[ 17 ]: Best Thing I Never Had

2.6K 282 88
                                    

Gerakan seseorang tepat di sampingnya, mengganggu sosok yang tengah tertidur itu, Krist perlahan membuka kedua kelopak matanya, ia menundukkan kepalanya ke bawah, memandang sosok yang masih setia memejamkan matanya, terhanyut dalam tidur nyenyaknya. Ia sedikit tersenyum, melihat wajah damai Singto ketika sosok tersebut terlelap pada dekapannya. Jemarinya turun ke bawah, menelusuri pahatan wajah ciptaan Tuhan yang mendekati sempurna itu. Bertepatan dengan Singto yang terbangun. Ia mendongakkan kepalanya pada Krist.

"Masih terlalu pagi, tidurlah lagi."

"Sungguh?" Singto mengarahkan pandangannya pada jam untuk melihat waktu.

"Bukankah kau akan pergi siang hari ini? Gunakan waktumu untuk istirahat dengan baik. Jangan terlalu banyak bekerja. Kau juga butuh waktu untuk dirimu sendiri."

"Tidak. Aku jadi pemalas akhir-akhir ini. Aku ingin bekerja dari rumah saja."

Krist mengulum senyumnya, di usapnya surai sosok itu yang terlihat berantakan, "Lalu apa yang akan kau lakukan jika itu terjadi?"

"Aku ingin menghabiskan banyak waktu bersamamu dan anak-anak."

"Tapi aku tahu kau tidak bisa melakukannya. Jangan terlalu memaksakan diri, seperti ini juga tidak apa-apa. Aku merasa senang dengan keadaan kita sekarang."

"Kau senang meskipun aku jarang mempunyai banyak waktu untukmu?"

Anggukan dikeluarkan oleh Krist, ia meraih tangan Singto dan menggenggamnya, ia merasakan pria itu semakin mengeratkan pelukannya padanya, ia hanya bisa menyelusupkan tangannya yang lain pada surai Singto.

"Aku akan melihat anak-anak sebentar."

"Pergilah."

Krist mengetuk pelan pipi Singto, sebelum menunjuk pada lengan pria tersebut yang tak kunjung melepaskannya, padahal baru saja menyuruh Krist untuk pergi.

"Kau belum melepaskan aku."

"Bukan aku yang tidak mau melepaskanmu."

Alis Krist terangkat ke atas, "Lalu? Jangan bilang jika lenganmu, aku akan mengigitmu nanti."

"Tetap tidak bisa di lepas."

Pria itu menundukkan kepalanya dan mengigit lengan Singto, hingga pasangannya itu meringis kesakitan, Singto menarik tangannya, sebelum menatap Krist dengan tidak percaya, sementara sosok itu hanya tertawa pelan, lalu mengambil lengan Singto dan mengecupnya.

"Rasakan, sudah aku bilang lepaskan aku. Hanya pergi sebentar lalu aku kembali."

"Heummm."

Jemari Krist mengangkat dagu Singto untuk menatapnya, "Kau marah?"

"Apa aku pernah marah padamu?"

Decakan kesal keluar dari bibir tipis Krist, "Mungkin kau tidak marah, tapi saat aku pertama kali ke sini, kau sangat dingin dan seringkali mengomeliku."

"Aku tidak akan melakukannya lagi."

Krist menundukkan kepalanya mengecup pelipis Singto, hingga kedua sudut pria tadi tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman manis dalam diam. Krist bangkit lalu mengancingkan pakaiannya yang berantakan, serta membenarkannya baru melangkahkan kakinya meninggalkan Singto, meskipun beberapa saat kemudian ia kembali lagi. Pria itu menyembulkan kepalanya lewat cela pintu yang sedikit terbuka.

"Jangan rindu aku."

Singto tak bisa menahan ekspresinya melihat tingkah aneh Krist, tetapi ia hanya bisa diam, mengamati derap langkah Krist yang semakin lama makin menjauh dari pendengarannya.

The Shades Of Gray [ Peraya ]Where stories live. Discover now