F.19

18.4K 1.7K 264
                                    


Sorry for typo(s)




Epilog






Malam pertemuan mereka berakhir dengan si kembar menemani ibunya tidur di kamar beliau. Tak masalah bagi mereka dengan berbaring di masing-masing sisi Yoona, pasangan ibu dan anak itu terlelap bersama. Namun, pada tengah malam Haechan mengajak Jaemin untuk pindah karena walaupun ranjang itu cukup besar takut saja jika sang ibu merasa tidak nyaman. Hanya berada di kamar sebelah, Siwon sudah menyiapkannya.




"Besok Ayah bisa memesan ranjang lebih besar lagi untuk kalian," ujar Siwon setelah anak-anaknya selesai membersihkan diri.





Manik Haechan mengamati kamar tersebut, ruangan yang sama dari mereka kecil dulu. Hanya saja, ranjang single kini berubah menjadi king size untuk si kembar.  Senyumnya terukir ketika melihat adiknya sudah berbaring di atas sana dengan piyama tidur.




"Aku rindu sekali dengan kamar ini!" gumamnya senang lalu maniknya membulat seraya menunjuk sesuatu di langit-langit kamar, "Lihat, Echan! Itu permen kita sudah menyatu dengan catnya," kekehnya.





Bersama dengan sang Ayah yang melihat ke atas, kening Siwon berkerut menatap kedua putranya yang tertawa tanpa merasa bersalah.




"Itu rahasia, Na!"





Pria tersebut tertawa kecil, ia menghela napas melihat kedua putranya sekali lagi. Kamar ini sama sekali tidak dirubah selama sepuluh tahun, Siwon hanya menyuruh sang pelayan membersihkan dan tadi pagi baru saja menyuruh mereka untuk mengganti ranjang.




Bersimpuh di hadapan si kembar yang duduk di atas ranjang, mereka menyunggingkan senyum bersama. Rasanya masih belum percaya jika Siwon melihat putranya telah kembali dengan keadaan yang sehat.




"Pasti mereka merawat kalian dengan baik, ya?" tanyanya pada sang putra, "Kalian sama sekali tidak berubah," pria tersebut tertawa kecil seraya menggelengkan kepala mengingat bahwa mereka juga telah berpisah satu sama lain, "Ayah hanya memikirkan kalian saat berpisah, sangat menakutkan."





"Sangat, Ayah," celetuk Haechan yang menundukkan kepala berusaha keras sedikit menyunggingkan senyum seraya menatap adiknya, "Saat tak menemukan Jaemin di persembunyian kita dari para penculik. Takut, lapar dan terluka. Bahkan rasanya aku hampir menyerah ketika berlari mencari sepanjang jalan dan meneriaki namanya. Jaemin akan selalu berlari memelukku saat aku memanggilnya, tapi saat itu tidak. Dan ketika bangun di rumah sakit, saat itu aku sadar bahwa diberi kesempatan untuk menemukan adikku."





Jemari si kembar bertaut erat di sana seraya mengukir senyum dibalik air mata, Jaemin menundukkan kepala karena mengingat masa kelamnya juga. Perasaan takut yang masih sering dialaminya.




"Aku juga," Jaemin memulai dan tak berani menatap sang kakak dan Ayahnya, "Terbangun karena rasa lapar dan tak menemukan Haechan di sampingku. Takut, kalau penculik itu mengambil Haechan dariku. Maka dari itu, aku pergi mencarinya. Tapi rasa sakit di punggung saat itu membuat aku terjatuh dan tidak bisa berjalan dengan kuat. Sampai Ayah Donghae menemukanku di tengah jalan, setelah dibawah olehnya aku tidak berbicara selama berbulan-bulan. Hanya berdiam diri di kamar, satu-satunya waktu aku mengeluarkan suara pada malam hari memanggil nama Haechan supaya ia bisa menemukanku."




Cerita tersebut membuat Siwon kembali menitihkan air mata dengan rasa sakit di dada, ia bisa merasakan ketakutan kedua putranya.




Mereka merasakan takut yang sama.




Tubuh Haechan lebih condong mendekat pada sang Ayah, bibirnya mengulas senyum menenangkan, "Tapi kami bertahan, karena kami yakin ada doa Ayah dan Mama menyertai ke mana aku dan Jaemin pergi," ujar si sulung dengan lembut.






Fratelli✓Where stories live. Discover now