🌹 1

3.1K 188 11
                                    

Namanya Min Yoongi, lelaki berkulit pucat yang merupakan ketua team basket kampus itu adalah kekasihku.

Menjadi ketua team basket dan ketua divisi dokumentasi membuat Yoongi cepat terkenal di kalangan mahasiswa, tapi walau begitu jarang ada orang yang mau dekat-dekat dengan Yoongi karena sikap dingin dan tidak bersahabatnya.

Aku mengenal Yoongi pertama kali adalah saat ia datang berkunjung ke rumahku, Kim Namjoon kakakku sendiri, ternyata teman baik dari Yoongi.

Aku juga tidak tahu bagaimana kami bisa menjadi dekat, seingatku kami jadi sering bertemu dan mulai mengobrol semenjak aku masuk senat.

Yoongi itu dingin, cuek, kaku dan menyebalkan. Ia benar-benar berbeda dengan kekasih teman-temanku yang lain. Yoongi tidak romantis dan tidak peka, pokoknya benar-benar menyebalkan. Tapi yang lebih menyebalkan adalah aku menyukai lelaki dingin ini.

Salah satu dari banyak sikap menyebalkan Yoongi adalah ia jarang menghubungiku, buktinya dari tadi semua pesanku tidak dibalasnya, entah apa yang sedang ia lakukan sekarang.

"Oi!" Aku tersentak, hampir mengutuk lelaki di hadapanku ini, Hoseok tertawa dengan senangnya melihat ekspresi kagetku,

"Ish, oppa." ucapku kesal tapi lelaki bermarga Jung itu masih tertawa, mengambil tempat di hadapanku.

"Makanya jangan melamun terus. Kau memikirkan apa sih? Aku memanggilmu dari tadi padahal."

"Ada apa memangnya?" Tanyaku

"Rundown untuk acara bulan depan sudah kau siapkan?" Hoseok adalah ketua dari divisi acara dan aku adalah anggotanya, Hoseok lebih senang menyebutkku antek-anteknya.

"Sudah, mau lihat? Tapi aku belum terlalu yakin, aku takut ice breaking-nya membosankan." Jawabku mengeluarkan selembar kertas dari tas dan memberikan pada Hoseok

"Jimin tidak datang?" Mataku tidak menangkap presensi lelaki bermarga Jung tersebut,

"Ia bilang kelasnya sudah berakhir tadi, tapi belum kunjung datang." Aku hendak bertanya lagi saat mendengar suara teramat familiar di telingaku,

"Kenapa mencariku? Kau merindukanku?" Jimin tersenyum menggoda sambil menaik turunkan alisnya. Heol, sejak kapan ia ada di sampingku?

"Iwh, Jim" Aku memberikan gestur ingin muntah dan ia hanya tertawa, menyisir surainya lalu menilik ke arah Hoseok yang bahkan tampak tidak memperdulikan keadaan sekitar karna terlalu fokus dengan kertas di tangannya.

"Itu rundown acara yang kita buat kemarin, Ji?" Tanya Jimin

"Lebih tepatnya aku yang buat." Jimin tidak membantu sama sekali, saat ia datang ke rumahku ia hanya numpang tidur dan makan.

"Aku akan menganti beberapa," Hoseok berkomentar setelah sekian lama terdiam, "Ini sudah cukup, aku akan berikan pada Namjoon sendiri nanti." Lanjutnya

Hoseok mengeluarkan ponsel dari saku nya, menekan beberapa tombol di sana, mungkin sedang berkirim pesan. "Aku harus pergi, kalian bisa pulang." Ia berucap lalu menatap kami berdua

"Hei, a-apa? Aku baru saja datang, hyung." Jimin nampak tidak terima tapi Hoseok tak ambil pusing. Ia meraih tasnya, melambaikan tangan dan menghilang di telan kerubunan mahasiswa lainnya di dekat lift.

Jimin mendengus, kasihan sih sebenarnya. Ia baru saja datang dan Hoseok sudah pergi.

"Kau pulang sendiri?" Aku mengangkat bahu, "Kok tidak tahu? Yoongi-hyung tidak menjemput?" Aku mengangkat bahu kembali untuk menjawab pertanyaannya tersebut,

"Pesanku tidak di balas dari tadi," Jimin hendak tertawa saat aku memotong ucapannya, "Kalau kau tertawa aku akan menendangmu." Jimin itu teman yang sialan, bukannya ikut sedih aku mempunyai kekasih yang cuek seperti Yoongi, ia justru merasa senang.

"Makanya pacaran denganku saja, Ji." Jimin gila!

"Lebih baik aku jadi perawan selamanya dari pada pacaran dengan playboy sepertimu." Tingkat playboy Jimin itu sudah angkut, parah. Tak terhitung berapa banyak wanita yang telah menjadi kekasihnya.

Jimin terbahak, mungkin kalau aku bertemu Jimin lebih dulu dan mungkin kalau Jimin tidak playboy, aku -mungkin- bisa menyukainya. Tapi itu 'mungkin' loh.

Terlepas dari sikap suka tebar pesonanya, Jimin itu baik, ia juga humoris, kami juga memiliki beberapa persamaan. Tapi sayang ia playboy.

"Jadi, kau pulang sendiri?" Jimin bertanya sembari mensejajarkan langkah kakinya denganku,

"Iya, aku naik bus saja. Namjoon-oppa ada kelas." Jawabku teringat akan pesan yang kakak lelakiku itu kirimkan tadi.

"Kuantarkan saja ya?"

"Tidak perlu." Aku dan Jimin menoleh begitu mendengar suara itu, Yoongi berdiri tak jauh dari kami, "Aku akan mengantarkan Jisoo." Lanjutnya.

"Okay, baiklah. Bye." Aku membalas lambaian tangan Jimin.

Suasana canggung, sedari di lorong sampai parkiran tidak ada satupun kalimat terlontar dari mulut Yoongi. Aku bingung dulu saat hamil Yoongi, bibi Min itu ngidam apa sampai anaknya diam begini.

"Yoon," Aku memberanikan diri memanggilnya dan ia hanya menjawab dengan berdeham,

"Kau kok datang?" Ia menoleh ke arahku, menyerahkan helm, rupanya ia naik motor ke sini.

"Kenapa memangnya?"

"Hah?"

"Aku memang tidak boleh ya menjemput kekasihku sendiri?" Aku merasakan pipiku memerah padahal itu bukan rayuan Yoongi. Mungkin efek tidak pernah digombali Yoongi makanya begini, aku jadi mudah tersipu dengan kalimat biasa begitu.

"Bo-boleh sih." Kenapa jadi gagap begini?

"Yasudah. Lagian kau juga tadi memintaku menjemputmu'kan?"

"Iya, tapi kau tidak membalas pesanku, jadi kupikir kau tidak mau."

Yoongi menghela nafas, pergerakannya saat hendak memasang helm terhenti, ia menatapku lalu berujar,

"Kau itu kekasihku, sudah sewajarnya aku menjemputmu." []

==========

Cerita ini juga sudah pernah Dera post di line@, maklumi kalau masih ada kesalahan penulisan karna belum sempat diubah-ubah kembali 🙄
Rencananya work ini bakal lebih ke imagine sih, tidak terlalu banyak konflik.

So, welcome to another Jisoo - Yoongi storeehhh~

My Cold BoyfriendWhere stories live. Discover now