BAGIAN SEMBILAN

64 17 5
                                        

"Budayakan vote sebelum membaca dan comment setelah membaca. Happy reading."

BAGIAN SEMBILAN || KERAGUAN YANG TAK TERJELASKAN

FOR(GET) THE MEMORY

"Semuanya semakin aneh. Orang asing terus mendatangiku. Seakan memaksaku untuk mengikuti kemauan mereka, dengan cara yang halus."

~Kayla Syafira~

***

Aku berdiri di samping gerbang sekolah untuk menunggu Ayah datang menjemput.

Satu-dua murid keluar menggunakan sepeda maupun jalan kaki untuk pulang atau melakukan kegiatan lain di luar sekolah.

Reta sudah pulang terlebih dahulu, ia sempat menawariku tumpangan tapi aku menolaknya. Yah karena rumah kami beda arah. Aku tidak mau membuatnya repot.

Sebenarnya agak aneh sih, kenapa Ayahku tiba-tiba mau menjemputku? Padahal beliau tidak berangkat ke kantor tadi pagi. Libur.

Aku menatap ke arah kiri, mobil sedan berwarna abu-abu terlihat mendekat ke arahku. Itu mobil Ayah.

Kendaraan roda empat itu berhenti tepat di depanku dan tanpa tunggu lama lagi, aku membuka pintu mobil lalu memasukinya.

Ayahku tersenyum kala melihatku. "Siang, Sayang," sapanya ramah.

"Siang juga, Yah." Aku memasang sabuk pengaman usai menutup pintu mobil.

Dua detik setelahnya, mobil yang aku naiki mulai bergerak maju, membelah jalanan kota yang lumayan lengang.

"Kamu makan dulu ya, Sayang. Itu Ayah udah bawain makanan kesukaan kamu di jok belakang." Tatapan mata Ayahku masih fokus ke jalanan.

Kepalaku bergerak menoleh ke belakang. Ada kotak makanan di sana. Aku mengambil dan memangkunya, hendak membuka kotak bekal ini.

Dahiku berkerut membentuk sebuah gelombang kecil. "Eh? Kan aku bisa makan di rumah, Yah. Kenapa harus makan di dalam mobil segala?" tanyaku bingung.

Aku mulai curiga kalau Ayah menjemputku memiliki maksud lain. Terbukti dengan pakaian yang beliau kenakan. Jas rapi dengan dasi melingkar di lehernya. Selain itu, dia juga mengenakan sepatu yang biasa digunakan untuk ke kantor.

Ayahku menginjak rem, mobil berjalan lebih lambat karena lampu lalu lintas berwarna merah. Berhenti. Dia menatapku. "Ayah ada meeting dadakan, Kay. Mungkin Ayah memerlukan bantuanmu untuk menyelesaikan program yang sedang kantor Ayah jalankan ini."

Sudah aku duga. Pasti ada tujuan lain Ayah menjemputku.

Sebelah alisku terangkat. "Tapi, Yah. Kenapa harus aku? Bukankah ada orang lain yang lebih ahli di bidang tersebut?"

"Iya, Ayah tau. Tapi Ayah lebih percaya sama kamu. Selain itu, Ayah juga tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayar orang lain. Dan yang paling penting, Ayah sudah tau seperti apa kemampuanmu. Ini menyangkut jabatan Ayah, Kay," jawabnya, mulai menjalankan kembali mobil. "Jika proyek ini berjalan lancar, Ayah akan naik jabatan."

"Tapi, Yah. Aku lelah."

"Sudah. Hanya sebentar, Sayang. Ayah janji bakal beliin kamu apa aja setelah pekerjaan Ayah selesai." Iming-iming kembali aku dengar, dan itu berasal dari mulut orang tuaku sendiri.

Aku tidak ingin apa-apa, Yah. Aku hanya ingin istirahat. Hanya itu. Tidak bisakah aku mendapatkannya? Kumohon.

Aku hanya menjawabnya di dalam hati. Melawan pun, tidak ada gunanya. Pasti aku akan tetap melakukan apa yang Ayah ucapkan, apapun alasannya.

FOR(GET) THE MEMORY [On Going]Where stories live. Discover now