🌹9

991 115 9
                                    


Ritual wajib yang dilakukan para pasangan di malam minggu biasanya itu jalan-jalan, tapi sepertinya aku tidak bisa deh melakukannya hari ini. Yoongi, kekasih tampan nan galakku itu sedang sibuk mengerjakan tugas. Tidak tahu kenapa tiap hari sepertinya ada saja tugas yang ia kerjakan.

Kalau kalian berfikir Yoongi akan merelakan tugasnya untuk pergi denganku, jawabannya adalah tidak. Tugasnya lebih penting. Pesanku saja tidak dibalas sama sekali, sebenarnya ada untungnya, kalau sedang menghilang begini tidak perlu khawatir Yoongi selingkuh dengan wanita lain karena sebenarnya ia selingkuh dengan buku-buku tebal.

Aku memainkan ponselku, beberapa kali membuka sosial media dan berakhir dengan mendengus karena kebanyakan feeds mereka berisi jalan-jalan.

Aku membuka chatroomku dengan Yoongi, ia benar-benar luar biasa, pesanku belum dibaca sama sekali sedari tadi. Tumben, perasaanku kok jadi tidak enak ya? Aku memutuskan untuk menekan ikon gagang telpon, menempelkan benda itu di telinga.

'Halo?' Kok suara perempuan ya?

'Halo,'

'Jisoo-ah, ini bibi. Yoongi sedang istirahat jadi telponnya bibi yang angkat. Ada apa?'

'Oh, bibi, aku hanya penasaran dengan keadaan Yoongi. Daritadi ia tidak membalas pesanku sama sekali. Yoongi tidak apa-apa'kan?'

'Loh, Yoongi tidak memberitahumu? Ia sedang sakit, nak.'
.
.
.
.
.
Tepat setelah panggilan berakhir dengan bibi memberitahu keadaan Yoongi yang sedang sakit, aku meminta Namjoon untuk mengantarkanku ke rumah Yoongi. Awalnya ia menolak karena ini sudah malam, tapi aku bersikeras dan mengatakan hanya ingin menjenguk Yoongi sebentar.

"Kebetulan kau datang, Jisoo-ah. Bisa tolong bibi berikan ini pada Yoongi? Ia tidak mau makan sedari tadi." Bibi Min berujar, memberikanku semangkuk bubur yang masih utuh.

"Yoongi sakit apa, Bi?" Itu bukan aku yang bertanya tapi Namjoon,

"Demam, ia terlalu kelelahan sepertinya. Ah, anak itu memang, terlalu memaksakan diri sekali." Bibi Min mengerutu pelan, "Namjoon-ah, bisa tolong antarkan bibi ke apotik?"

"Oh, iya, boleh. Tapi Yoongi bagaimana?"

"Ia ditinggal sebentar tidak akan tewas, ada Jisoo lagian." Sekarang aku paham, darimana datangnya mulut tajam Yoongi.

"Tapi Bi, Yoongi dan Jisoo, maksudku, tidak apa hanya mereka berdua saja?" Sebenarnya ingin kukatakan pada Namjoon, 'Tak apa oppa, kami bahkan pernah tidur satu ranjang bersama.' tapi itu sama saja cari mati. Namjoon dengan sikap overprotective nya.

"Tidak apa, hanya sebentar kok. Yoongi tidak mau makan dari tadi, mungkin kalau Jisoo yang membujuk ia mau."

"Oppa, tidak apa. Sudah antarkan bibi, Yoongi'kan harus minum obat."

Namjoon menatapku tajam, sepertinya enggan meninggalkanku berduaan bersama Yoongi di rumah,

"Ayo, bi."

"Sebentar, bibi ambil tas dulu." Bibi Min berlalu meninggalkanku dan Namjoon di ruang tamu,

"Biarkan pintu kamarnya terbuka, jangan terlalu dekat dengan Yoongi, kalau ada apa-apa telepon aku ya."

"Kau terlihat seperti seorang ayah yang menasehati anaknya ya." Namjoon menatapku kesal hendak mengeluarkan wejangan saat bibi Min kembali ke hadapan kami,

"Hati-hati di rumah, Jisoo-ah." Aku mengangguk, mengucapkan salam kepada bibi Min lalu melangkahkan kaki menuju kamar Yoongi yang berada di lantai atas dengan semangkuk bubur di tangan.

Hal yang menyambutku saat membuka pintu kamar adalah wajah tidur milik Yoongi, pemuda itu terlihat manis saat tidur, berbeda kalau sudah bangun. Aku menguncang tubuhnya pelan, "Yoon, bangun, makan dulu ya."

Panggilan pertama tidak mendapat jawaban, panggilan kedua juga, baru pada panggilan kelima matanya terbuka. "Ma, aku- Jisoo?" Ia menyipitkan matanya, "Ji? Sedang apa di sini?"

Aku membantu Yoongi bersandar, lalu ikut duduk di pinggiran ranjang, "Kenapa tidak bilang kalau sakit?" Aku bertanya balik dan ia hanya terdiam, "Kalau aku tidak menelponmu mungkin aku tidak akan tahu kau sakit. Aku'kan kekasihmu, kalau bibi berfikir aku tidak peduli padamu bagaimana?" Aku masih ingat kalimat tanya bibi Min mengenai hubungan kami, ia pikir kami sedang bertengkar karena aku tidak tahu kalau ia sedang sakit.

Aku tidak peduli bila Yoongi mengomel atau menganggapku terlalu membesar-besarkan masa-
"Maaf ya, aku hanya tidak ingin membuatmu khawatir." -lah. Okay, ini jawaban yang tidak kuprediksikan sama sekali keluar dari mulutnya.

Yoongi mengenggam tanganku dan badannya terasa panas sekali, ia memberikan senyum lemahnya membuatku jadi merindukan Yoongi yang bermulut silet.

"Yoon, makan ya." Ia mengeleng, menyandarkan tubuhnya di sisi ranjang, membuat kami saling berhadapan, "Badanmu panas sekali, kau harus minum obat. Bibi dan Namjoon sedang pergi membeli obat, kau makan ya." Lagi ia menggelengkan kepalanya,

"Ayolah, Yoon. Janji deh kalau kau mau makan, aku akan melakukan apa saja untukmu." Terkutuklah mulut ini karena sekarang Yoongi memberikan senyum miringnya,

Ia merentangkan tangannya, "Inginnya minta cium tapi takut kalau kau tertular, jadi peluk saja." Sedang sakit tapi bisa mesum juga.

Aku merangsek mendekat setelah sebelumnya meletakkan mangkuk di nakas, tubuh Yoongi yang panas bersentuhan dengan kulitku.
.
.
.
.
.
Aku ikut duduk bersandar di samping Yoongi yang tengah asik makan buburnya, tidak asik sebenarnya karena wajahnya terlihat terpaksa sekali. Aku dapat mendengar ia mengerutu beberapa kali karena tidak ingin makan bubur, "Tidak ada rasa, Ji."

Astaga, dia mulai lagi. "Aku sudah menambahkan garam ke sana tiga kali, Yoon. Masa tidak berasa juga."

"Memang tidak." Dengan wajah tak berdosa ia menyodorkan kembali mangkuk padaku, "Tambahkan lagi."

Aku meraih mangkuk tersebut dan berjalan keluar kamar dengan kaki dihentakkan, tidak ada kasihannya sekali denganku yang harus turun tangga berkali-kali, pula kenapa Namjoon dan bibi tidak kunjung pulang? Mereka berkencan dulu ya.

"Kalau sampai tidak ada rasa lagi, kau makan garam saja sana!"

"Ikhlas dong kalau mau merawat orang sakit." Aku mendengus lalu memilih duduk kembali di sisi yang kosong sembari bermain ponsel,

"Ji, kau sedang bermain kode denganku ya?"

"Hah?" Aku menolehkan kepala ke samping, menatap Yoongi yang tengah meminum air,

"Buburnya asin."

"Lalu?"

Yoongi menatapku acuh, "Belajar dulu ya yang rajin, sabar dulu, aku masih harus menunggu skripsiku, lagipula memangnya Namjoon tidak apa kalau dilangkahi?"

Ini Yoongi bicara apa sih?

Seolah mengerti aku tidak paham, Yoongi melanjutkan kalimatnya lagi, "Kau tak sabar untuk kunikahi'kan."[]

=====

My Cold BoyfriendWhere stories live. Discover now