🌹10

1K 120 8
                                    


Aku menghela nafas pelan, mencegah air mata yang dapat keluar kapan saja tapi sayangnya tempat yang kusinggahi sekarang tidak memungkinkan, ini kantin, menangis di kantin sama saja dengan mencari mati. Aku mungkin langsung viral di media sosial.

Aku menaruh ponsel di meja dan memilih menelungkupkan kepala di atas tangan, rasanya sesak sekali, aku tidak tahu kenapa mereka semua semudah itu mengetikkan kalimat tidak berperasaan padaku di kolom komentar. Memangnya aku pernah melakukan kesalahan pada mereka? Kenal saja tidak.

Aku menarik nafas lalu mengeluarkan, melakukan itu beberapa kali untuk menenangkan diri sebelum mengambil ponsel yang dari tadi terus bergetar.

'Halo?'

'Kau baik-baik saja?'

'Hm. Tentu, memangnya ada apa?'

Decakan terdengar dari sana, 'Kau di mana sekarang?'

'Kantin.'

'Tunggu di sana.'

Setelah panggilan Yoongi terputus, ponselku kembali menampilkan laman portal kampus yang terdapat foto diriku dengan Namjoon, aku ingat foto itu diambil bulan lalu saat kegiatan kampus, tidak ada yang aneh dari foto tersebut, kami sama-sama saling tersenyum menatap kamera. Tapi entah kenapa kolom komentar dipenuhi oleh beragam ucapan hinaan yang aku bahkan tidak tahu untuk apa.

'Persamaan yang terdapat pada mereka berdua hanyalah wajahnya.'

'^Hei, itu kasar. Tapi ada benarnya sih, hahaha.'

'Aku kasihan pada si kakak, tidakkah malu punya adik sepertinya? Kudengar ia pernah gagal di kelas.'

'Pasti enak menjadi adiknya, masuk senat tanpa harus interview, dapat kekasih tampan pula.'

'^Benar. Heran, kenapa si adik bisa seenak itu hidupnya. Di masa lalu ia pernah menyelamatkan kota mungkin hahahaha.'

'Lebih heran lagi kenapa lelaki tampan dari kelas TI mau menjadikannya kekasih.'

'Yang membuatku heran, kenapa kedua kakak beradik itu beda sekali. Jangan-jangan ibunya salah mengambil bayi, hahaha.'

Sudah tahu kalau isi komentar sebagian besar berisi hinaan tapi aku tetap saja membacanya. Kenapa mereka mengatakan hal tidak benar dengan mudah? Walaupun tidak sepintar Namjoon, aku tidak pernah mengulang kelas.

Ponselku tiba-tiba melayang, direbut paksa oleh Yoongi yang aku bahkan tidak tahu kapan datangnya, ia berdecak saat melihat ponselku sebelum memasukkan ke dalam kantongnya,

"Ikut aku."

Tanpa menunggu jawabanku, Yoongi menarik tanganku keluar dari kantin dengan diriku yang terus menunduk, mencoba menutup telinga dan mengalihkan pandangan dari para penghuni kantin. Ingin sekali rasanya mengutuki siapapun yang memposting fotoku dan Namjoon, walau sebenarnya bukan salahnya juga.

"Jangan didengarkan ucapan orang-orang bodoh itu." Yoongi berucap sembari mengusap tanganku yang ia genggam dengan telunjuknya, "Kita pulang."

"Kau ada kelas'kan?" Tanyaku

"Kau lebih penting." Jawabnya lalu membawaku menuju parkiran, sesampainya di dalam mobil, Yoongi tidak langsung menjalankan mobilnya, ia justru mendesah, berucap dengan nada kesal, "Inilah alasan kenapa aku tidak setuju portal kampus mengijinkan mahasiswa menggunakan anonim."

Tangannya lalu menarik diriku hingga berakhir di pelukannya.

Aku hendak bertanya atas kelakuannya yang aneh saat suaranya mengintrupsi, "Kalau mau menangis, menangis saja sekarang. Aku ada di sini untukmu." Bak mantera sihir, air mataku lantas turun, terisak di pelukan Yoongi, semua yang kutahan sedari tadi akhirnya keluar.

My Cold BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang