Trouble : : 13

1.9K 252 186
                                    

Happy reading.... Enjoy!

______________________________

Dian menghidangkan makan malam di meja makan. Kali ini suasana makan bersama, tambah lengkap dengan kehadiran Devin yang telah duduk mengisi kursi kosong itu selama bertahun-tahun.

"Jadi hari ini Bunda masak nasi goreng spesial buat kalian," ujar Dian sembari menyajikan piring-piring yang telah berisi nasi goreng.

"Bunda...," panggil Devin.

"Hm?"

"Ini nggak kebanyakan nasinya?" tanya Devin.

"Itu porsi normal, Vin. Devan aja bisa nggak puas makan segitu," sahut Dian.

"Tapi... Devin nggak biasa makan banyak kayak gini."

Dian dan Hendra saling bersitatap. Mendengar kalimat itu keluar dari mulut putranya, berhasil membuat jantung Dian berdenyut sakit. Jika porsi normal saja Devin anggap banyak dan ia mengaku tidak pernah memakan sebanyak itu, lalu seberapa sedikit porsi yang ia makan selama ini? Hanya beberapa sendok? Atau mungkin ... tidak mendapat sesendok nasi pun?

Melihat perubahan raut wajah Dian, membuat Hendra menyuruh istrinya untuk tenang hanya dengan isyarat mata.

Hendra menghembuskan napas beratnya, "Nggak apa-apa, Vin. Dimakan aja, lagian kamu juga sering sakit perut karena makannya nggak teratur dan dikit, kan? Sekarang makan yang banyak, biar nggak sakit-sakitan."

"Tapi-"

"Makan," potong Hendra.

Devin masih menatap nasi gorengnya sedikit ragu.

"Bisa... Kamu belum coba loh. Nasi goreng buatan Bunda kamu itu enak banget. Makanya dicoba dulu. Siapa tau nanti kamu makannya sampai habis." Hendra kembali berucap.

"Kalau lo nggak habis, tenang... Ada gue yang bakal habisin," kata Devan seraya menepuk-nepuk dadanya bersemangat. Namun hanya sesaat ketika Devan melihat raut wajah orangtuanya seakan menegur ucapannya barusan.

"Devan...," tegur Hendra seraya menatap kedua manik mata Devan intens.

"Sorry," balas Devan tanpa suara.

Dian menggeleng, "Nggak, Vin... Jangan dengerin Devan. Kamu habisin aja makanan kamu, ya?" Dian membujuk. "Bunda nggak mau liat kamu sakit lagi..."

Hendra mengangguk setuju, "Iya, Vin... Kita nggak mau liat kamu sakit. Bukannya dulu waktu kamu kecil, kamu paling suka makan nasi goreng buatan Bunda? Inget nggak, hari itu kamu sampai bangunin Bunda tengah malem karena kamu laper, trus maunya cuman makan nasi goreng buatan Bunda aja?" tanya Hendra.

Hening sejenak. Devin hanya terdiam sembari memainkan sendok dan garpunya di atas piring.

Hendra menghela napasnya. Melihat Devin yang masih tak bergeming, membuat dirinya harus berusaha lebih bersabar menghadapi tingkah putranya yang telah banyak berubah. Dada Hendra terasa sesak seketika, saat mengetahui Devin benar-benar bukan seperti orang yang Hendra pernah kenal dulu. Dulu Devinnya sangat nakal, terlalu banyak ulah, dan tidak bisa diam.

Namun sekarang? Bahkan tidak disuruh diam pun, Devin tetap diam. Tak berulah dan tak nakal lagi.

"Devin Sayang... Makan, ya?" bujuk Hendra. "Kamu sekarang bebas ngelakuin hal yang kamu suka. Makan aja nasi gorengnya, lakuin semua hal yang bisa bikin kamu bahagia. Ayah sedih loh lihat kamu kurus gitu."

Setelah satu helaan napas, Devin akhirnya mengangguk. Dian duduk di kursinya setelah selesai menghidangkan makanan. Seperti biasa, mereka akan melakukan doa bersama terlebih dahulu sebelum mulai makan.

TROUBLE [TELAH TERBIT] ✅Where stories live. Discover now