Guilty and Bad dream?

9.7K 485 76
                                    

Sky’s POV

Udara dingin yang menusuk. Padang rumput kering yang menusuk kaki telanjangku. Pepohonan rindang yang memberikan kesan tertutup. Bulan merah yang terlihat samar oleh derasnya hujan. Desisan angin gunung dan suara burung hantu sebagai latar suara.

Dan..........

Aku yang sedang sesak nafas.

Hmmm... mungkin bukan sesak nafas dalam arti sesungguhnya. Aku dalam keadaan yang bisa bernafas dengan baik, mengingat aku masih bisa merasakan udara yang masuk dan keluar melalui hidungku dengan teratur. Tapi... ada sesuatu yang membuatku sesak seperti kehilangan udara. Dan entah kenapa aku punya perasaan ‘sesuatu’ itu hampir sama pentingnya dengan udara.

Haaah... haaah...haaah

Dimana orang – orang?! Dimana Erik? Bukankah dia sudah berjanji akan terus bersamaku?

Aku sudah berjalan entah berapa lama, namun padang ini seakan tidak ada habisnya. Atau, aku yang hanya berputar – putar? Entahlah. Aku tidak ingat bagaimana aku bisa berada di tempat ini. Tapi semuanya terasa menyakitkan. Baik fisik maupun mentalku.

Secara fisik, aku disakitkan oleh rasa sesak yang menusuk seluruh tubuhku. Tenagaku yang menguap secara drastis seiring setiap langkah yang kuambil. Secara mental, aku terus ‘diperlihatkan’ masa laluku. Terutama masa – masa menyenangkan dengan Eric.

Apa ini berarti aku akan mati? Apakah ini padang perhitungan seperti  yang dikisahkan di buku – buku? Apakah Eric akan meninggalkanku di tempat ini?

Pikiran itu tidak membuat keadaan lebih baik. Yang ada malah semakin membuat mentalku jatuh. Hantaman pikiran tentang tak lagi dapat bertemunya membuatku kehilangan sisa – sisa tenagaku, dan jatuh ke padang rumput kering yang menyakitkan.

Ketika pikiran – pikiran buruk terus memakan dinding mentalku, aku mendengar suara derapan kaki seseorang dan suara yang telah kutunggu – tunggu selama ini.

“ AMS! Dimana kamu?” Teriakannya terdengar panik

“ Er.......rik....” Suara yang keluar dari mulutku mungkin hanya terdengar seperti bisikan, tapi aku yakin dengan pendengarannya dia pasti mendengar suaraku.

Hal itu dibuktikan dengan derapannya yang semakin mendekatiku. Namun, entah satu dan lain hal dia tidak sampai – sampai di dekatku. Dia terus meneriakkan namaku. Aku ingin sekali membalas teriakannya. Tapi rasa sesak tubuhku membuatku kehilangan seluruh tenagaku.

Hal yang kutakutkan terjadi malah menjadi kenyataan. Selepas puluhan kali teriakannya yang tak terbalas olehku, dia mengumpat dan berlari menjauh dariku.

Tidak ada yang bisa kulakukan. Hanya butiran air mata yang bergabung dengan derasnya hujan dan bisikan terakhir sebelum kegelapan benar – benar membawaku.

“ Eric....jangan...per...gi....”

****

Selama beberapa minggu belakangan ini, aku sudah mulai terbiasa dengan tangan – tangan kecil yang menggerayangi wajah dan tubuhku setiap kali bangun pagi. Si kembar selalu membangunkanku dengan tangan – tangan kecil mereka yang jahil.

Namun kali ini, sebuah tangan besar yang hangat berada di kepalaku, alih – alih tangan kecil si kembar seperti biasanya. Tangan besar itu mengelus dalam gerakan pelan. Tubuhku terasa hangat dibawah sentuhannya dan ada rasa geli aneh setiap kali kulit kami bersentuhan.

Di pikiranku yang masih berkabut antara dunia nyata dan dunia mimpi, aku mendengar seseorang memanggil namaku. Agak tidak jelas, tapi aku yakin itu suara berat dan menenangkan milik Eric.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Silver Winged DemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang