F.9

8.2K 1.4K 201
                                    


Sorry for typo(s)






Keadaan Donghyuck sudah lebih baik, alat pernapas pada hidungnya telah dilepas oleh dokter. Anak itu baru mengetahui bahwa selama tidak sadarkan diri tiba-tiba mengalami panick attack, sudah pasti disebabkan oleh memori menyeramkan yang dialaminya.




Perasaannya kali ini semakin kuat, Jaemin yang ditemuinya selama di sekolah adalah adiknya. Tidak mungkin nada yang dimainkan itu diketahui oleh orang lain, Donghyuck masih ingat ketika keduanya bermain piano di ruang tengah dan sang ibu memberi pujian pada adiknya karena menciptakan alunan nada tersebut.



"Jadi, namamu bukan Donghyuck?"



Kepala anak itu tertunduk, suara Johnny yang berat membuatnya takut. Padahal, dia akan menjadi lebih manja bersama si sulung jika sedang bersama. Namun, ketika rahasianya sudah mulai terbongkar menyebabkan rasa bersalah itu timbul secara kuat.




Jemari sang ibu masih menggenggam tangannya, menandakan bahwa tidak apa-apa. Mereka tidak akan marah, tetapi juga membutuhkan suatu fakta yang sesungguhnya.




"Namaku Haechan."



"Sesuai nama yang ada di gelangmu."




Anggukan kepala menjadi jawaban bagi pertanyaan yang dilontarkan Mark. Keluarga kecil itu berkumpul di ruangan Donghyuck yang telah mengakui namanya adalah Haechan.




"Kenapa kau tidak bilang sejak awal?" tanya Johnny kembali yang duduk bersama dengan Mark di sofa, menatap tak percaya pada adik kecilnya.




Pertanyaan tersebut disetujui oleh Mark di sana, ia berdiri kemudian berjalan menuju sisi ranjang si bungsu yang bersebelahan dengan sang ibu.




"I mean, kita bisa membantu untuk menemukan keluarga aslimu."




Ya, seharusnya Haechan melakukan itu sejak awal. Namun, apa yang kau harapkan dari anak umur enam tahun yang ketakutan dan mengalami trauma?



"Aku sudah berjanji pada Ayah."




Kening ketiga orang dewasa di sana berkerut, Johnny ikut berdiri mendekati Haechan. Rasa penasaran sudah mulai mendominasi. Heningnya ruangan menandakan bahwa mereka menunggu cerita selanjutnya.




"Ayah selalu berpesan pada kami, jika ada orang asing yang bertanya nama kami atau orang tua kami, jangan menjawabnya dengan jujur. Bisa jadi mereka adalah orang jahat."



Pernyataan tersebut memang benar adanya, tetapi entah mengapa ketiga orang dewasa menemukan keganjalan yang ada. Ada maksud tertentu dalam pesan tersebut di sana. Kening Tiffany berkerut, seakan memikirkan tujuan orang tua Haechan mengatakan demikian begitupula Johnny yang menatap lantai rumah sakit. Namun, berbeda dari Mark yang mengangkat tangan untuk menahan cerita Haechan sejenak.




"Hold on, ada yang aneh menurutku," ia menatap Johnny dan Ibunya secara bergantian, "Dari awal cerita, kau dan kembaranmu sama sekali tidak boleh keluar rumah dan dilarang pula berinteraksi dengan orang lain. Dengan alasan, orang lain belum tentu baik? Apa pekerjaan kedua orang tuamu?"




"Great question!" celetuk Johnny, menatap sang Ibu dan dua adik dengan mata bulatnya, "Ini menyangkut pekerjaan orang tuamu. Tidak mungkin, tanpa alasan kalian dikurung seperti Rapunzel?"




Kening Haechan berkerut, salah satu tangannya mencengkeram selimut rumah sakit. Manik itu menatap sang ibu dan kedua kakaknya kemudian menggelengkan kepala, "Aku tidak tahu."




Fratelli✓Where stories live. Discover now