Trouble : : 15

1.7K 230 194
                                    

Happy reading....

____________________________

"Sayang, bobo yuk!" ajak Hendra ke istrinya.

Dian menghela napas, "Ngapain bobo jam segini, Mas? Masih jam setengah sembilan," tolak Dian.

"Aku pengen berguling di kasur sama kamu." Hendra memainkan rambut istrinya.

"BUNDA! AYAH!" Devan berteriak dari lantai atas sembari berjalan cepat menuruni tangga.

"Apa, Van?! Malem-malem teriak," sahut Hendra. "Kaget Ayah."

"Kamu kenapa?!" tanya Dian.

Keringat dingin jatuh membasahi kening Devan bersamaan dengan perasaannya yang sedang bercampur aduk. "De ... Devin mana?" tanya Devan dengan suara yang bergetar ketakutan.

"Loh, di kamarnya nggak ada?" tanya Hendra.

Devan menggeleng, "Nggak ada! Mobilnya juga nggak ada di depan. Dari tadi Devin belum pulang sekolah."

"APA?!!" Dian mulai berteriak kaget.

"Dia nggak ada ngomong sama kamu?" tanya Hendra dengan suara gemetaran.

Devan langsung menggeleng, "Nggak! Terakhir kali, Devan ketemu dia di sekolah pas lagi nontonin Devan main basket. Setelah itu nggak ketemu lagi."

"Telpon Devin!" ujar Dian.

"Dia kan nggak punya HP, Bunda..."

"Duh!"

Devan semakin cemas. "Ini udah mau jam setengah sembilan, dan Devin belum juga pulang. Devan takut dia kenapa-napa. Apalagi dia bawa mobil sendirian."

Tubuh Dian bergetar ketakutan, dengan segera ia meraih tangan suaminya. "Mas... Ini gimana?! Devin ada di mana?!"

Hendra langsung merangkul Dian, "Udah, Sayang... Tenang dulu," ujar Hendra pelan.

Dian menangis, "Kenapa dia belum pulang-pulang juga? Aku nggak mau Devin kenapa-napa!" lirih Dian dalam tangisannya.

Devan mengepal tangannya karena rasa cemas. Wajahnya memucat, ia takut Devin kembali berada dalam keadaan bahaya. Ia tidak mau kehilangan saudara kembarnya itu lagi. Tidak mau dan tidak akan pernah. Air mata Devan jatuh karena rasa cemasnya, tangan lebarnya itu mengepal kuat. Seperti ada sesuatu yang sekarang sedang menggerogoti tubuhnya. Jantung Devan berdebar tak menentu. Devan sangat sangat cemas.

"Mas! Telpon Andre! Aku nggak mau Devin ngilang lagi!" ucap Dian bergemetar karena panik.

Hendra mendekap Dian kuat, "Ini belum dua puluh empat jam, Sayang... Kita nggak bisa lapor polisi."

"Tapi Andre itu adik kamu!! Dia bukan cuman polisi, Mas! Dia adik kamu!!" Dian menangis keras. Ia takut, sangat takut.

Devan mengepal tangannya kuat-kuat. Seketika air mata jatuh begitu saja. Sampai saat ini Devin belum kembali, ia benar-benar takut. Hatinya tak bisa tenang, air mata mengalir deras begitu saja.

"Mas! Cepet telpon Andre!"

Ceklek...

Pintu rumah terbuka, di sana Devin sudah berdiri sambil menutup pintu itu kembali. Ia membalikkan tubuh kemudian mengernyit. Kenapa seluruh anggota keluarganya sedang menangis?

"Devin!" Dian berjalan cepat lalu mendekap putranya. "Kamu nggak apa-apa kan, Sayang?"

"Bunda kenapa?" tanya Devin.

"Vin! Habis dari mana lo?!" tanya Devan langsung. "Lo nggak tau kita semua cemas di sini?!"

Dian melepas pelukannya, "Ka... Kamu kenapa babak belur gini? Wajah kamu kenapa lebam? Kamu habis dari mana, Vin?" tanya Dian gemetaran.

TROUBLE [TELAH TERBIT] ✅Kde žijí příběhy. Začni objevovat