F.4

9.2K 1.5K 183
                                    

Sorry for typo(s)







Sebuah usapan terasa pada keningnya, perlahan manik itu terbuka. Cahaya lampu ruangan tersebut membuatnya memejamkan mata kembali dan sentuhan pada pipi terasa begitu lembut.




"Jaemin, Nak?"




Lenguhan yang bisa dilakukan oleh Jaemin sebagai jawaban, wajahnya semakin terbenam pada bantal kesayangan. Setelah berhasil membuka mata dengan baik, ia melihat sang ibu sedang duduk di tepi ranjangnya. Senyumnya terukir menyambut si bungsu Jung.




"Ibu?"



"Syukurlah kau sudah sadar."



Kalimat tersebut membuatnya mengerutkan kening, Jaemin melihat seragam sekolahnya telah berganti menjadi kaos biasa. Hal terakhir yang diingatnya, tiba-tiba ia merasakan sakit pada bagian dada kemudian pandangannya mengabur.





"Kau tadi pingsan sebelum masuk ke rumah, Jeno berteriak membuat Hyung dan Ibu berlari ke luar," jemari wanita itu memijat pelan kepala sang buah hati, "Ada yang sakit? Kita ke dokter?"




Kepalanya menggeleng pelan, mencoba untuk bangun tetapi rasa nyeri masih terasa di pinggang ke belakang membuatnya mendesis.





"Kau istirahat saja, biar Ibu ambilkan makan ya?"



"Aku ingin ke kamar mandi sebentar," pintanya dengan lirih.





Selanjutnya, sang ibu membantu Jaemin untuk berdiri dan menuntunnya menuju ke kamar mandi. Sejenak, ia hanya duduk di closet dan memijat kepalanya pelan. Tangannya bergerak menyentuh pinggang.




Sudah beberapa minggu ia merasakan sakit di bagian sana, apalagi setelah selesai melakukan tarian.




Beberapa saat ia hanya melamun, Jaemin berdiri menatap pantulan wajahnya dari cermin yang ada di dalam kamar mandi. Kakinya berjalan mendekat kemudian tangan itu terangkat menyentuh wajah.




Maniknya terasa panas, Jaemin memutar tubuhnya membelakangi cermin tersebut. Bersandar pada dinding yang dingin sampai terduduk di lantai yang sedikit basah, kedua lututnya ditarik dalam pelukan dan menyembunyikan wajah manis itu di sana.





"Ha-Haechan..." isakan tersebut kembali keluar dengan nama yang sama diucapkan selama bertahun-tahun.






***




Indera pendengarnya menangkap suara jam berdetak yang memang berada di atas meja nakas samping tempat tidurnya. Tubuhnya bergerak karena terasa kaku di sana, keningnya berkerut ketika merasakan sesuatu. Tangan itu terangkat mengambil sebuah kain yang masih setengah basah dengan air hangat.





Manik pemuda itu perlahan terbuka dengan keadaan lampu ruangan yang menyala terang, kepalanya menoleh dan mendapati sang ibu tertidur dengan posisi duduk di sisi ranjang yang kosong.




"Mom?"



Hanya satu panggilan berhasil membuat wanita itu membuka mata, sorot matanya penuh dengan khawatir.





"Hyuckie..."




Tubuh wanita itu sedikit condong ke arahnya, jemarinya menyisir surai hitam Donghyuck. Kain yang ada di keningnya telah diambil, bibir Tiffany menyunggingkan senyum kemudian memberikan kecupan pada kening sang buah hati.





Fratelli✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang