Chapter 2- Merajuk

459 72 71
                                    

Chapter 2
Merajuk

"Bisakah diskusi ini berjalan tenang?"

Lu menatap kesal pada dua cowok yang kini duduk di hadapannya. Sedari tadi, tak seorang pun dari mereka yang mau mendengar apa yang telah dipaparkan oleh Lu.

"Oke." Menutup buku dan bangkit dari atas kursi. "Gue akan melakukan ini seorang diri. Kalian berdua lanjutkan aktifitas kalian."

Lu bangkit dari kursi. Naell dan Zuko terus menggeram seperti kucing dan anjing. Saling menatap dan bersiap untuk saling mencakar.

Bunyi pintu kamar dibanting keras oleh Lu. Barulah membuat Naell tersadar. Kepalanya celingak-celinguk. Lalu ia pun bangkit dari atas kursi.

"Lucy?"

Lu tak menyahut. Malah menutup telinga dengan sengaja di.dalam kamar.

"Maafkan gue." Naell pun memohon di depan pintu kamar Lu, tampangnya terlihat memelas.

"Lo sendiri yang mulai," celutuk Zuko. "Lo yang mengabaikannya."

"Ck." Berbalik menatap Zuko. "Lo diam aja. Jangan banyak bacot!! Lu?"

Naell berusaha keras untuk membujuk Lu keluar. Tapi usahanya sia-sia belaka. Bahkan sampai malam, Lu tak kunjung keluar dari dalam kamar.

Merasa cukup membuat Naell jera. Pintu kamar pun dibuka oleh Lu dan betapa kagetnya Lu. Ketika Naell menerjangnya dengan sebuah pelukan yang sangat erat.

"Gue minta maaf Lu. Maafin gue, seharusnya gue gak mengabaikan lo hanya gara-gara Zuko."

Lu sendiri membalas pelukan Naell yang sangat erat itu. Lalu ditepuknya pundak si Servamp.

"Lo janji gak akan mengabaikan gue lagi?"

Pelukan terlepas dan Naell mengacungkan jari kelingkingnya.

"Janji," sahut Naell. Lu pun langsung menautkan jari kelingkingnya.

"Awas aja. Kalau lo bohong."

"Gak! Gue janji."

Senyum Naell melebar. Dunianya terasa gelap saat Lu mengabaikannya. Naell sendiri tidak tahu, sejak kapan ia bersikap seperti ini.

Ada rasa takut kehilangan yang berada dalam palung terdalam hatinya. Naell merasa, tidak ada artinya ia hidup. Jika tidak bersama Lucy.

.
.
.

Keesokan harinya, bersama Naell dan Zuko. Mereka pergi mengunjungi arsip sejarah Aveyard di perpustakaan kota.

Tujuan awal memulai mencari batu sihir di mulai Lu dari tempat itu. Baginya, perpustakaan bisa memiliki informasi yang tidak diketahui oleh musuh.

Beberapa buku bacaan dibaca oleh Lu dengan tenang. Sedangkan Zuko, yang malas membaca. Hanya duduk di samping Lu lalu menyadarkan kepala di atas meja sembari menatap lekat si anak Biranda tersebut.

BuKk

Sebuah buku setebal kamus lapis tiga. Didaratkan Naell di atas kepala Zuko dengan kasar.

"Mata itu dijaga!" desis Naell. Lalu mendorong Zuko menjauh dari Lu dan duduk di antara keduanya.

"Cih," umpat Zuko. "Gue hanya memandangnya saja."

Naell berpura-pura tuli mendengar hal tersebut. Dia sibuk memberitahu Lu beberapa bacaan yang ia temukan.

Sementara itu, di tempat lain. Dexa dengan penyamarannya sedang berjalan di alun-alun ibukota bersama Yoga.

"Dexa," tegur Yoga. "Lo yakin mau jalan-jalan disini?"

"Ya," sahut Dexa tanpa menoleh. Dia terus berjalan. Melewati orang-orang  dengan santainya. Lalu, langkah kakinya tiba-tiba terhenti di sebuah toko bunga.

Netranya menatap lekat pada seorang wanita yang sedang membeli bunga. Dexa merindukannya. Tapi ia tahu, wanita itu akan segera menghabisinya.

Jadi, dia hanya tersenyum sekilas. Lalu kembali melanjutkan langkah kakinya. Alya, yang sibuk memilih bunga Lily. Tiba-tiba saja, merasa seolah ada seseorang yang mengamatinya.

Tetapi, ketika dia mendongak ke arah luar toko. Tidak ada siapapun yang ia temukan.

"Aneh," gumam Alya. "Gue merasakan sesuatu tadi."

.
.
.

Lu terkejut, begitu Zuko merekomendasikan sebuah tempat makan yang paling ia hindari di Aveyard.

Suasana tempat itu masih sama sejak 4 tahun yang lalu. Dekorasi dinding batu bata merah tanpa semen dan meja-meja berbentuk bulat. Serta daun-daun mistole yang masih merambat di dinding.

Lu membatin dengan perasaan kesal. Saat Zuko menariknya ke tempat yang sama. Tempat di mana mereka pernah duduk berdua.

"Makanan di sini sangat enak."

... Gue sering makan di sini bareng kakak gue

"Nasi daging 3 dan Juz Yuju," teriak Zuko pada seorang wanita dibalik meja konter.

... Dua nasi daging dan jus Yuzu

Lu merasa, seolah kemarin mereka makan di tempat itu. Naell menyadari ada perubahan warna pada wajah Lu.

"Lu, lo sakit?" Punggung tangan Naell mendarat di kening Lu.

"Tidak," geleng Lu dengan tersenyum lembut. "Gue gak apa-apa."

Naell tahu, Lu telah membohonginya. Tetapi, walau seperti itu. Naell tetap menerima alasan Lu dengan baik.

Tidak lama kemudian, makanan yang di pesan tiba. Sama seperti waktu itu. Nampan berisi pesanan. Dibuat melayang ke meja pelanggan.

Bel dibalik pintu berbunyi. Dua orang berjubah lusuh masuk kedalamnya. Tetapi, salah satu dari dua orang tersebut menatap nanar pada Lu dan dua cowok yang duduk di sampingnya.

Hanya sedetik bagi Dexa menyadari hal itu. Lalu ikut berjalan dibelakang Yoga. Dia melewatinya dengan penuh waspada. Suara canda dan tawa Lu tertangkap jelas. Dexa dan Yoga pun duduk di meja yang agak merapat dengan dinding.

"Mereka kan—"

"Diam dan makan makananmu!" desis Dexa dengan tajam pada Yoga. Pria itu tidak menyahut dan langsung patuh pada perintah Dexa.

Sembari Yoga memesan makanan. Netra Dexa tidak pernah lepas dari senyum di wajah Lu. Berkali-kali dia terlihat tertawa menatap Naell.

Naell tahu, Lu sedang bersedih dan tugasnya sekarang adalah membuat pelangi di mata Lu.

"Kenapa lo terus memandangnya?" tanya Yoga yang keheranan. "Di luar dugaan, kita malah bertemu teman-temanmu. Sayang, ini bukan waktunya kita saling menyapa."

Tidak ada sahutan dari Dexa. Hingga makanan yang mereka pesan pun tiba. Dexa tetap tidak mengatakan apapun.

"Gue melihat orang yang paling gue rindukan," bisik Dexa. Akibatnya Yoga langsung terbatuk-batuk begitu mendengar hal tersebut. Dia rasa, dia salah dengar.

"Lo bilang apa?"

"Dan seseorang sedang menggandeng tangannya," lanjut Dexa saat melihat tangan Lu dan Naell saling menggenggam satu sama lain.

Yoga berbalik sedikit untuk menoleh. Lalu kembali melihat wajah bosnya.

"Ini sakit. Tapi gue harus menahannya."

Yoga tidak paham dengan apa yang tengah dibicarakan oleh Dexa. Bahkan sampai Lu dan yang lainnya keluar. Dexa belum menyendokkan sesuap makanan ke dalam mulutnya.

"Lo yang memilih ini Dexa," keluh Yoga. "Satu-satunya cara menyelamatkan semua orang adalah seperti ini."

Hanya garis tipis yang nampak di wajah Dexa. Lalu ia menghembus napas berat.

"Lo bilang malam ini akan bawa gue ke tempat para gadis?"

Yoga terkekeh. "Tentu saja. Malam ini kita akan bersenang-senang bersama mereka."

__/_/___/_______

Tbc...

RAIKAGE (Season 4 Penyihir Diwangka)ENDOnde histórias criam vida. Descubra agora