15

7.2K 1.1K 308
                                    

Sabtu malam, Jaemin ditelpon oleh kekasihnya yang ada di rumah sebelah untuk menemaninya dari malam ini sampai besok minggu. Cukup aneh karena biasanya malam-malam begini Jeno akan pergi latihan atau belajar materi atau bahkan bekerja part time di sebuah klinik gigi di dekat kantor keuangan kota.

"Jaemin, mau kemana?"

Pemuda manis yang sudah akan keluar rumah lewat pintu depan menengokkan kepalanya ke arah belakang saat mendengar suara sang ibu. Disana wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya itu tengah memakai sheetmask dan membawa satu wadah besar yang kemungkinan berisi adonan kukis.

"Ke rumah Jeno, dia minta ditemani sampai besok."

"Jeno tidak latihan football?"

"Jaemin juga tidak tahu, Eomma."

Pemuda Na itu membawa beberapa tugas dan catatan pentingnya karena minggu-minggu ujian akan segera dilaksanakan, lagipula kekasihnya itu kan pintar jadi bisa dijadikan tutor dadakan.

"Ya sudah, kalian jangan tidur terlalu malam. Bilang pada Jeno, tidak usah merasa sungkan jika mau berkunjung kesini."

Jaemin menganggukkan kepalanya, keluar dari rumahnya dan berjalan menuju kediaman Witcherson yang hanya berjarak sepuluh langkah kakinya.


































Rumah Jeno ini didominasi kaca-kaca dengan furniturenya yang minimalis, membuat rumah dengan 65% material kayu tersebut yang memang memiliki luas tanah yang lebar tampak lebih luas lagi. Di sebelah dapurnya ada ruangan berisi peralatan olahraga milik Jeno yang lumayan lengkap, cukup jika itu digunakan untuk membentuk otot perut dan lengan.

Jaemin langsung memasuki ruangan penuh barang mahal itu ketika tidak ditemukan keberadaan Jeno di ruang tv maupun kamarnya di lantai dua.

"Babe."

Jeno yang tadi sedang mengusap wajahnya yang penuh keringat dengan handuk kecil mengalihkan atensinya kepada Jaemin yang berdiri di ambang pintu. Bibirnya menyungging senyum dan menyampirkan handuk yang sudah basah itu pada pundak kencangnya. "Oh you're here."

"What now? Kamu memanggilku kesini untuk apa?"

Pemuda yang baru saja selesai berolahraga itu berjalan mendekati Jaemin, mengusak surai birunya gemas dan mengecup bibir manisnya. "Ke kamarku saja, aku akan mandi dulu."

Jaemin mengedikkan bahunya santai dan melangkahkan tungkai berbalut celana piyama itu menuju ke lantai dua tempat kamar Jeno berada. Selama mereka menjalin hubungan beberapa bulan ini, sebenarnya Jaemin sama sekali belum pernah masuk ke kamar pemuda berhidung bangir itu, hanya pernah melihat isi kamarnya sekilas saat dulu dia tidak sengaja mengintip Jeno yang baru saja selesai mandi. Ah, memori lucu itu, sampai sekarang Jeno juga tetap tidak menyukai musik kpop dan tetek bengeknya itu.

Pemuda manis itu langsung tahu kamar mana yang merupakan milik Jeno dari stiker lucu yang ditempel di depan pintu.










Only if you're as delicious as Oreo, you can entering this room.










Jeno sekali. Kapten football itu maniak biskuit pahit dengan krim super manis berbagai rasa tersebut. Alasannya karena hanya biskuit itu yang bisa dikonsumsi oleh Jeno tanpa harus meminum pil penekan alergi, si tampan itu tidak bisa menerima protein kuning telur. Sedangkan Oreo ini adalah camilan nikmat tanpa sedikit pun penggunaan bahan hewani.

Jaemin memasuki kamar Jeno, membukanya perlahan dan langsung disambut wangi ocean citrus yang semerbak kemana-mana, in spite of his fierce figure Jeno punya selera parfum yang lembut. Di kamar bernuansa abu-abu ini tidak banyak pernak-perniknya, yang ada hanya meja belajar, satu rak berisi novel dan buku-buku acuan, dua pigura foto keluarga dan tim football Aisle, dan sebuah gitar yang disandarkan pada dinding kamar. Tidak jauh berbeda dengan isi kamarnya, hanya saja di kamar milik Jaemin ada beberapa merchandise mahal yang dibelinya saat di Korea dulu.

A Box of Happiness | Nomin☆Where stories live. Discover now