8. Ability

1.6K 209 43
                                    

(Note: ni chapter rada gaje karena ini buat nunjukin kalo reader itu bukan hooman :"v)

***

"...ya, bulannya memang indah, Shinazugawa..."

Perkataan [name] masih terngiang di benak Sanemi. Dalam hati, ia sedikit sebal. -dasar tidak peka...

Tapi, ia terlalu malu untuk mengatakan maksud sebenarnya di balik ucapannya. Lagipula yang terpenting adalah ia sudah menyatakan perasaannya, masalah gadis itu tak paham bisa ia urus nanti.

Beberapa tahun saat mereka terpisah merupakan waktu yang terasa begitu panjang. Bisa saja, di tahun-tahun itu perasaan [name] sudah memudar. Jika begitu, ia harus menumbuhkan kembali perasaan itu dan bersaing dengan Tomioka Giyuu.

Ya, bagi Sanemi, Tomioka Giyuu adalah rival-nya. Orang yang seenaknya mengambil garis start-nya.

Sanemi mengeratkan pelukannya. Seolah jika ia melonggarkannya sedikit saja, [name] akan lenyap dan menyisakan sepi yang mencabik. Ia tak ingin melepasnya samasekali. Ia ingin memeluk tubuh ramping itu hingga ia hapal betul setiap inci dari lekuknya.

Lagipula, sudah lama mereka tak menghabiskan waktu bersama. Gadis itu masih bertahan dalam posisinya. Berusaha menahan bulir bening yang siap mengalir kapan saja.

Ini terlalu menyakitkan.

Ia merutuki dirinya sendiri. Perasaan bersalah melilitnya kuat. Ia tidak seharusnya merasa nyaman dalam rengkuhan seseorang yang bukan miliknya. Perasaan hangat dan nyaman seolah dirinya benar-benar utuh itu tidak seharusnya hadir.

Namun, perasaan itu digantikan oleh perasaan dingin yang memenuhi hatinya begitu ia ingat bahwa―seseorang yang menariknya dalam rengkuhan hangat ini bukanlah miliknya.

Perasaan itu membuatnya merasa bahwa—ia hanya sendirian di dunia yang sempit dan gelap ini. Tanpa seorang 'pun. Begitu menyesakkan.

Jika saja [name] lebih cepat daripada Kocho Kanae, mungkin ia masih memiliki kesempatan lebih besar. Tapi, semuanya sudah berlalu. Yang bisa ia lakukan hanyalah merelakan yang sudah terjadi dan melangkah maju—sesulit apapun itu.

Rengkuhan hangat itu terlepas setelah beberapa saat. Gadis bersurai [hair color] itu tertunduk. Sementara pemuda bersurai salju itu tersenyum manis.

"Ada ada, [name]?" Ia bertanya karena melihat gadis itu tertunduk.

Gadis itu bergeming. Ia meremas rok-nya. Perilakunya membuat pemuda ber-marga Shinazugawa itu menjadi cemas. "Hei... kau kenapa?"

Bulir bening tanpa isakan itu terlepas. Sanemi meraba pipi halus itu menyeka bulir kesedihan. "Kau baik-baik saja'kan?"

Dengan agak gemetar gadis itu menjawab, "ya, aku baik 'kok!" Ia terkekeh pelan di akhir kalimatnya. "Lalu, kenapa menangis?" Sanemi kembali bertanya sembari berusaha menahan intonasi suaranya agar tetap rendah. Ia tidak mau sampai tak sengaja mengeluarkan nada tinggi pada [name] karena balutan cemas yang ia rasa.

"Aku hanya senang kau tidak marah karena kata-kataku. Itu saja!" Gadis ber-marga [surname] itu menyunggingkan senyum manis. Menahan perasaan yang mengoyak.

"Sungguh?" Pemuda itu memastikan. Karena, melihat [name] kesakitan adalah salah satu kelemahan terbesarnya. Ia tidak mau melihat orang yang berarti bagi-nya tersakiti. Oleh siapapun, oleh apapun. Gadis itu mengangguk sebagai respon.

Mata [eye color] itu membulat begitu melihat apa yang ada di belakang Sanemi. Dengan cepat ia mendorong pemuda itu kesamping. "Minggir!" Pemuda ber-marga Shinazugawa itu agak terkejut.

Nostalgia (Sanemi x Reader)Where stories live. Discover now