15

1.3K 207 33
                                    

4 Januari 1999 

"Aku batal membawa berkasnya"

"Bagus. Sudah seharusnya kau tidak mengajukan rencana gilamu itu"

Parkbom menggigit kuku-kuku jarinya, terlihat khawatir. Tangannya berkeringat karena ia tengah ketakutan setengah mati.

"Apa tidak sebaiknya kau membakar berkasmu?"

Seunghyun menggeleng, "Tidak, sayang. Aku yakin semua akan baik-baik saja. Masih banyak anggota lain yang memiliki rencana yang lebih masuk akal dan lebih aman"

Parkbom berdecih, "Memangnya atasanmu itu ingin meluncurkan aksi ini dengan aman? Tentu saja tidak"

"Jangan dipikirkan," ujar Seunghyun sembari mengusap wajahnya, "Dimana Namjoon?"

"Dia sedang dikamar, mengerjakan PR. Aku sempat takut jika anak kita tidak memiliki teman disekolah"

Seunghyun mengernyit, "Lalu? Apakah dia baik-baik saja?"

Parkbom mengangguk, "Justru sebaliknya. Kukira dia tidak bisa beradaptasi dengan lingkungannya karena kekutu-bukuannya. Ternyata, anak-anak lain justru mendekatinya karena Namjoon sangat pintar"

Seunghyun terkekeh, "Dia mewarisi otakku"

Parkbom memukul kecil lengan suaminya, "Hei. Aku juga cerdas, tahu"

.

.

.

8 Januari 1999

Namjoon membolak-balikkan bukunya, semua teman-temannya sedang bermain di lapangan. Tetapi Namjoon memilih untuk diam di dalam ruangan sembari membaca buku cerita anak-anak.

"Namjoon?"

Seseorang masuk ke dalam ruangan tersebut seraya menyunggingkan senyum di wajahnya, "Ibumu menunggu diluar"

Namjoon mengernyit, "Ibu? Bukankah sekolah belum berakhir?" tanya Namjoon dengan wajah lugunya dan suara melengking khas anak-anaknya.

"Ibumu berkata padaku bahwa ada hal penting dirumah, sayang. Sekarang ayo kemasi barang-barangmu"

Namjoon menuruti Ibu Gurunya tanpa berkata sepatah katapun. Walaupun di dalam benaknya ia merasa cukup bingung dan enggan meninggalkan sekolahnya, tetapi Namjoon tetap bungkam.

Padahal, jadwal pelajaran Namjoon setelah ini adalah matematika. Salah satu pelajaran kesukaan Namjoon.

PetakaWhere stories live. Discover now