Bab 9 : Minder

23K 2.3K 60
                                    

Aku menatap sebuah mini dress yang di berikan Juna padaku. Warnanya soft tidak terlalu mencolok dan yang terpenting bajunya masih sopan tidak terlalu terbuka. Aku suka. Oh ya satu lagi yang jelas ini pasti mahal dan aku yakin ini lebih mahal dari mini dress yang aku punya. Tentu saja dia kan bagian dari keluarga Wijaya,  keluarga konglomerat. Masak mau beli yang murah-murah.

Aku menghela napasku entah yang ke berapa kali. Satu pesan dari Juna. Kalian tahu nama Juna di kontak handphoneku? Aku beri nama dia Mr. Jutek. Juna tahu akan hal itu dan dia cuek-cuek saja tidak menyuruhku untuk mengganti namanya. 

Juna mengatakan setengah jam lagi dia akan menjemputku. Setelah memikirkan baju yang akan aku pakai. Kini yang aku pikirkan adalah aku akan bicara apa dengan keluarga besar Juna bagaimana kalau aku tidak nyambung dengan keluarga mereka? Bagaimana kalau aku terlihat norak dan kuno di depan mereka. Meskipun aku tahu mereka keluarga kaya yang tidak sombong dan bisa menghargai orang lain. Contohnya saja bos pemilik stasiun tempatku bekerja pak Chandra. Beliau baik banget dan istrinya cantik dan ramah. Jadi aku rasa orang tua Juna beserta keluarga besarnya akan seperti bossku dan istrinya.

Baik cukup memikirkan sesuatu yang semakin membuatku panik dan gugup sendiri. Tarik napas Lana hembuskan. Ok every thing gonna be ok. Fighthing Lana.

Waktu yang diberikan Juna aku gunakan untuk dandan. Make up yang aku pakai simpel sih karena ini pertemuan keluarga bukan acara pesta. Dan aku sudah selesai ketika Juna memencet bel apartemenku.

Aku berjalan ke arah pintu dan membukanya. Baju yang di kenakan Juna warnanya sama dengan warna gaun yang dia kasih ke aku. Apa dia memang sengaja?

Juna menatapku hal yang membuatku tidak nyaman. "Apa aku terlihat tidak cantik?" Tanyaku risih.

"Tidak. Kamu cantik." Ucapnya yang terus menatapku.

"Oh. Makasih." Kataku kikuk.

Setelah mengatakan itu Juna langsung mengajakku untuk berangkat. Jangan harap Juna menggandeng tanganku itu hanya dilakukan oleh sepasang kekasih dan kami bukan sepasang kekasih. Di dalam lift aku sering membuang napasku dengan kasar. Juna menoleh padaku

"Kamu gugup?" Tanyanya dan aku mengangguk.

"Keluargaku tidak semenakutkan yang ada di pikiranmu. Aku punya adik perempuan namanya Jingga. Dia anaknya bawel kau bisa dengannya nanti."

"Apa maksudmu aku bawel juga?" Tanyaku yang bisa menangkap kata negatif di perkataan Juna.

"Bisa jadi." Ucapnya tersenyum.

"Menyebalkan." Sungutku. Sampai dalam mobil dan di perjalanan aku tidak berbicara sepatah katapun pada Juna dan Juna juga tidak mengajakku berbicara. Dia bahkan senang melihatku yang gugup seperti ini.

Aku begitu terperangah ketika sampai depan gerbang rumah utama keluarga Wijaya. Oh Tuhan, ini rumah seperti istana saja. Ini luasnya berapa meter?  Melihat gerbangnya saja aku begitu terpana. Apalagi di dalam rumahnya. Semoga saja aku tidak terlihat norak Tuhan, malam ini saja.

Aku semakin gugup ketika ada beberapa maid yang berseragam hitam putih membukakan pintu mobilku. Wah aku seperti tuan putri saja. Apa aku disini seperti Cinderella?

Juna melihatku tersenyum. "Berhenti tersenyum Juna." Kataku kesal. Dan Juna semakin melebarkan senyumannya.

"Aku tidak mau masuk." Keluhku. Juna nampak terkejut

"Kenapa?"

"Aku gugup Juna. Kamu tidak mengerti." Aku ingin lihat bagaimana nanti jika dia bertemu dengan orang tuaku. Aku yakin dia akan sama sepertiku saat ini. Atau mungkin saja tidak. Mengingat responnya yang begitu santai ketika adikku salah paham. Juna tipe cowok yang tenang didalam keadaan terdesakpun dan aku salut akan hal itu.

Hello, Mr. Jutek Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt