Chapter 8

1.1K 65 3
                                    

Pagi ini, saat suasana sedang sejuknya dan mentari timbul dengan cerahnya, Shakira menemukan baju kantor yang telah tergeletak di atas kasurnya.

Shakira menendang sepatu yang berada didekat kakinya. Betapa konyolnya ia menyetujui untuk menjadi asisten pribadi pria itu tadi malam, saat pria itu pulang entah dari mana. Tapi bagaimana lagi, baginya itulah satu-satunya cara agar ia lepas dari pria gila itu.

Shakira menatap jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh. Langsung saja ia mengambil baju dan membawanya ke walk in closet. Begitu selesai memakai baju, ia memakai sepatu yang tadi ia tendang. Betapa pasnya baju itu saat ia sedang melihat penampilannya dicermin. Hal itu sedikit membuatnya ngeri karena pria itu bahkan tau ukuran baju dan pakaian dalamnya.

Dengan tersenyum selebar mungkin yang mana membuatnya mengerikan, Shakira berjalan kekuar dari kamarnya dan menuju ruang makan. Ia sudah tahu seluk beluk runah atau istana ini karena saking besarnya, tapi ternyata ia kini tersesat.

Begitu banyak lorong yang menuju tempat-tempat yang tidak diketahuinya. Mengandalkan insting, Shakira berjalan lurus menyusuri lorong yang dianggapnya benar. Sampai ia menemukan sebuah ruangan dengan pintu besar yang ia rasa sama dengan pintu ruang makan. Tidak tunggu lama Shakira langsung saja membuka pintu itu.

Dalam 5 detik, muka Shakira sudah berubah warna menjadi merah. Ia mendapatkan Feligan yang telanjang dada sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk. Betapa indahnya pahatan kotak-kotak yang memenuhi perut pria tersebut.

"Bisakah kau berhenti menatapku dengan wajah seperti itu?"

Shakira langsung sadar dari keterlamunannya dan menutup pintu kamar itu dengan tergesa. Ia memegangi jantungnya yang berdetak sangat cepat, dengan wajahnya yang tidak berhenti memanas.

Sialan kau, Shakira! Bagaimana bisa kau jatuh hati dengan mudah pada tubuh atletis pria itu, batinnya.

Shakira menepuk pipinya, berharap bangun dari imajinasi liarnya. Ini sesuatu yang diluar kemampuannya, perut six pack itu salah satu kelemahannya. Bahkan Shakira tahu bahu pria itu lebar tetapi tidak menyangka seindah itu.

Pintu dibelakangnya terbuka, Shakira tanpa berani membalikkan badan, ia langsung saja berjalan cepat melewati lorong yang ia lewati tadi dan kini ia benar-benar menemukan ruang makan.

Shakira langsung mengambil minum dan menegaknya dengan cepat, darahnya terasa mengalir dengan cepat hingga ia butuh pegangan.

"Kau berjalan dengan cepat."

Deg!

Shakira membalikkan badannya dan menemukan Feligan berjalan mendekat padanya. Pria itu tidak lagi telanjang dada, perut six pack tadi telah tertutup oleh kain sialan yang menghadang Shakira untuk melihatnya.

Feligan mengambil duduk duluan lalu menatap Shakira yang masih berdiri untuk duduk. Shakira menurut dan duduk agak jauh dari Feligan.

Dengan tangan yang bekerja mengolesi roti, Feligan menjelaskan hal apa saja yang harus dilakukan Shakira. Beberapanya adalah selalu mengikutinya pergi, membawa berkasnya dan mengingatkannya akan jadwal selanjutnya.

Shakira mengangguk sembari makan. Itu adalah pekerjaan asisten yang normal, padahal kemarin ia sempat berpikir jika pria itu akan memberinya tugas-tugas aneh.

"Habis sarapan, kita akan pergi ketempat relasiku. Sebaiknya kau tidak jauh-jauh dariku nanti," jelas Feligan.

Shakira mengangguk, lalu menghabiskan sarapannya. Kemudian, mereka berangkat menggunakan mobil Feligan yang mana itu adalah mobil BMW terbaru. Demi tas Hermes yang satu-satunya ia punya, baru kali ini ia menaiki mobil semewah ini.

Mobil berjalan membelah lalu lintas, Shakira tidak bisa lepas dari euphorianya akan mobil yang sedang ditumpanginya ini. Sering kali matanya menyusuri tiap sudut mobil dan wajahnya berubah sumringah saat melihat fitur atau tombol-tombol yang baru kali ini ia lihat.

"Apa sebegitu menakjubkannya mobil ini?"

Shakira menoleh dan menemukan Feligan menatapnya remeh, tipikal pria itu sekali.

Shakira kembali menatap ke depan dan berkata, "Iya, begitu menakjubkan apalagi tanpa kau didalamnya."

Feligan terkekeh. "Maaf, tapi ini mobilku," balasnya dengan senyuman sombong.

Shakira mengangguk, ia tahu ini mobil pria itu dan ia juga tidak berharap mempunyai mobil seperti ini. Bahkan Shakira tidak pernah memimpikan punya mobil seindah ini.

"Kalah, huh?"

Shakira merasa kesal dengan Feligan. Padahal sudah jelas jika ia tidak mau memperpanjang masalah tapi pria itu suka sekali menyulutnya dan akhirnya Shakiralah yang kalah.

"Aku tidak bodoh untuk berdebat dengan orang gila."

Feligan tersinggung, mudah sekali Shakira membuat pria itu tersinggung. Hanya dengan kata-kata, pria itu pasti memanas.

"Ya, orang gila mana yang menjadi boss."

"Kau, tentunya."

Feligan memilih menatap luar jendela daripada semakin emosi dibuatnya. Mobil mereka kini nekaju dengan tenang tanpa perdebatan yang terjadi sebelumnya.

"Turun," perintah Feligan saat mereka sampai disalah satu tempat yang mengerikan bagi Shakira.

Tempat itu layaknya penampungan untuk para kriminal dan bisa dilihat pemandangan sekarang yang mengerikan, dimana seorang pria mencoba menusukkan senjata tajam pada lawannya yang terus menghindar.

"Berjalan dibelakangku," ujar Feligan saat tahu Shakira tidak nyaman dengan keadaan tempat ini.

Shakira mengikuti Feligan dari belakang bahkan ia memegangi jas Feligan saking takutnya.

Seseorang tiba-tiba terlempar ke hadapan Shakira, langsung saja Shakira berteriak kencang. Baru sehari ia bekerja tapi rasanya sudah menakutkan seperti ini, bagaimana bisa ia bertahan untuk kedepannya.

Tiba-tiba Feligan nenarik Shakira ke dalam pelukannya dan membawa wanita itu pergi menjauh dari kerumunan para kriminal tadi. Setelah sampai ketempat yang sepi, ia langsung mendudukkan Shakira di atas meja rapuh yang ada disana.

"Kau tak apa?" tanya Feligan.

Shakira tidak mampu berkata-kata, ia hanya bisa syok akan kejadian tadi. Shakira takut kalau dia yang akan dilempar berikutnya.

"Hei, ada apa denganmu?" tanya Feligan kembali, tampak raut wajahnya yang cemas.

Shakira tiba-tiba menepuk kedua pipinya yang membuat Feligan terkejut.

Shakira akhirnya bisa mengendalikan dirinya kembali. Pipinya memerah hasil tepukannya tadi, namun itu berhasil membuatnya sadar jika ia masih baik-baik saja.

Feligan memegang kedua pundak Shakira dan menggoncangnya. "Kau yakin tidak apa-apa? Kenapa tingkahmu semakin gila?"

Kesal mendengar ocehan Feligan, Shakira langsung melepaskan tangan Feligan dipundaknya. Lalu, ia menatap kedua mata Feligan dan memberinya tatapan 'Mati saja kau ke neraka'.

"Aku sudah yakin sebelumnya, pasti ada yang tidak beres dengan menjadi asisten pribadi. Tapi kau menjelaskannya seolah itu bukanlah hal yang harus ditakuti. Tapi lihat sekarang!"

Feligan mundur selangkah, menatap Shakira dengan wajah datarnya. "Aku tidak pernah menjelaskannya seperti itu," tukas Feligan.

Shakira bersidekap, tidak percaya jika pria yang ada didepannya ini membela diri. Sudah jelas tadi pagi pria itu hanya menjelaskan kegiatannya untuk memberi tahu jadwal, membawa berkasnya dan tidak ada kata jika ia akan keperkumpulan para kriminal.

"Lalu, yang kau katakan tadi pagi? Itu semua merujuk pada hal-hal biasa, tidak seperti sekarang."

Feligan menghembuskan napasnya lelah. "Sebagai seorang asisten kau seharusnya tau pekerjaan apa yang dilakukan bossmu, bahkan aku sudah memberi tahumu jika aku seorang Mafia, kurang jelas?"

"Aku ingin pulang!" balas Shakira.

Vote dan comment :)

inhibitions of mafiaWhere stories live. Discover now