The Stinky School

7.8K 380 10
                                    

Last chapter :

***

" Sudah masuk sana. Temui Ms.Tunner, dan kau tahu sisanya bagaimana. Aku harus segera ke ruang guru untuk mengumpulkan essayku. Bye!" Serunya sudah setengah berlari ke arah yang berlawanan.

Kali ini gantian aku yang memutar bola mataku sambil memutar tubuhku menghadap ke pintu geser. Oke, mari kita lihat seberapa baiknya nasibku di sekolah ini.

Dimulai dari membuka pintu geser di hadapanku.

***

Sky’s POV

Kesan pertamaku pada Zelberg private school adalah bau. Ya, bahkan sejak pertama kali aku masuk ke ruang kepala sekolah untuk, kau tau, tetek bengek tentang peraturan sekolah dan bla -  bla, disana pun bau. Bukan bau menyengat atau apa. Hm, seperti apa ya mendeskripsikannya?

Bau itu seperti karpet bulu yang lembab dan sudah tersimpan lama. Memang bukan bau itu yang mendominan, ada berbagai bau jenis bunga atau pohon yang berseliweran masuk ke indra penciumanku. Namun, bau seperti bulu lembab itu selalu tercium.

Aku pernah mencium bau seperti pada beberapa orang di sekolah – sekolah lamaku, tapi tidak sedominan di sini. Bahkan cowok ganteng yang kebetulan diminta menemaniku berkeliling pun memiliki bau itu. Sometimes it’s suck to have smell sense like a dog.

“ Sky?”

Mataku beralih dari kolam renang indoor yang super luas ke tour guideku, Griffon, cowok ganteng yang tadi kuceritakan. Sungguh, Griffon terlihat cukup bersih. Tapi entah kenapa dia memiliki bau itu. Aku menahan keinginan besar untuk tidak mengerutkan hidungku karena kedekatan kami saat ini. Walaupun aku tidak peduli pendapat orang, aku tetap tidak mau menimbulkan kesan jelek bagi orang yang sudah membantuku.

Oke, kembali ke Griffon. Sebenarnya, dia cowok yang cukup menarik. Badannya tegap dan tinggi, dan meskipun ramping, aku tahu ototnya terbentuk dengan bagus di balik kaos longgar yang dikenakannya. Matanya yang sehijau batu jamrud, dipadu dengan rambut dirty blondenyamemberikan kesan manis dengan senyum berlesung pipi miliknya. Dan untuk laki – laki yang memiliki hampir kesempurnaan fisik, dia cukup ramah. Tidak seperti para playboy yang selalma ini selalu berada di sekitarku. Sayangnya, itu semua masih kalah menarik dari someone who’s have perfect blonde in my eyes.

“ Ya?” Akhirnya aku berhasil merespon.

“ Apa kau tertarik dengan olahraga air?”

“ Dulu, sekarang sudah tidak terlalu. Saat kau tinggal di pegunungan selama 3 tahun terakhir, kau akan lebih memilih untuk tidur di dalam ruangan berpenghangat dari pada kolam renang bukan?”

Dia tertawa kecil mengenai tanggapanku.

“ Kau benar. Tapi, kau bilang ‘dulu’. Kalau aku boleh tahu, dulu kau melakukan olahraga apa?”

“ Dulu sewaktu kecil, kakakku selalu suka berenang. Hal asil dia selalu menyeretku ikut ke kolam renang di ujung blok. Beberapa tahun setelahnya kami pindah ke daerah pantai, jadi aku menekuni selancar selama beberapa waktu.” Jawabku, mengangkat bahu.

“ Selancar? Wow! That’s so cool! Sayang sekali aku belum pernah mencobanya.” Keluhnya.

 Pernyataannya sedikit membuatku terkejut. “ Sungguh?”

“ Kalau maksudmu selancar ya. Aku tidak pernah.” Sesalnya. “ Keluargaku secara turun – temurun tinggal di daerah ini. Jadi, aku tidak punya keluarga di daerah pesisir. Yah, aku pernah ke sana. Tapi hanya untuk......beberapa urusan. Tidak pernah punya waktu untuk mencoba berselancar.”

My Silver Winged DemonWhere stories live. Discover now