Bab 6 : Kenapa baru Bilang

24.8K 2.4K 29
                                    

"Dika kamu kok bisa ada disini?" Tanyaku tak percaya dan tidak menjawab pertanyaan adikku.

"Aku disuruh ayah dan ibu untuk jenguk kakak dan suruh nemenin kakak dua hari kedepan." Ucap Dika sambil meletakan tasnya di sofa.

"Terus kuliahmu gimana?" Tanyaku melihat pada wajah adikku yang sepertinya kelelahan.

"Hari ini kan tanggal merah. Besok aku cuman satu mata kuliah dan dosennya izin tidak masuk disuruh ngumpulin tugas. Aku sudah menitipkan tugasku pada temenku untuk disetorkan pada dosenku."

Aku hanya mengangguk mendengar penjelasan adikku. Lalu pandangan adikku tertuju pada Juna. Meminta penjelasan yang tertunda padaku.

"Oh iya, Ini Juna dia tetangga kakak. Juna ini adik aku, Dika." Ucapku mencoba tidak terlihat gugup. Juna memberikan tangannya pada adikku untuk berjabat tangan. Adikku menerima uluran tangan Juna.

"Jadi, kakak semaleman berdua dengan dia?" Tanya adikku mengulang pertanyaan yang sama.

"Kamu salah paham."  Ucap Juna. "Aku baru sampai dan mengajak Lana untuk sarapan bersama. Kau lihat sendiri kami membuka pintunya dengan lebar agar tidak menimbulkan kecurigaan."

Waw. Itu adalah kalimat terpanjang Juna. Dan dia mengatakannya dengan sangat lugas dan tegas sehingga mampu membuat adikku percaya padanya.

"Baiklah aku percaya. Terima kasih sudah menjaga dan membantu kakakku." Ucap Dika sambil sedikit menundukan kepalanya. Junapun melakukan hal yang sama. Ah, adikku sopan sekali.

"Yasudah, ayo kita sarapan bersama." Kataku yang merasa canggung sendiri.

"Tidak. Kalian saja duluan. Aku mau mandi kak." Pamit Dika akupun memberikannya izin.

Aku dan Juna saling tatap-tatapan. Entah kenapa ada yang lucu bagiku dan aku tersenyum. "Untung kamu membuka pintunya. Jadi adikku tidak curiga." Kataku kembali memakan rotiku.

"Apa keluargamu tidak bilang kalau mau ke sini?" Dia tidak memakan rotinya dia hanya menatapku saja.

Aku menggeleng. "Tidak. Mereka tidak bilang. Mereka kemarin memang ingin datang kesini tapi aku melarangnya." Ucapku sambil mengunyah makananku.

Juna terus menatapku. Mungkin dia kaget melihatku makan yang begitu lahapnya. Masih ada satu sisa roti panggang. Milik Juna yang belum tersentuh dia hanya meminum air putih saja. Sepertinya dia cowok yang peka buktinya dia memberikan rotinya padaku karena jujur saja aku masih lapar.

"Ini untukmu biar aku buat yang lain untuk adikmu nanti." Ucap Juna sedikit menarik sudut bibirnya.

"Terima kasih." Kataku malu-malu.

Setelah sarapan. Maksudku aku sendiri yang sarapan Juna akhirnya pulang dan adikku sudah selesai mandi. "Mana bang Juna kak?" Tanya Dika sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Sedangkan aku, aku membawa piring kotor ke dapur. "Sudah pulang. Kamu mau sarapan apa?"

"Rotinya yang tadi udah habis? Tanya Dika melihat pada meja yang hanya sisa gelas minum saja.

Aku tersenyum pada Dika. "Pasti kakak yang habisin." Ucapnya ketus.

"Sembarangan. Juna sendiri yang memberikannya ke kakak." Kataku membela diri.

Suara bel pintu terdengar aku menyuruh adikku untuk membukanya. Selagi aku membersihkan sisa-sisa sarapanku.

Ternyata tamuku adalah mbak Indira, Ari dan Mas Dirga. Mereka sudah tahu kalau Dika adalah adikku jadi tidak perlu melakukan perkenalan lagi.

"Kamu baru selesai sarapan Lana?" Tanya mbak Indira yang sepertinya membawa makanan cukup banyak untukku.

"Iya mbak." Kataku merasa tidak nyaman.

Hello, Mr. Jutek Où les histoires vivent. Découvrez maintenant