19

6.4K 898 70
                                    

Di Amerika Serikat biasanya public school memang mengadakan suatu wadah bagi murid tingkat akhir guna meredakan stress. Pihak sekolah akan menghadirkan suatu festival seni besar-besaran bagi para senior year sebelum exam week dilaksanakan dan hari ini, Jaemin pada akhirnya merasakannya.

Pada awalnya Jaemin berpikiran bahwa festival seni tersebut akan memeras pikiran serta tenaganya, yang mungkin akan membuatnya pusing daripada senang karena di Korea sendiri kegiatan seperti ini lebih banyak dihindari. Namun ternyata kebalikannya, proses persiapan semua karya dilakukan dengan santai dan kekeluargaan. Semua teman satu angkatan miliknya memanfaatkan momen ini untuk mengukir memori bersama sebelum akhirnya harus berpisah karena kesibukan universitas.

Pemuda bersurai biru itu duduk di meja guru ruang kelas dengan Jeno yang ada di depannya duduk diatas kursi. Beberapa saat lagi pemuda pirang itu akan tampil dengan bandnya dan Jaemin berinisiatif menjadi make up artist dadakan untuknya.

"I just realize, you're this pale.", Jaemin membalurkan sedikit cushion pada wajah Jeno. Bermaksud menyamakan tone di wajah rupawan pemuda Amerika tersebut.

Shade cushion yang Jaemin beri kepada Jeno sebenarnya adalah shade yang tidak pernah dirinya gunakan setelah dua bulan lalu waktu pembeliannya. Simpel, alasannya warnanya terlalu cold tone untuk kulitnya yang warm tone, Jaemin tidak mau ambil resiko terlihat belang antara wajah dan lehernya. It's not cool at all.

"Genetik, mau diapa-apakan juga tidak mungkin aku punya kulit coklat."

"It's not bad though. Kalau kulit pucat begini, pacarku jika dilihat-lihat agak mirip Edward Cullen.", ucap Jaemin. Dirinya terkikik saat kedua tangan lebar milik Jeno menggenggam pinggul rampingnya.

Si pemuda Korea lantas memakaikan lipbalm di permukaan bibir tipis Jeno dan sedikit menyisir bulu alis sang kekasih. "Here you go, big boy. Sedikit polesan natural dari Jeremy Na."

Jeno mengambil ponselnya yang berada di samping tubuh Jaemin, menggeser icon kamera dan melihat pantulan wajahnya pada layar ponsel. Dirinya menengok ke kanan dan ke kiri untuk melihat hasil kerja Jaemin yang bisa meratakan warna kulitnya dan jerawat hormonal yang berada di keningnya.

"Ini bagus! Wajahku jadi terlihat one toned seperti milikmu, jerawatku juga jadi tidak terlihat.", Jeno tersenyum lembut dan meletakkan ponselnya di atas meja lagi. Tangannya melingkar pada pinggul Jaemin dan wajahnya menengadah untuk menatap kedua mata gelap milik si manis.

Jaemin mengangguk, tangan kanannya mengelusi surai Jeno dan mendaratkan satu kecupan singkat di bibir pemuda Amerika. "Agar kulit bisa terjaga dengan baik harus rajin memakai sunscreen secara berkala dan minum collagen, apalagi kalian orang kulit putih lebih rentan terhadap sinar ultraviolet. Nanti kulitmu jadi lebih mudah keriput kalau tidak dirawat dengan baik."

"Kalau begitu jadilah suamiku, aku yakin hidupku akan lebih baik karena ada kamu yang mengurusku."

"Apakah ini adalah sebuah lamaran?"

"Pra-lamaran."

Jaemin tertawa dan mencubit hidung bangir milik Jeno, "Mana ada pra-lamaran!"

Suara dari speaker di lapangan utama menghentikan kedua sejoli yang tadi bermesraan di dalam ruang kelas, si ketua acara sudah memanggil seluruh peserta festival untuk segera berkumpul dan mempersiapkan diri di belakang panggung. Terlebih untuk mereka yang memilih penampilan band dan teater musikal.

"Jeremy, kamu bagaimana? Apa mau ikut denganku ke belakang panggung?" Jeno berdiri dan memperhatikan Jaemin yang sibuk membantunya merapikan kerah kemeja miliknya.

A Box of Happiness | Nomin☆Where stories live. Discover now