[5]; Dongeng Enteng Mang Jaya

87 7 8
                                    

Topik riset: Tokoh Dunia Nyata Yang Diidolakan
[Mang Jaya]
Publikasikan: 27 Maret 2020

Ditulis oleh: Cuzhae / Lufanis Melif Syifa


.
.

.
.

Radio dan Dongeng Enteng Mang Jaya

Hai Sahabat RAWS, apa kalian masih mendengarkan siaran radio? Atau paling tidak kalian pasti pernah kan jadi pendengar setia radio pada zamannya. Nah, riset yang akan Cuzhae tulis sekarang ini, menceritakan tentang seorang pendongeng Bahasa Sunda dari Kota Kuningan, Jawa Barat.

Bagi kami, masyarakat Kuningan, tentu sudah tidak asing lagi jika mendengar nama Mang Jaya. Meskipun di era digital saat ini, pendengar setia siaran radio sudah sangat berkurang, dan mungkin hanya segelintir orang saja yang masih setia medengarkan radio.

Jika kita flashback ke era 90-an, zaman dimana siaran radio Rasilima (Radio Siaran Linggarjati Utama) menjadi siaran yang paling ditunggu-tunggu masyarakat Kuningan dan sekitarnya. Maklum saja pada masa itu siaran televisi belum seperti sekarang yang menawarkan banyak pilihan, lagipula hanya sedikit saja rumah yang memiliki televisi.

Setiap pukul 11 siang, pukul 3 sore dan pukul 8 malam, siaran radio Rasilima akan menyiarkan sebuah acara yang bernama “Dongeng Enteng Mang Jaya”. Acara ini adalah cerita bersambung yang disampaikan dengan bahasa Sunda. Mang Jaya sendiri yang langsung membawakan acara tersebut, live ya, kawan-kawan.

Kenapa disebut Dongeng Enteng, itu karena cerita dalam siaran ini menggambarkan kehidupan keseharian masyarakat Sunda yang mudah dicerna oleh semua kalangan, termasuk anak-anak, juga dialog bahasa Sunda yang penuh dengan candaan khas Mang Jaya.

Cerita garapan Mang Jaya sendiri sebagian besarnya memang menceritakan kehidupan masyarakat pedesaan di tanah Parahyangan. Kekhasan Mang Jaya yang selalu membawakan dongeng dengan gaya yang sederhana tersebut memang begitu melekat di hati masyarakat.

Wilujeng tepang sareng Dongeng Enteng pangbeberah manah garapan Mang Jaya, sapara kanca,

(“Jumpa lagi dengan Dongeng Enteng penghibur hati karya Mang Jaya pendengar sekalian,”)

Begitulah sepenggal kalimat yang kerap diucapkan Mang Jaya saat memulai dongengnya.

Meski terkesan sederhana, namun Mang Jaya tetap menerapkan kaidah bahasa yang tepat. Undak-usuk atau kaidah tata bahasa Sunda tetap digunakan Mang Jaya untuk memberi edukasi sekaligus melestarikan bahasa Sunda buhun yang saat ini hampir tak lagi dikenali oleh generasi muda.

Ada satu hal yang membuat Mang Jaya tiada duanya di hati para penggemarnya, yaitu beliau bisa mengubah-ngubah jenis suara. Mulai dari suara anak-anak, dewasa, laki-laki dan perempuan. Jadi, meskipun dia hanya sendirian, tetapi cerita itu menjadi hidup seolah-olah banyak orang yang berperan dalam berdialog.

Mang Jaya begitu piawai menyihir para penyimaknya ke dalam cerita. Genre dongeng yang dibawakannya juga macam-macam, mulai dari cerita misteri, percintaan, epik dunia persilatan pokoknya nggak bikin bosan. Satu buah dongeng bisa sampai bersambung hingga lebih dari satu bulan. Setiap episode panjangnya satu jam, dan selama dongeng berlangsung biasanya diselingi oleh alunan musik, kecapi-suling, Cianjuran, kendang penca, degung atau yang lainnya, bergantung pada situasi atau gambaran dari isi dongeng tersebut.

Oh, ya, ada kata-kata yang khas banget sebelum iklan pasti Mang Jaya selalu bilang, “Ngaso heula, ah…” (Istirahat dulu, ah .…)

Selain itu, banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari Dongeng Enteng Mang Jaya. Di antaranya adalah pembelajaran tentang nilai-nilai moral kebaikan dan perlunya membela kebenaran. Setiap orang yang membela kebenaran dan menumpas kejahatan akan dimenangkan dalam cerita ini.

Dengan Dongeng ini juga, anak-anak secara tidak langsung diajarkan nilai-nilai moral tentang bagaimana menghargai orang tua, pentingnya kejujuran dan nilai-nilai kebaikan lainnya yang perlu dimiliki oleh seorang anak.

Selain menceritakan kehidupan sehari-hari, Mang Jaya juga kerap menceritakan dongeng yang bersumber dari cerita rakyat, dan atau kearifan lokal yang dianut masyarakat di Jawa Barat. Lebih dari itu, Mang Jaya selalu menekankan pesan moral, etika dan kehidupan beragama (Islam) yang kental.

Seperti yang kita tahu, bahwa pesan moral yang disampaikan lewat dongeng sangat efektif karena sifatnya tidak menggurui tetapi digambarkan dalam sosok seseorang, sehingga anak-anak ingin mencontohnya.

Tapi, kawan-kawan, yang paling penting dari itu semua adalah, Dongeng Enteng merupakan sarana melestarikan sastera dan bahasa ibu yaitu bahasa Sunda.

Dari dongeng Mang Jaya, kita bisa belajar seluk-beluk bahasa baik itu peribahasa, tingkatan-tingkatan pemakaian bahasa dan sastra Sunda dari Mang Jaya. Lewat dongeng itu Mang Jaya mengajarkan bagaimana seharusnya bahasa yang halus dan kasar digunakan. Basa Sunda yang memang mempunyai tingkatan-tingkatan (hirarki) dalam penggunaannya diajarkan dalam dongeng itu. Begitu juga idiom dan peribahasa Sunda yang jarang didapatkan dalam buku-buku bacaan akan dengan mudah diajarkan kepada masyarakat lewat dialog-dialog dalam cerita Dongeng Enteng Mang Jaya.

Ada baiknya, jika pemerintah daerah di Jawa Barat, terutama Kuningan, perlu mempertimbangkan bagaimana caranya agar acara seperti ini tidak kalah bersaing dengan acara hiburan lainnya baik di radio maupun televisi.

Mungkin pemerintah daerah perlu melestarikan acara Dongeng Enteng ini dengan cara merekamnya dalam bentuk Compact Disk (CD) dan mempromosikan penyiarannya di seluruh stasiun radio yang ada di Tatar Sunda, Jawa Barat.

Usaha untuk menuliskan bahasa lisan (dongeng) kedalam bentuk bahasa tulis (buku novel) perlu juga segera dirintis sebelum satu persatu pendongeng bahasa Sunda meninggal dunia. Selain menjaga hilangnya cerita karena meninggalnya sang pendongeng, dibukukannya dongeng dalam bahasa tulis bisa memperkaya referensi bahasa dan sastra Sunda.

Nampaknya para pemerhati bahasa dan sastra Sunda perlu belajar dari kegigihan peneliti dari Barat dalam mengalihkan bentuk bahasa lisan ke bentuk bahasa tulisan.

Usaha Julian P. Millie, peneliti dari Monash University, nampaknya perlu dicontoh. Millie, di tahun 2008 berhasil mengalihkan ceramah-ceramah lisan bahasa Sunda (dalam bentuk kaset) dari penceramah terkenal di Jawa Barat allahyarham A.F. Ghazali ke dalam bentuk tulisan.

Beberapa ceramah agama allahyarham Ghazali berhasil ditranscript oleh Millie bukan hanya kedalam bentuk buku berbahasa Sunda bahkan dalam bahasa Inggris dengan judul The People’s Religion: The Sermons of A.F. Ghazali.
Mudah-mudahan di masa depan ada juga usaha-usaha pemerhati bahasa dan sastera Sunda yang mentranscript Dongeng Enteng ke dalam bentuk bahasa tulisan (buku) dan mengangkatnya ke layar lebar sekaligus.

Usaha-usaha pelestarian bahasa ibu tersebut tentunya tidak hanya berlaku bagi bahasa lisan Sunda. Mengalihkan tradisi bahasa lisan kebentuk bahasa tulisan baik itu bahasa Jawa, Melayu, ataupun bahasa lainnya perlu segera diusahakan jika ingin bahasa ibu itu tetap lestari dan bisa dipertahankan oleh generasi-generasi selanjutnya.

Nah, kawan-kawan, menurutku pribadi, cerita tentang sosok Mang Jaya ini sangat-sangat inspiratif. Beliau sangat berjasa dan tentu saja mempunyai peran penting dalam melestarikan keberadaan sastra Sunda lewat bahasa lisan.

Yosh, sampai sini dulu ya penjelasannya~

Sampai jumpa di bab selanjutnya—

.
.
.

Terima kasih telah sudi mampir kemari dan membaca bab ini. Jangan lupa vote and comment-nya untuk kritik dan sarannya.

Salam sehat 💚
Cuzhae

.
.
.

Sumber:
https://m.kaskus.co.id/thread/5de27b8782d4951bc3749bd9/radio-dan-dongeng-enteng-mang-jaya/

http://www.dotgo.id/2017/07/dongeng-sunda-mang-jaya-hikayat-dan.html?m=1

Tapak Tilas Untuk BerkaryaWhere stories live. Discover now