O1

34.5K 2.2K 253
                                    

Sabtu pagi di bulan Juni, salah satu dari banyak sekali kesukaan Jeno di kota Aisle ini. Musim panas yang membuat kulit pucatnya bertambah coklat serta libur panjang sekolah, hanya tugas-tugas Biologi dari guru yang kadang membuat harinya membosankan.

"Honey come down and eat breakfast. Mom membuat pancake kesukaanmu"

Suara ibunya dari luar kamar membuat Jeno yang tadinya sibuk mengerjakan Languange Report memilih untuk menutup laptopnya dan segera turun untuk sarapan. Rumah besar ini selalu sepi, ibunya akan segera pergi ke kantor setelah sarapan, sedangkan sang ayah telah lama tiada ketika perang Suriah.

"Morning mom", sapa Jeno sambil mengecup pipi ibunya yang sudah duduk manis di ruang makan.

Dua piring souffle pancake tanpa tambahan sirup serta secangkir susu coklat hangat sudah tersaji di meja, tampak sangat menggiurkan. Jeno mendudukkan pantatnya di kursi seberang ibunya, menyantap sarapan sederhana itu dengan tenang tanpa berbicara.

Rasanya sudah agak lama sejak ibunya sempat membuat pancake seperti ini, biasanya dibuatkan scrambled egg saja Jeno sudah senang. Kesibukan sang ibu yang merupakan seorang hakim banyak menguras quality time anak dan ibu tersebut.

"Bagaimana sekolahmu, boy?", tanya Mrs. Witcherson pada anak semata wayangnya. Sesi sarapan sudah berakhir, beberapa menit lagi wanita yang berkecimpung dalam dunia hukum itu harus sudah segera pergi ke kantor pengadilan.

"So so, nilaiku bagus di sains tapi matematikaku buruk seperti biasa. Timku juga akan bertanding minggu ini, jika Mom sempat datanglah ke lapangan Aisle hari Jumat nanti"

Mrs. Witcherson tersenyum getir, merasa bersalah kepada putranya yang sudah beranjak dewasa ini. Semenjak kematian suaminya ketika bertugas di Timur Tengah, dirinya sudah tidak memiliki waktu lagi bahkan untuk sekedar menonton pertandingan American Football anaknya. Tetapi ia tidak memiliki pilihan, tagihan dan masa depan Jeno perlu dibayar, uang tidak datang secara cuma-cuma, perlu ada yang dikorbankan.

"Son, maafkan Mom"

Jeno menggenggam tangan milik ibunya, sungguh ia bahkan tidak masalah jika memang sang ibu belum memiliki waktu untuk menyaksikannya berlaga di lapangan. "Tidak apa Mom, aku tahu kamu sibuk. Lagipula aku pasti akan gugup jika kamu datang, bisa-bisa nanti timku gagal"

Perempuan dengan surai hitam itu lalu mencubit gemas pipi tirus si anak, "Baiklah, tapi sekarang Mom harus pergi ke kantor. Jangan lupa makan siang dan kunci pintu jika ingin pergi ya"

Laki-laki blonde itu mengangguk dan tersenyum manis, eyesmile khas gen dari sang ayah terlihat menghiasi wajah rupawannya. Tangan kanannya balas melambai ketika sang ibu mengucapkan selamat tinggal di ambang pintu, sepertinya ini waktu yang tepat untuknya menyelesaikan beberapa paper agar tidak mati kebosanan.

 Tangan kanannya balas melambai ketika sang ibu mengucapkan selamat tinggal di ambang pintu, sepertinya ini waktu yang tepat untuknya menyelesaikan beberapa paper agar tidak mati kebosanan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
A Box of Happiness | Nomin☆Where stories live. Discover now