F.6

8.6K 1.4K 85
                                    



Sorry for typo(s)




Bulan Januari, musim telah berganti. Salju turun hampir menutupi jalanan, beruntung tekanan benda dingin tersebut tidak terlalu padat. Namun, beberapa warga masih harus tetap berhati-hati saat berjalan menyusurinya begitupula anak-anak yang suka bermain di tepi jalanan membuat boneka-boneka atau sekedar saling melempar.




Pemandangan seperti itu hanya dapat dinikmati melalui jendela oleh si kembar. Keduanya sampai menempelkan wajah menikmati serunya bermain di luar.




Kesempatan keluar mereka adalah bersama kedua orang tua, itupun hanya sekedar ke supermarket dan selalu mendapat pengawasan yang ketat.





"Echaaan, Nana ingin bermain saljuuu!"




Dua kepala mungil itu saling bersandar dan menghela napas bersama, "Kata Mama tidak boleh, Nana. Ke taman belakang saja, ayo."




Sang adik menggelengkan kepala, "Mau di luar!" sembari menempelkan jemarinya di kaca jendela.




Sudah puluhan kali, si kembar memohon untuk bermain di luar tetapi tak mendapat persetujuan dari kedua orang tuanya. Apalagi sang Ibu yang selalu marah jika permintaan tersebut terlontar. Dengan segala alasan yang membuat kakak beradik itu pada akhirnya menurut saja.




Raut wajah anak-anak di luar sana yang tampak berbahagia bermain bola dengan tangan kemudian terjatuh pada tumpukan salju yang membuat rasa ingin bermain si kembar semakin besar.




Padahal, mereka tadi sedang tidur siang bersama diikuti sang ibu yang tertidur di kamarnya juga. Jadi, bangunnya si kembar ini sama sekali tidak diketahui wanita itu.




"Eh, bolanya!" seru sang adik dengan mata membulat.




Haechan melihat bola yang dimainkan anak-anak tadi memasuki pekarangan rumah dan terlihat mereka yang tampak ragu-ragu untuk memasuki karena gerbang yang dikunci.




"Echan, ayo kita bantu!" sang kakak menahan lengan adiknya yang akan berlari menuju ke pintu, ada rasa ragu di sana. Haechan telah berjanji tidak akan melanggar peraturan yang diberikan oleh kedua orang tua mereka.




"Na, tapi —





— sebentar, Echan. Kasihan mereka nanti tidak bisa bermain."




Namun, kelemahan yang dimiliki Haechan adalah sorot mata lembut adiknya.





Kaki mungil mereka untuk pertama kalinya keluar dari rumah tanpa ditemani kedua orang tua. Jaket tebal sudah melindungi si kembar dari udara dingin yang telah dipakai sedari keluar dari kamar tadi.




Gurat kebingungan ditampilkan oleh anak-anak di sana karena tidak pernah sekalipun melihat si kembar yang keluar dari rumah.




Si kembar dengan sifatnya yang sangat cerewet tetapi dalam hati mereka juga gugup mencoba untuk menyapa mereka.




Pengalaman pertama bertemu dengan yang seumuran membuat Nana bahagia, ia menikmati permainan bola tangan mereka sampai tertawa melihat salah satu pemain harus tersungkur ke salju.




Fratelli✓Where stories live. Discover now