🌹 3

1.2K 140 5
                                    

Suasana sudah mencekam saat aku masuk ke ruang rapat, Miran menatapku kelewat sinis entah apa yang sudah mereka bicarakan sebelumnya.

"Jadi hobimu itu mengadu ya?" Kalimat sinis itu keluar dari mulut Miran membuat Yoongi menoleh ke arahku, berdecak karena aku tidak mendengarkan perintahnya, lalu membawaku ke dekatnya.

"Aku kekasihnya, wajar kalau ia mengadu." Jawab Yoongi,

Miran mendengus

"Aku peringatkan, jangan sampai hal seperti ini terjadi lagi." Miran berdecak dan menatapku kelewat tajam tapi tidak bisa menjawab.

"Ambil tasmu." Aku berjalan menyebrangi ruangan, buru-buru mengambil tas dan melangkah keluar meninggalkan Miran sebelum ia berubah pikiran untuk menyerangku, Miran ternyata dua kali terlihat lebih menyeramkan saat marah begitu.

"Kenapa tidak bilang?" Tanya Yoongi saat kami berjalan beriringan,

"Apa?"

"Soal Miran." Ohh yaampun, Yoon. Kalau bicara singkat sekali sih.

"Kupikir tak masalah aku mengangkat kardusnya, toh aku memang salah sih tadi." Iya, aku mengakui kalau aku salah karena tergoda menonton kartun bersama Jimin tadi.

Awas kau bantet.

"Tidak masalah bagaimana? Kau kelelahan begitu tadi. Kalau kenapa-kenapa bagaimana?" Walaupun Yoongi berbicara dengan ketus, aku bisa mendengar nada khawatir di suaranya, makanya aku tersenyum dan menatap Yoongi jenaka.

"Kenapa kau tersenyum begitu? Aku sedang mengomelimu."

"Aku senang kau mengkhawatirkanku." Aku mengandeng lengannya tanpa ijin, toh Yoongi juga tidak pernah mempermasalahkannya.

"Kata siapa aku mengkhawatirkanmu?"

"Eii, jangan bohong gitu. Kau tadi buktinya marah-marah saat aku kelelahan." Aku menekan lengannya dengan jari telunjuk, bermaksud untuk menggoda.

"Aku hanya tidak tega pada Namjoon kalau tahu adiknya sakit." Aku melepas gandengan dan memicing menatapnya kesal,

"Menyebalkan." Gerutuku lalu berjalan dengan cepat meninggalkan Yoongi, kenapa sih dia tidak jujur saja gitu. Bilang kek sekali-kali khawatir, dasar.

Yoongi sepertinya tahu bagaimana membuatku tidak kesal lagi dengannya. Ia mengengam tanganku, membawa telapak tangan milikku bergesekan dengan miliknya.

"Ehhh? Kita mau kemana?" Lemahnya aku, digandeng sudah baik kembali.

"Kantin."

"Tadi tahu dari mana aku di auditorium?"

"Jaebum."

"Jaebum?" Ulangku meminta penjelasan lebih,

"Iya, ia melihatmu di auditorium. Aku sudah menghubungimu tapi kau tidak menjawab."

"Miran sunbae menyuruhku menaruh tas di ruang rapat tadi."

"Jangan menuruti perintah aneh-aneh dari dia lain kali. Aku khawatir." Ia bilang khawatir tapi wajahnya tetap saja datar.

"Tadi bicara apa dengan Miran?" Aku penasaran apa yang Yoongi katakan sampai wajah Miran memerah begitu

"Tidak penting."

"Beritahu aku. Aku penasaran."

"Aku sudah katakan tidak penting, Ji."

"Ish, tapi penasaran. Kau mengeluarkan sarkasme mu lagi ya?"

"Lagi?"

"Eh kau kan selalu mengeluarkan sarkasme mu, padaku juga. Untung aku sabar."

"Ehmm."

"Ayo, Yoon. Katakan, kau bilang apa?"

"Tidak penting, sayang." Okay, itu tidak penting. Aku diam dan membiarkan Yoongi menuntunku menuju kantin.

Semua pasang mata menatap ke arahku dan Yoongi begitu kami memasuki kantin dengan bergandengan tangan. Tak sedikit yang mencibirku, semenjak menjadi kekasih Yoongi aku sudah mulai terbiasa dengan cibiran.

Tidak ada gunanya mendengarkan mereka

"Kita makan di luar saja ya?" Aku menatap Yoongi bingung, kantin tidak ramai-ramai amat kok.

"Aku tidak yakin dapat menahan diri," Aku makin bingung, Yoongi bicara apa sih?

"Menahan diri kenapa?"

Yoongi mendesah, "Telingamu bermasalah ya?" Kok jadi bawa-bawa telingaku, "Mereka mencibirmu dan aku tidak suka." Lanjutnya.

Yaampun,Yoon. Bisa tidak sih kalau bicara yang jelas dan jangan pendek-pendek begitu. Otakku tidak secermelang Namjoon.

Aku belum menyuarakan pendapatku tapi Yoongi sudah keburu membawaku keluar dari kantin.[]

=====

My Cold BoyfriendWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu