Jisung yang sedang memasang kaus kaki refleks menoleh ke belakang ketika mendengar suara Chenle yang nyaring. "Hyung, ada apa?"
Chenle menggeleng sebentar sebelum kembali fokus pada Handphonenya. "Sudah dulu ya. Kalau bisa kau cari informasi tentang dia melalui teman-temanmu. Walaupun aku yakin nanti pasti ada yang direka, haha."
"Baiklah. Tapi, apa imbalannya?"
Chenle terdiam sejenak. "Ah, aku lupa, kau kan sudah jatuh miskin." Lalu tawa khas Hueningkai menggelegar di seberang sana.
"BIT-"
Piiiipp!
Telepon dimatikan sepihak. Chenle membantingkan handphone miliknya sebelum manik matanya bergulir kepada Jisung yang sudah siap berangkat ke sekolah. "Mau kuantar?"
Jisung langsung menggeleng cepat dengan tangan melambai pertanda menolak. "Tidak, tidak perlu."
"Oke. Disekolah nanti jangan berbuat nakal ya, kau baru masuk setelah membolos seminggu lamanya, bukan? Aku tidak ingin kau terkena masalah disekolah." Chenle mewanti-wanti Jisung untuk tidak melakukan apa yang sering Chenle lakukan.
Jisung mengangguk walaupun apa yang baru saja diterangkan oleh Chenle tidak ada benarnya. "Kalau begitu, aku berangkat ya, Hyung. Jangan lupa lakukan dare-mu juga!"
"Berisik. Kelasku baru mulai dua jam yang akan datang. Hati-hati dijalan! Ingat, dare mu ada dua. Jangan sampai plester didahimu terbuka!"
Setelah mengobati Jisung kemarin, Chenle tidak sengaja tertidur di ranjang Jisung dan mereka berdua malah terbangun jam tiga pagi lalu bermain truth or dare.
Iya, dengan santainya. Mereka satu sama lain bersikap seolah lupa dengan apa yang terjadi kemarin.
