04. Posessive🍊

38.3K 2.3K 19
                                    

04. [Part revisi]

Kevin memberikan tatapan yang begitu mengintimidasi pada Dira, gadis itu bungkam seribu bahasa, takut menjelaskan kejadian yang baru saja terjadi padanya. Kalau sampai Kevin tau, kemungkinan besar laki-laki itu semakin bersikap posesive, dan Dira kurang menyukai itu karena dia tidak akan bisa bebas dari pengawasan Kevin maupun Davin.

Lain halnya dengan Arlan, cowok itu nampak santai-santai saja sambil sesekali menyesap minuman yang baru saja ia pesan sebelumnya.

Suara langkah kaki mendekat.

"Tega banget lo, Bang, ninggalin gue sendiri," protesnya, menaruh semua belanjaannya yang terbungkus paper bag dan plastik putih tebal di atas meja.

"Abang beli apa aja? Kok banyak banget." Dira membuka suara.

"Ada deh, kepo," balas Davin cuek, kemudian duduk di samping Arlan.

"Kok--lo bisa ada di sini, Ar?" tanya Davin, keningnya naik satu ke atas.

"Lagi nemenin nyokap," balas Arlan seadanya.

Davin manggut-manggut, matanya beralih menatap Kevin. "Lo kenapa Bang?"

Kevin menggeleng singkat. "Ayo pulang!" tegasnya beranjak pergi. Ucapannya seakan menyiratkan arti---tidak boleh dibantah.

.

Dira menunduk, memilin ujung baju miliknya. Kemarahan Kevin adalah hal yang patut dihindari karena selain menguji kesabaran diri, juga dapat menguji kekebalan mental.

"Kamu kenal sama orang itu?" tanya Kevin, bernada dingin.

"En-enggak, Bang," sahut Dira, takut-takut.

"Bagus," Kevin memberi jeda. "Abang udah lapor polisi buat ngurus dia."

"Dari video CCTV yang terpasang, kamu sempat dipegang-pegang sama dia 'kan?"

Sambil menganggukan kepalanya, Dira lantas membalas, "Iya."

Kevin menggeser duduknya agar lebih dekat. Laki-laki itu terdiam beberapa saat, hingga mulai berbicara. "Maafin abang ya, Dek, maaf karena udah ninggalin kamu." Kevin mengelus surai Dira, menatap penuh rasa bersalah. Seharusnya kejadian tadi sore tak akan terjadi jika saja Kevin tidak pergi dari sisi Dira, tapi apa boleh buat sebab waktu tidak bisa diputar balik lagi.

Dira tersenyum. "Abang gak salah kok, dan...Dira masih baik-baik aja."

"ADEK??? KAMU MAU ES JERUK GAK?" teriak Davin dari arah dapur, laki-laki itu benar-benar perusak suasana.

Mata Dira kontan berbinar. "MAUU!!!"

"Oke, tunggu bentar," sahut Davin setelahnya.

Tidak lama, cowok itu muncul dengan membawa dua gelas es jeruk dicampur susu vanila. Warna orange dan putih yang belum menyatu itu membuat Dira meneguk ludahnya. Pasti rasanya benar-benar nikmat sekali.

Kevin refleks mencebik. "Cuma dua?" tanyanya retoris.

"Lo buat sendiri aja Bang, udah gede juga," balas Davin.

Dira terkikik. Mengambil segelas minumannya, mengaduk sekitar beberapa detik lalu mencicipinya sedikit.  "Bang Kevin mau? Nih, minum punya aku aja."

Tangan Kevin mengelus pipi gadis itu. "Minum aja, abang udah minun kok tadi," jawabnya tersenyum tipis. Bagi Kevin, kebahagiaan serta keselamatan Dira adalah hal yang paling penting. Cukup sekali saja dirinya membuat gadis itu terluka, baik dari segi fisik maupun psikisnya, karena saat ini Kevin sangat-sangat menyesali kecerobohannya untuk tragedi di tahun lalu itu. Tahun yang di mana Kevin hampir gila sebab Dira mengalami androphobia. 'Ketakutan terhadap pria'.

🍊🍊🍊

Davin dikejutkan dengan kedatangan Arlan yang tiba-tiba muncul di depan pintu rumahnya ketika ia ingin berangkat sekolah.

"Ngapain lo?" tanya laki-laki itu, tatapannya nampak menyelidik. Memandang Arlan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.

Arlan berdehem. "Gue---gue mau jemput adek lo, dia ada?"

Davin mengerjap lalu menggaruk dan menepuk-nepuk telinganya, siapa tau saja pendengaranya yang tadi hanya sebuah kelasahan teknis semata. "Lo nyari siapa?" tanya Davin.

"Adek lo?"

Davin menaikan sebelah alisnya ke atas. "Tumbenn...." lirih Davin.

Merasa kesal Arlan mulai berdecak. "Gue ke sini mau jemput adek lo!"

"Lo ngajak adek gue berangkat bareng, gitu?"

"Hm..."

Davin menjawab dengan membulatkan mulutnya seperti huruf 'O' tanpa suara.

"Abang, liat sepatu aku gak sih??" tanya Dira sedikit berteriak seraya mencari sepatu sekolahnya yang kemarin ia taruh di rak sepatu. Tapi anehnya sekarang tiba-tiba saja menghilang.

"Di sini Dek, udah Abang ambilin tadi," sahut Davin.

"Hisss, bilang dong."

"Ehh--Kak Arlan..." Dira menyengir malu, lalu memasang sepatunya terburu-buru.

Ditatap Arlan seperti itu berhasil membuat Dira tersipu, apalagi kalau mengingat kejadian kemarin yang di mana Arlan sudah menolongnya. Ah--bahkan Dira lupa untuk mengucapkan kata terimakasih ke padanya waktu itu.

Tbc

Maaf kalau part selanjutnya tidak nyambung, karena sedang tahap revisi

170421

ARLANDIRA (OTW REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang