membuat tangannya refleks dan mencegah Hani untuk pergi.

Hani mengembuskan napas kasar dan menatap Rama dengan tatapan putus asa. “Apa yang sebenarnya kamu mau, Rama? Sejak tadi kamu hanya diam dan aku harus segera menyelesaikan tugasku. Kalau memang tidak ada yang perlu kamu katakan, lepaskan aku.”

“Aku mengajakmu berbicara bukan untuk berdebat, Hani. Jadi, bisa tolong kamu tahan emosimu?” celetuk Rama mulai membuka suara. Dia tahu saat ini Hani dengan dilanda perasaan kesal.

Hani hanya diam dengan pandangan kesal. Dia memilih menurut ketika Rama mengajaknya melangkah ke salah satu bangku di taman kampus. Matanya tidak menatap ke arah pemuda tersebut. Membuat Rama menghela napas, berusaha lebih sabar dari sebelumnya.

“Kamu marah sama aku?” tanya Rama sembari menatap Hani lekat.

Bukan marah, tetapi aku malu. Kemarin aku seperti wanita bodoh yang mengatakan isi hati. Astaga, batin Hani merutuki kesalahannya.

“Maaf karena sempat mengira perasaanmu hanya lelucon,” sambung Rama karena Hani tidak juga menyahut.

“Rama,” sela Hani, membuat ucapan Rama menjadi terhenti. “Bisa kita jangan bahas itu? Aku tidak marah denganmu. Kemarin aku hanya terbawa suasana karena kamu menawarkan diri dengan Pentry. Aku hanya kesal sekilas saja. Sekarang aku sudah bisa berpikir jernih dan maaf untuk yang kemarin,” jelas Hani dengan pandangan cemas.

Rama yang mendengar terdiam. Menatap ke arah Hani semakin bingung. Semalaman aku tidak bisa tidur hanya karena dia dan sekarang dia bilang hanya kesal sesaat? Memangnya dia pikir perasaanku apa, gerutu Rama dalam hati.

“Bisa kamu lupakan itu? Bisa kita menjadi seperti dulu?” ujar Hani merasa tidak enak.

“Apa mengenai ungkapanmu kemarin tidak serius? Apa sebenarnya kamu tidak cinta sama sekali denganku?” celetuk Rama dengan tatapan serius.

“Mengenai itu, aku – aku tida....”

“Aku tahu semua yang kamu katakan memang benar, Hani. Kamu benar mencintaiku,” potong Rama penuh rasa percaya diri.

Hani semakin gusar karena pemuda di depannya menatap semakin lekat. Ditambah Rama yang mulai mencondongkan tubuh dan berhenti tepat di depan wajahnya. Membuat hatinya semakin tidak karuan.

Dia ini kenapa, batin Hani merasa kesal.

“Terima kasih karena sudah mencintaiku selama itu, Hani. Terima kasih karena kamu selalu ada di dekatku. Selalu membantuku. Maaf karena selama ini aku tidak pernah peka dengan perasaanmu,” ucap Rama lirih. Tangannya meraih jemari Hani pelan dan meremasnya lembut.

“Aku tidak marah sama sekali dengan itu. Aku malah senang kamu menyadarkanku. Kamu tahu? Karena ucapanmu kemarin, semalam aku benar-benar tidak bisa tidur, Hani,” sambung Rama.

“Apa?” Hani membelalak dengan pandangan tidak percaya.

Rama terkekeh kecil melihat ekpresi Hani dan mengangguk pelan. “Aku terus kepikiran dengan apa yang kamu katakan. Aku juga sudah menetapkan apa yang akan aku lakukan.”

Hani diam, menunggu apa yang akan dikatakan Rama selanjutnya. Dia merasa penasaran dengan keputusan pemuda tersebut. Hingga sebuah senyum manis tercipta di bibir Rama, membuat Hani semakin mengerutkan kening bingung.

“Aku memutuskan akan belajar mencintaimu, Hani. Aku mau kamu sabar menghadapiku,” ujar Rama dengan senyum tipis.

“Apa?”

“Aku mau berpacaran denganmu. Kita mulai semuanya dari awal. Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu,” jelas Rama sembari mendekap Hani erat.

“Lalu Pentry?” cicit Hani merasa tidak nyaman.

“Aku pastikan dia juga akan mendapat kebahagiaan yang lain,” tegas Rama dengan senyum kecil.
_____

“Arjuna, nanti kamu tidak perlu menjemputku. Hari ini aku ingin berkunjung ke rumah mama. Sudah lama aku tidak menjenguknya,” ucap Pentry dengan seyum tipis.

“Kamu yakin tidak mau aku antar?” tanya Arjuna memastikan.

Pentry mengangguk semangat. Matanya menatap Arjuna penuh harap. Membuat pria tersebut memutuskan mengangguk dan setuju dengan permintaan sang istri. Membuat Pentry langsung membelalak dengan kedua sudut bibir yang mulai tertarik, menghadirkan senyum bahagia yang membuat Arjuna tertawa kecil.

“Terima kasih,” ucap Pentry dengan wajah riang.

“Kamu suka?” tanya Arjuna memastikan.

Pentry mengangguk pelan. “Sangat.”

Semoga ini bisa membuatmu nyaman bersamaku, batin Arjuna penuh harap. Tangannya mulai terulur dan mengusap puncak kepala Pentry pelan. Membuat gerakan Pentry terhenti. Menatap Arjuna dengan pandangan yang sulit diartikan.

“Kalau Rama memberikan tumpangan jangan mau ya,” pinta Arjuna dengan suara lirih.

Pentry yang mendengar mengangguk pelan dengan tatapan polos. Bahkan, wajahnya lebih terlihat seperti orang bodoh dibandingkan dengan julukannya mahasiswi terbaik di kampus.

Arjuna yang melihat mencubit pelan pipi Pentry, membuat wanita tersebut tersadar dari lamunan. Matanya menatap ke arah Arjuna dengan senyum bahagia. Mencoba menahan detak jantung yang kian bergemuruh.

“Aku akan jemput di rumah mama saja, ya? Jadi, kamu jangan pulang kalau aku belum datang,” ucap Arjuna dengan sorot mata tegas.

“Iya. Aku akan menunggumu,” jawab Pentry dengan pandangan malas. Dia mulai mengemasi barang bawaannya dan menatap Arjuna lekat. “Aku masuk dulu,” ujar Pentry meminta izin.

Arjuna hanya diam, tetapi tangannya dengan cepat meraih lengan Pentry dan meremas pelan. Hingga dia memutuskan untuk mendekat dan secepat kilat mencium bibir Pentry. Hanya sekilas karena dia segera menjauhkan tubuh dan menatap mata teduh istrinya lekat.

“Jaga diri. Jangan sampai kelelahan dan jaga bayi dalam kandunganmu. Jangan sampai ada yang menyakitinya lagi,” ucap Arjuna sembari mengelus pelan perut membuncit Pentry.

Pentry belum sempat menjawab ketika Arjuna menunduk dan mengecup pelan bagian perutnya. Setelahnya, dia hanya menatap dengan senyum tulus yang tidak Pentry lihat sama sekali.

“Jangan buat mama susah ya, sayang,” bisik Arjuna membuat hati Pentry semakin mencelos sakit.

Jangan bertingkah seolah kamu menginginkannya, Jun. Jangan buat aku memiliki perasaan denganmu, batin Pentry sedih.
_____

My Secret WifeWhere stories live. Discover now