Last

7.2K 1.1K 410
                                    

Chenle benar-benar tidak pernah menyangka, bahwa acara nonton film bersama yang dilakukannya dengan Jisung kemarin merupakan kegiatan penutup diantara semuanya, selamanya

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

Chenle benar-benar tidak pernah menyangka, bahwa acara nonton film bersama yang dilakukannya dengan Jisung kemarin merupakan kegiatan penutup diantara semuanya, selamanya.

"Hidup itu sesungguhnya seperti permainan, bukan? Penuh rintangan, jebakan, bahkan penyesalan. Tapi saat menjalankannya bukankah kita merasakan kebahagiaan? Awalnya aku tidak setuju dengan opini itu—namun, rasanya aku ingin menggeluti mindset-ku sendiri ketika,

Aku bertemu denganmu, itu rasanya seperti kebahagiaan terbesar yang pernah kurasakan. Terlihat berlebihan memang, tapi—entahlah, tidak pernah rasanya aku mendapat atensi sedalam ini selain dari ibuku sendiri.

Aku membutuhkanmu, yang pasti tidak selamanya, tapi aku mau kau hadir di dalam hidupku sedikit lebih lama. Karena dengan kehadiranmu—aku bisa lebih menghargai diri sendiri, menekankan bahwa aku pantas berada di dunia, disaat seisinya tak dapat menerima. Egois ya? Aku bukan siapa-siapa tapi meminta hal yang mustahil seperti itu.

Tidak perlu dihiraukan, anggap saja aku ini radio butut yang tengah berikhbar pada khalayak. Haha."

"Oh c'mone! Aku memang selalu menyakiti tubuhku, tapi itu hanya sekedar untuk bersenang-senang, tidak ada niatan lain. Mendiang ibuku tidak akan terus bertahan sampai akhir jika bukan karenaku, maka dari itu aku tidak akan menyia-nyiakan diriku sendiri."

Chenle tertawa disela tangisannya—tangisan yang jatuh tanpa suara. Yang konon katanya tangis yang tumpah dalam kesunyian, tanpa suara dan isakan itu adalah tangis yang paling menyakitkan. "PEMBOHONG......"

Menatap seseorang yang terlepa didepan kamar mandi dengan pandangan buram tertutup air mata, Chenle mencakar wajahnya kasar.

Dia putus asa.

Chenle menelan ludah ketika pandangannya beralih pada beberapa botol obat dan suntikan yang tergeletak disamping orang tersebut.

Dengan tak tahu dirinya air mata semakin membanjiri wajah Chenle, ia mengerjapkan mata berkali-kali untuk menghentikan tangisnya, tidak berhasil. Lalu pria itu menggigit bibirnya sembari menepuk-nepuk dadanya, berharap rasa sesak yang menggerogoti jalan napasnya bisa segera reda, tidak berhasil juga.

Kejadian ini, sama persis dengan kejadian yang Chenle lihat beberapa tahun kebelakang. Bedanya, jika waktu itu Chenle belum memahami apapun—kini, dia tahu apa yang terjadi.

Mulut berbusa dengan tubuh yang kaku. Itu deskripsi mengenai keadaan Jisung sekarang. Persis sama dengan keadaan mendiang ibunda setelah menemui ajalnya sendiri.

Tapi tidak, Chenle yakin Jisung belum menemui ajalnya. Jisung masih hidup, iya kan? Toh baru lima menit berlalu semenjak Chenle menemukan Jisung terbujur di depan kamar mandi, nyawanya masih bisa diselamatkan bukan?

IYA

Tolong teriakkan satu kata itu, tolong....

Chenle berharap seseorang menghampirinya, berbisik kepadanya bahwa ini hanyalah sekedar bunga tidur.

7 Days | ChenJiOnde as histórias ganham vida. Descobre agora