19

7K 553 36
                                    

Mungkin belum banyak yang tau kalau sejak Ariella lahir, Devanno dan Adelia menyewa seorang asisten rumah tangga untuk membantunya menyelesaikan pekerjaan dirumah.

Saat ini, Adelia sedang bersama dengan bibi Nur di dapur. Mereka sedang memasak makanan untuk makan malam. Devanno belum pulang, ia masih sibuk dengan pekerjaannya.

"Mamam..."

"Apa sayang?"

"Kakak mau brownies buatan mamam boleh ngga?" pintanya manja.

"Cium dulu mamam-nya."

Langsung saja ia mencium Adelia lama. "El sayang sama mamam."

"Mamam juga sayang sama kakak."

"Bikinin ya, mam?"

"Iya sayang. Kakak main sama adik dulu ya. Nanti mama panggil." kata Adelia yang di angguki El.

"Kakak itu mandiri ya mbak," kata bibi Nur.

"Dia tuh mas Devan banget, bi. Mandiri." sahut Adelia.

"Pasti mbak Aya bahagia sekali ya?"

Adelia tersenyum seraya mengangguk mengiyakan. "Entah jadinya kaya apa bi, kalo mereka ngga ada di hidup saya."

Beberapa saat kemudian, El kembali menghampiri Adelia.

"Mamam, El mau main sepeda diluar boleh ngga?" tanyanya.

"Ngga ada ayah, kak. Mamam ngga bisa temenin. Adik belum makan soalnya."

"Yaaahh.. Sebentar aja mam. Boleh ya?" rengek El.

"Biar sama saya aja mbak mainnya." kata bibi Nur.

"Ngga usah bi. Bibi kan mau pulang."

"Ngga apa-apa mbak. Palingan juga ngga lama mainnya."

"Beneran ngga apa-apa?"

"Iya mbak."

"Yaudah kakak main sama bibi ya. Tapi ngga boleh jauh-jauh."

"Iya mam." balas El. "Ayo bi, aku duluan lari ya. Biar bibi kalah." kata El yang langsung berlari.

Tak berselang lama, Devanno sampai dirumahnya.

"Kak, ayah bawa coklat nih.." ucapnya.

"Ih pulang bukannya cium aku dulu kek, malah kasih coklat." kata Adelia sambil menggendong Ariella.

"Eh anak ayah udah cantik." kata Devanno mencium Ariella. "Istri aku juga nih, cantik banget." sambungnya yang kali ini mencium kening Adelia. "El mana?" tanyanya.

"Baru aja keluar sama bi Nur. Main sepeda katanya."

"Barusan? Aku ngga liat kayanya dia di taman komplek."

"Muter-muter kali dia. Bentar lagi juga pulang."

"Oh yaudah. Sini princess ayah gendong."

"Eeehh... Mandi dulu. Kotor dari luar. Al udah mandi."

Panggilan 'adik Al' dibuat oleh Elvano. Ia masih belum bisa mengucap huruf 'l', jadilah ia menyebutnya seperti itu.

"Yaudah aku mandi dulu. Baru main sama princess." katanya.

Belum sempat Devanno melangkah, bi Nur masuk dengan tergesa-gesa.

"Kenapa bi? El mana?" tanya Devanno.

"Anu.. Anu.. Pak Devan.."

"Kenapa? Bibi kok sendiri? El mana?" kali ini Adelia yang bertanya.

"Kakak El hilang, mbak."

Mata Devanno serta Adelia mendelik kaget.

"HILANG? HILANG GIMANA?? Tadi kan sama bibi?" ucap Adelia.

"Maafkan saya mbak. Tadi ada teman saya ajak ngobrol. Jadi saya ngga liatin kakak. Maafkan saya."

Tak pikir panjang, Devanno langsung pergi keluar mencari anaknya. Tak lupa ia meminta bantuan security dan tetangga yang berpapasan dengannya.

"Main dimana tho mas Devan?" tanya tetangganya.

"Ngga tau pak. Kata bibi dia main di sekitaran sini." jawab Devanno.

"CCTV nya bagaimana pak satpam?" tanya pak RT.

"Kamera sedang rusak pak. Kami lagi minta pihak perumahan untuk perbaiki." ujar Security.

"Astaga bagaimana ini? Saya harus cari kemana lagi?"

"Tenang. Kami akan bantu cari." kata pak RT. "Lebih baik mas Devan pulang dulu, saya yakin mbak Adelia shock banget sekarang." lanjutnya.

"Iya pak terimakasih banyak."

Sesampainya Devanno dirumah, ia melihat Adelia sedang menangis di ruang tamu. Saat ia mendengar suara pintu ditutup, segera ia menghampiri Devanno.

"Mas gimana mas? El dimana?" tanyanya dengan air mata yang membasahi wajahnya.

"Tenang dulu ya. Kita cari lagi nanti. Kamu yang tenang."

"Tenang gimana sih mas??? Anak aku ngga tau ada dimana. Gimana aku bisa tenang??" Adelia kembali menangis. "Aku takut dia kenapa-napa mas. Aku takut." sambungnya.

Devanno memeluk Adelia guna menenangkan. "Aku juga sayang. Aku udah hubungin polisi buat bantuin cari. Kamu tenang."

Beberapa jam setelah Devanno melapor, beberapa polisi datang kerumahnya. Mereka bertanya kepada bi Nur tentang kejadian awalnya bagaimana sampai El bisa menghilang.

"Bibi ngga liat ada orang di sekitar situ?" tanya polisi.

"Enggak pak. Hanya ada saya dan teman saya. Kakak El tinggalin saya naik sepeda. Pas saya mau cari, saya ngga lihat dia lagi." jawab Bi Nur sama paniknya.

Devanno mengusap wajahnya kasar. Ia kesal, marah pada bi Nur. Tapi ia tak bisa meluapkan amarahnya.

Devanno terkejut karena ponselnya berdering.

"Hallo?"

"Ayah."

"El?"

Saat mendengar itu, semua terkejut. Seorang polisi atau lebih tepatnya detektif, mengisyaratkan agar Devanno mengeraskan volume panggilannya serta menggantinya ke mode loudspeaker. Sesuai arahan, Devanno mengerjakannya.

"Kakak dimana?" tanya El.

"Ayah, El takut."

Mendengarnya, tangis Adelia semakin menjadi-jadi. Namun tangisnya ia tahan karena polisi menyuruhnya untuk diam.

"Kakak ada dimana? Kasih tau ayah. Biar ayah jemput." kata Devanno.

"El ngga tau. Ada om botak disini. Katanya kalo aku nangis, om botak mau pukul El."

Devanno geram mendengarnya.

"Hallo bapak Devanno?"

"Siapa anda? Kenapa anda menculik anak saya?"

"Anda tenang saja. Anak anda akan aman. Tapi siapkan uang dua ratus juta untuk menebusnya."

"Saya akan kirimkan sekarang juga. Beritahu saya dimana saya harus memberikan uangnya." ucap Devanno.

"Saya akan kirimkan alamatnya. Jangan berani-beraninya melaporkan ini kepada polisi jika anda ingin anak ini selamat. Jika anda berani melapor, mungkin ini adalah kali terakhir anda mendengar suara anak anda."


Tbc.

My Lecture My Husband-Part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang