Obat Yang Salah

458 27 2
                                    

"Menangislah tidak perlu untuk menahannya....".

Hinata mengenal sumber suara yang mencoba menenangkannya. Hanya saja ia lebih memilih diam dan memeluk lututnya. Ia tidak tertarik dengan sosok yang tiba tiba hadir di kehidupannya. Dan lagi mengingat kembali adegan demi adegan di handphone gaara membuatnya tidak bisa mengikuti jam pelajaran selanjutnya. Ia tak ingin orang lain melihat mata sembabnya yang terlalu lama menangis di waktu jam istirahat. Ia pun memilih memasuki perpustakaan dan duduk di sudut ruangan yang di apit rak buku yang menjulang tinggi. Berharap tidak ada yang menyadari keberadaanya ia pun duduk meringsut dengan kaki ditekuk dan memeluk lututnya. Namun tanpa di sadarinya sosok pemuda tampan menghampirinya dan mencoba menenangkannya dan hal itu tidak di inginkan oleh hinata.

"Di khianati itu memang sakit, tapi...... dari rasa sakit itu kita bisa belajar untuk tidak mempercayainya lagi."

'Bagaimana ia bisa tahu' fikir hinata. Ia pun mendongakan kepalanya. Menatap sang pemuda yang duduk tepat di depannya. Dan sang pemuda tak ingin menghilangkan kesempatannya. Ia pun memberikan sapu tangannya pada hinata namun yang ia dapat sebuah penolakan dari hinata.

Hinata berdiri dan mengambil asal deretan buku yang ada disampingnya. Ia pun duduk di kursi tempat pembaca dan membuka bukunya. Berpura pura sibuk dengan kegiatan membacanya.

Sasuke kembali mengikuti hinata dan duduk disampingnya. Usahanya tak mengecil sedikitpun dengan masih memberikan sapu tangannya, meletekannya tepat di samping buku yang di baca hinata. Matanya sesekali melihat wajah hinata yang datar tanpa ekpresi. Ia pun mengabaikan bukunya dan memilih menghibur hinata.

"Kenapa kamu tidak masuk kelas? Tidak biasa nya kamu bolos". Namun ucapannya tidak mendapatkan respon dari hinata. Ia pun tak kehilangan akal untuk mengalihkan topik pembicaraanya. "Kalau tidak salah akhir pekan ini sekolah kita mengadakan festival. Apa kamu juga ikut mengisi acaranya?".lanjutnya

'Apa maksudnya coba' pikir hinata. Ia pun menunjukan kalimat yang ada di depan mejanya dengan tulisan Dilarang ngobrol. Sasuke melihatnya dengan tersenyum. Meski hinata tidak mengeluarkan satu kata pun namun dengan merespon usahanya untuk mencoba ngobrol membuatnya  senang. Ia pun berpura pura sibuk membaca buku yang sesekali melirik ke wajah hinata dan tersenyum.

Untuk kali ini ia ingin egois. Merasa senang di atas penderitaan orang lain. Untuk lebih dekat dengan sang pujaan hati meski harus menyakiti perasaan sang gadis. Ia merasa apa yang dilakukannya benar dan terbayar atas segala usahanya untuk lebih dekat dengan hime. Ia tak memperdulikan ada banyak hati yang tersakiti. Baginya ini adalah kesenangan yang setimpal dengan waktu yang ia selalu tunggu.

Mereka hanya saling diam  dan sibuk dengan fikirannya masing masing hingga bel jam pelajaran selesei berbunyi. Namun hinata tidak mempedulikannya dan masih sibuk dengan dunianya. Ia hanya tak ingin pulang sekolah dengan keadannya yang jauh dari kata baik. Matanya yang sembab dan rambut sedikit berantakan serta seragam yang mulai kusut akibat terlalu lama memeluk lutut. Ia pun mengeluarkan ponselnya dan mencoba memberi pesan pada saudaranya untuk menjemputnya. Selang beberapa menit ia mendapatkan pesan yang membuatnya kecewa dengan saudaranya tidak bisa menjemputnya. Ia pun menempelkan pipinya pada meja dan menatap arah sampingnya. Dahinya berdenyit melihat sosok pangeran es masih setia di sampingnya dan menatapnya dengan senyumannya yang membuat hinata semakin merasa aneh. 'Kenapa ia masih ada disini' fikir hinata. Ia pun membalikkan wajahnya menghadap tumbukan buku yang ia bawa.
.
.
.
.
.

"Naruto kuuuunnn tungguuuu!" Teriak shion mengejar langkah naruto yang semakin cepat. Ia berusaha menggapai tangan naruto dan mendapatkannya namun segera naruto menolaknya.

"Kamu kenapa sih! Tidak biasanya seperti ini".

Naruto kembali melanjutkan langkahnya. Mengabaikan kalimat shion dan berjalan dengan cepat. Shion pun mengikuti naruto dan berusaha mengimbangi langkah naruto.

CDH Where stories live. Discover now