Bab 5 Menyita Perhatian

1.4K 134 32
                                    

Sepanjang jalan Vito terus tersenyum, tangan kirinya terus memegangi tangan Chika yang melingkar di perutnya. Langit yang masih gelap didukung hawa dingin yang cukup menusuk, membuat Chika yang memang tadi masih mengantuk, kembali tertidur di punggung Vito. Laki-laki ini, mau tidak mau harus membawa motornya perlahan. Padahal sebelumnya dia sudah menawari Chika untuk tidak turut, tapi bocah ini tetep menuntut untuk ikut.

"Kamu masih ngantuk ya? Ya udah, biar saya aja yang beli, kamu di rumah aja," Vito mengapit pundak Chika. Bukan tanpa sebab dia melakukan itu, tadi Chika hampir tersungkur karena tersandung palang pintu yang ada di bawah kaki.

"Eh, gak kak, udah seger ini, liat," Chika menegakkan badannya, membuka matanya lebar-lebar, demi meyakinkan Vito kalau dirinya tidak mengantuk.

"Ya udah, nanti pegangan yang kenceng ya,"

Jika boleh jujur, di antara kekhawatiranya sekarang ada rasa bahagia. Selain Chika yang dengan erat melingkarkan tanganya, ia bahagia setidaknya ini simulasi untuk menjaga Chika. Memastikan gadis ini aman dalam genggamannya. Memastikan ia tidak akan terluka, memastikan dia terbangun dengan perasaan bahagia karena telah sampai tujuan dengan selamat sentosa tak kurang suatu apa.

Lembut, berulang kali Vito mengusap lembut tangan Chika yang cukup dingin itu. Dia sudah menghentikan motornya dari lima menit yang lalu, namun ia masih ingin mendengarkan dengkuran lirih di balik punggungnya. Chika sepertinya benar-benar masih mengantuk.

Perlahan Vito menarik tangannya kirinya ke belakang badan Chika, dengan begini posisi mereka seperti tengah pelukan. Entah keberanian dari mana, telapak tanganya dengan lancang membelai rambut hitam panjang milik Chika. Kepala anak ini tenggelam di dada Vito, membuat Vito dengan mudah mengeratkan dekapannya.

Jika memang kekagumannya begitu cepat berevolusi, ia harap hati Chika juga. Ia ingin dekapannya menjadi salah satu sumber kenyaman Chika nantinya. Kenyamanan yang bisa menjadi 'rumah' bagi Chika. Bagaimana pun 'rumah' itu akan menjadi tempat pulang. Ah, apa boleh berpikir jauh seperti ini?

"Chik, kita udah sampai," Vito menepuk pelan pipi Chika. Manusia ini menggeliat, melepas lingkaran tangannya, kemudian menariknya ke atas untuk merenggangkan otot-otot tubuhnya.

Cantik

"Hehe maaf ya kak, aku malah tidur tadi," kata Chika dengan suara parau khas orang bangun tidur. Suara parau itu cukup mengundang senyum di bibir Vito.

"Iya gakpapa. Untung bisa megangin kamunya,"

"Eh, aduh, maaf maaf kak,"

"Gakpapa Chika," balas Vito seraya menepuk puncak kepala Chika. Belum sempat Chika mengolah gemuruh di dalam hatinya, Vito sudah menggandeng tanganya. Menimbulkan gemuruh yang semakin nyata. Percayalah, puncak kepala adalah titik lemah wanita, dan Chika tidak tahu harus bereaksi bagaimana.

*

"Gimana?" tanya Vito seesaat setelah melihat Chika menurunkan gelas susunya.

"Enak kak, bangettttt! Beneran seger sih ini mah, manis creamy gitu," Jawabnya sambil menyesap kembali susu yang masih hangat.

"Kalau yang bener-bener asli, belum ditambah apa-apa, gurih rasanya, Cuma ya amis banget. Bagus sih ini kualitas susu yang bapaknya punya, udah ditambah pemanis tapi creamy-nya masih kentara," terang Vito. Chika hanya manggut manggut melanjutkan minumnya sambil memandang jalan raya di depannya.

Bumi bagian mereka berpijak, perlahan mulai menghadap matahari, membuat sinarnya sedikit demi sedikit mengaburkan warna gelap langit di atas kepala Chika dan Vito. Tapi mereka masih saja duduk di samping gerobak susu tadi. Asik berkelut dengan obrolan yang tiak bertopik.

Rhythm Of LoveWhere stories live. Discover now