Chapter 7

1.1K 89 6
                                    

"Aku tidak ingin makan sekarang. Aku punya jadwal makanku." Shakira terus bersikeras akan kebiasaan makannya yang mana membuat Feligan kesal dengan wanita itu.

Setelah dikunci di dalam kamar kemarin malam, Pagi ini Feligan membuka kamar tersebut dan menemukan Shakira sudah duduk diranjangnya. Feligan mengajak Shakira untuk breakfast bersama dengannya.

"Terus saja kau keras kepala. Kau tahu, kau seharusnya merasa beruntung jika aku mengajakmu sarapan bersama."

Shakira bersidekap. "Cih! Beruntung? Ini namanya kesialan, lagian apa untungnya makan dengan orang gila."

Feligan mengepalkan tangannya. Giginya bergemeletuk, ingin sekali ia menutup mulut Shakira dengan sesuatu agar omongan pedas tidak keluar dari bibir bulat penuh itu.

"Makan. Sekarang." titah Feligan dengan penekanan.

Shakira berdiri dari duduknya. Tubuhnya sangat dekat dengan tubuh Feligan, ia harus mendongkak untuk melihat wajah pria itu. Yah, Feligan memang tinggi dengan tubuh 183 cm. Tapi hal itu tidak membuat Shakira takut, mau setinggi apapun lawannya ia tidak akan gentar sedikitpun.

Feligan menunduk, menatap Shakira tak kalah kesalnya. "Wanita mungil sepertimu tidak seharusnya menatapku seperti itu." ejek Feligan yang membuat Shakira mundur satu langkah.

Ia menatap Feligan tidak percaya. "Mungil?" ulang Shakira.

Feligan mengangguk dengan senyuman remehnya. "Yash, kau sadar, bukan?"

Shakira memukul dadanya yang terasa sakit dipanggil mungil, nafasnya naik turun. Bisa-bisanya dengan tinggi 165 cm dia dipanggil mungil. Baginya itu sudah sangat tinggi.

Shakira menginjak kaki Feligan. "ini akibatnya jika kau membahas tinggiku!"

Feligan tak elak mengaduh kesakitan. Ia lantas memegangi kakinya, pijakan dari shakira tidak main-main padahal ia memakai sepatu.

Feligan menarik rambut Shakira sedikit, tidak terlalu kencang namun tidak membuatnya sakit. Tapi, rasa kesal tidak dapat Shakira tahan. Ia berusaha menggapai tubuh Feligan, namun Feligan dengan refleksnya yang luar biasa, ia dapat mengelak. Bahkan, Feligan kini menahan Shakira dengan tangannya yang berada dikepala Shakira, membuat Shakira semakin tidak dapat nenggapai pria itu.

"Kemari kau, Sialan!"

Feligan dengan satu tangannya yang bebas, ia mengambil telepon genggamnya lalu memfoto Shakira yang kini terlihat sangat berusaha menggapainya.

Ckrek!

"Pose yang sangat bagus," puji Feligan yang Shakira tahu itu adalah sebuah ejekan.

"Kau!!" Shakira semakin memborbardir Feligan, nanun tidak ada satu gapai pun tangannya dapat mengenai Feligan.

Feligan menunjukkan wajah bosannya. Ia seolah tidak terganggu dengan Shakira sedikitpun. Feligan bahkan melihat jam tangannya dengan santai.

"Wah, hampir jam delapan. Kita harus cepat-cepat sarapan," ujar Feligan.

Feligan langsung saja menggendong Shakira dipundaknya seolah membawa karung. Dan Shakira ia terdiam, sedikit tidak menyangka akan di gendong seperti ini. Shakira juga masih memakai pakaian kantor kemarin, yang mana jika ia di gendong seperti ini pasti rokknya terangkat.

"Turunkan aku, Feligan!"

"Kakiku masih berfungsi dengan baik. Kau tidak seharusnya melakukan ini padaku."

"Feligan!"

Ocehan yang keluar dari mulut Shakira tidak sedikit pun Feligan pedulikan. Pria itu bahkan tidak terganggu dengan pergerakan Shakira yang sibuk ingin lepas darinya.

Feligan membuka pintu besar yang mana merupakan ruang makan. Ia meletakkan Shakira di salah satu kursi didekat mereka. Lalu, Feligan mengambil tempat disamping Shakira.

"Kau ingin sarapan apa?" tanya Feligan.

Shakira menggeleng. Jelas-jelas ini akan mengganggu jadwal makan sehatnya yang telah ia lakukan selama beberapa bulan ini.

"Jangan keras kepala. Aku tidak mempunyai cukup waktu untuk membujukmu makan," ujar Feligan sembari mengancing lengan kemejanya.

Shakira mengacungnya telunjuknya lalu mengibasnya kekanan dan kekiri. Ia masih kukuh pada pendiriannya.

Feligan terlihat kesal saat ini, dapat dilihat dari tatapan matanya yang kini mulai datar. Ia menghembuskan napas sebelum berkata, "Baiklah, terserah kau."

Shakira bersidekap, merasa senang memenangkan perdebatan saat ini.

Feligan tidak terlalu peduli karena ia kini sedang mencomot beberapa roti panggang yang ada di meja lalu memakannya. Tidak lupa, Feligan juga menambahkan selai kacang dan coklat diatas roti panggang tersebut.

Shakira? Ia kini sedang menyesal karena menolak untuk sarapan. Padahal ssdari tadi roti panggang yang berada ditangan Feligan sangat mencuri perhatiannya. Kini ia hanya dapat meneguk air liurnya sendiri saat Feligan memasukkan roti panggang itu ke mulutnya.

Feligan yang tadi sibuk makan tanpa sengaja melihat Shakira yang menatap rotinya dengan tatapan lapar. Wanita itu memang sangat menyusahkan, pikir Feligan.

"Kau yakin tidak ingin sarapan?" tanya Feligan lagi, karena ia tahu wanita yang didepannya ini mempunyai harga diri yang tinggi.

Shakira berusaha keras menggeleng disaat perutnya memberontak untuk diisi.

Feligan tersenyum. Shakira memang tidak mudah ditebak, padahal kentara sekali jika wanita itu sedang kelaparan. Akhirnya Feligan mengambil sepotong roti lalu meletakkannya ditangan Shakira.

"Letak saja di atas piring itu, jika kau tidak ingin sarapan. Aku pergi dulu." Feligan bangkit dari duduknya.

Shakira menahan tangan Feligan sebelum pria itu beranjak pergi dari kursinya. Shakira meletakkan roti yang berada ditangannya ke atas piring yang berada dihadapannya.

"Aku ikut, aku juga ingin bekerja," pinta Shakira.

Feligan menatap tangan Shakira yang berada dipergelangan tanganya lalu melepaskan tangan Shakira darinya. "Tidak, kau tetap disini."

Shakira akhirnya ikut berdiri. "Aku ingin kembali bekerja, itu hakku."

Feligan berpikir sebentar, ia tahu jika Shakira sangat ingin bekerja dan terlepas darinya tapi Feligan tidak menginginkan itu. Tiba-tiba saja, ia mendapatkan sebuah ide yang tiba-tiba saja muncul dikepalanya.

"Baiklah. Kau akan bekerja, tapi ... " kalimat itu menggantung. Feligan melihat raut wajah Shakira dahulu sebelum melanjutkan, "Sebagai asisten pribadiku."

Jika saja ini adalah mimpi, Shakira mungkin akan tertawa atau setidaknya melemparkan benda-benda terdekatnya pada Feligan. Demi harga dirinya, ia tidak sudi menjadi asisten pribadi pria itu. Bisa-bisa ia cepat tua jika terus bersama pria itu.

"Tidak, aku menolak."

Feligan tersenyum. "Kau yakin?" tanyanya.

Shakira mengangguk kuat, mana mungkin ia menerima pekerjaan konyol seperti itu.

Feligan mengangguk kecil dan mendekatkan bibirnya ditelinga Shakira "Baiklah, kalau begitu kau tetap disini selamanya," bisik Feligan yang mana membuat Shakira merinding seketika.

"Aku pergi dulu, pastikan kau memikir ulang atas perkataanku," ujar Feligan sembari menepuk kepala Shakira lembut.

Feligan beranjak pergi dengan Shakira yang hanya menatap punggung lebar pria itu kesal. Lagi dan lagi, Shakira terus kalah jika beradu dengan pria itu.

Shakira lantas menggigit kukunya, kebiasaannya jika ia sedang cemas. Pilihan yang akan ia pilih bergantung pada masa depannya. Ia tidak akan gegabah dan menghancurkan masa depannya, oleh karena itu ia berpikir, apa ia harus menolak atau menjadi asisten pribadi pria itu.

Nggak bakal maksa kalian comment kok, tapi sekiranya kalian suka jangan lupa vote dan masukkan cerita ini ke dalam library kalian :)

inhibitions of mafiaWhere stories live. Discover now