Bab 14 Penegasan

1.5K 127 70
                                    

Mungkin hari ini akan Vito nobatkan sebagai hari paling melelahkan sepanjang hidupnya. Dia tidak pernah menyangka, mengutaran perasaannya dan meminta Chika untuk menjadi miliknya, ternyata amat sangatlah menguras tenaga. Tubuhnya benar-benar seperti kehilangan 75% energinya. Jika jarinya tidak sedang digenggam erat oleh Chika, mungkin dia benar-benar sudah terkapar tidak berdaya.

Berulang kali, Vito meregangkan badannya yang terasa kaku dan pegal. Dia juga tak henti-hentinya mengerjapkan mata, menolak kantuk yang terus saja ingin hinggap. Chika yang melihatnya pun menjadi resah. Sedari tadi, Chika sudah mencoba membujuk laki-laki ini untuk langsung mengantarnya pulang, tapi Vito tetap memaksa Chika untuk makan di luar bersamanya terlebih dahulu.

"Kak, kamu kayaknya capek banget, ya?" tanya Chika sambil mengusap lengan Vito lembut. Ia benar-benar tak tega melihat Vito dengan susah payah mempertahankan kesadaran.

"Cuci muka dulu yuk, kak. Kamu ngantuk banget ini," tanpa menunggu persetujuan dari Vito, Chika langsung menarik pacar barunya ini dari tempat duduk dan membawanya ke wastafel yang tersedia di sana. Vito menurut, mengikuti langkah Chika.

Siapa sangka, sampai di depan wastafel, Chika langsung membasahi tangannya dan mengusapkan telapak tangan yang basah itu ke muka Vito, persis seperti seorang ibu yang sedang membasuh muka buah hatinya. Ini berlangsung beberapa kali sampai muka Vito benar-benar terlihat basah dan empunya mampu membuka mata.

"Kenapa tadi pas cuci tangan gak sekalian basuh muka sih, kak? hmm?" Vito tak menanggapi. Ia masih terdiam menerima tindakan Chika ini.

Yakinlah, mata Vito kembali terbuka bahkan kantuknya sedikit menguap bukan karena efek dari air yang membasahi mukanya, tapi karena ia terkejut atas perlakuan Chika barusan. Bahkan, gadis ini, seperti tidak memperdulikan beberapa tatap mata yang memicing melihat mereka berdua, Chika terlihat santai melakukan hal itu.

Buru-buru Vito genggam tangan Chika dan membawanya kembali ke tempat duduk mereka tadi. Vito tidak kuat diperlakukan lembut seperti ini, dia ingin segera membalasnya. Namun, tidak mungkin di depan wastafel tadi, dia masih ingat ini tempat umum.

"Sini," Vito langsung mendekap tubuh Chika erat saat mereka sudah duduk kembali di tempat tadi.

"Kenapa, kak?" tanya Chika heran.

"Saya masih kangen kamu, makannya saya maksa buat ajak kamu makan di luar. Tapi saya malah ngantuk gini, maaf ya. Tapi udah gak terlalu ngantuk kok, 'kan tadi udah kamu usap-usap hehe," Chika langsung mencubit perut Vito cukup keras, membuat Vito langsung melepaskan pelukkannya.

"Ini padahal, perut saya masih sakit lho kena dengkul Kak Vino, sekarang malah kena cubit kamu,"

"Eh serius, kak? Aduh maaf maaf," Chika yang merasa bersalah langsung mengarahkan telapak tangannya untuk mengusap bekas cubitannya tadi di perut Vito.

"Lagian, kenapa sih ya, cowok tuh, gak bisa gitu nyelesaiin masalah tanpa berantem, heran sumpah," ucap Chika yang masih terus mengusap perut Vito.

"Iya, maaf, jangan marah-marah lagi, ya?" Vito tersenyum mendapati Chika yang hanya bergumam menanggapi ucapnya barusan.

Tak ada yang lebih bahagia dari apa yang Vito rasakan hari ini. Bisa memiliki Chika dari beberapa jam lalu memanglah suatu pencapaian yang besar bagi Vito. Kini tujuannya tercapai untuk menjaga Chika dalam genggam dan dekapnya yang lebih erat.

Air muka laki-laki ini begitu tenang seakan-akan hatinya begitu tentram hanya karena terus menatap Chika yang sedang bercerita di sampingnya. Tangannya sedari tadi terus ia gunakan untuk mengusap kepala dan muka Chika atau untuk menyingkap beberapa helai rambut yang turun menghalangi wajah samping Chika. Matanya, ia gunakan untuk menyusuri setiap inchi guratan wajah menyejukkan milik Yessica ini. Telinganya ia pasang lebar-lebar untuk mendengar segala sesuatu yang keluar dari mulut gadisnya.

Rhythm Of LoveWhere stories live. Discover now