F.12

8.3K 1.4K 72
                                    


Sorry for typo(s)







Kaki telanjang itu menyusuri jalanan aspal yang kering, tubuh mungilnya terseok ketika berjalan memasuki sebuah gang kecil. Tumpukan kardus dan sampah-sampah sisa makanan telah memenuhi sebagian tempat tersebut.



Di belakang punggungnya, seorang anak tengah merintih kesakitan. Lengan itu juga terasa kebas karena harus menggendong berat badan yang hampir sama dengannya.



"Sebentar ya, Na."




Tubuh sang adik diletakkannya untuk bersandar pada dinding berwarna merah sedangkan anak satunya tengah sibuk mencari beberapa lembar kardus yang tidak terpakai. Kaki mungilnya menyingkirkan plastik-plastik di sana untuk mencari sesuatu yang belum terkena kotoran.




Setelah menemukannya, ia menggelar kardus tersebut sebagai alas dan membaringkan adiknya yang sudah meringkuk kesakitan. Peluh keringat membasahi wajah dua anak itu.




"E-echan..."




Tubuh keduanya lelah setelah berjalan yang cukup lama tadi, Haechan berusaha untuk tidak menangis. Rasa takut tentu saja menyelimutinya, mereka berada di daerah yang tidak dikenali. Tanpa pakaian hangat, tanpa pelukan kedua orang tua. Mereka sendiri di luar saat ini.




Namun, anak itu juga harus kuat untuk sang adik. Lengannya memeluk protektif Jaemin di sana sembari bersenandung pelan sampai membuat dua manik itu perlahan terpejam.




Si sulung Na tak pernah benar-benar tertidur saat itu, jemarinya terus bergerak mengusap kening adiknya dan berdoa supaya mimpi-mimpi buruk itu hilang. Mata Haechan lelah untuk terjaga, tetapi perutnya juga berteriak meminta untuk diisi.




Sampai malam menjelang, Jaemin benar-benar terlelap di sana tanpa mengigau. Barulah, Haechan melepas pelukannya tersebut dan berdiri. Pandangannya sedikit mengabur sembari memegang dinding untuk menahannya berdiri.




Wajah Jaemin sudah pucat karena kelaparan di sana dan pemandangan tersebut tak membuat si sulung tenang. Ia bergerak mengambil kardus lain yang sedikit tipis dan menutup tubuh adiknya sebagai selimut. Setelahnya, Haechan mulai berjalan keluar dari gang kecil tersebut untuk mencari makanan.




Dengan keberanian yang ada, Haechan menyusuri jalanan asing tersebut. Yang ditemuinya hanya kedai-kedai kecil masih buka. Maniknya membaca menu-menu pada papan besar di sana, tetapi mereka bukan sesuatu yang disukai Jaemin.




Langkahnya semakin jauh dari gang tadi, dengan cepat ingin menemukan makanan. Sesampainya pada kedai paling ujung, senyum Haechan merekah melihat nama tteokbokki di sana.




Namun, kakinya berhenti tiba-tiba kala menyentuh saku celananya yang kumal. Tidak ada satu lembar uang di sana membuat Haechan menundukkan kepala.




Selama bersama paman-paman jahat, ia dilatih untuk mengemis dan mencuri. Akan tetapi, Haechan tidak ingin melakukannya.




"Hei, Nak!"




Tubuhnya tersentak kala mendengar sebuah teriakan, ia melihat sosok laki-laki yang memakai baju seperti saat Mama memasak.




Fratelli✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang